Kejar Target Produk Bahan Bakar Hijau (B40 dapat menghemat devisa senilai US$ 8 miliar pada 2025)

| Artikel
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Koran Tempo | Jum’at, 14 Agustus 2020

Kejar Target Produk Bahan Bakar Hijau (B40 dapat menghemat devisa senilai US$ 8 miliar pada 2025)

Pemerintah menggenjot pengembangan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit, seperti green diesel dan biodiesel. Kedua produk ini diharapkan mampu berkontribusi besar dalam mengurangi konsumsi minyak bumi. Kedua produk tersebut kini tengah menjalani proses uji coba. PT Pertamina (Persero) yang berupaya memproduksi green diesel dengan sebutan DI00 berhasil menjalani uji coba produksi di fasilitas pengolahannya di Kilang Dumai. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, menyatakan perusahaan mampu memproduksi 1.000 barel per hari di fasilitas tersebut. “Kami masih harus lanjutkan uji coba dan persiapan lainnya untuk bisa memproduksinya secara komersial,” kata dia kepada Tempo, kemarin. Salah satu persiapan produksi adalah memastikan pasokan katalis. DI00 dibuat dari minyak kelapa sawit murni yang telah disuling sehingga bebas dari kotoran, getah, lemak, dan baru atau refined bleached deodorized palm oil (RBDPO). Dalam uji coba yang dilakukan pada 2-9 Juli 2020, produksi dibantu katalis yang dibuat oleh Research Technology Center Pertamina dan Institut Teknologi Bandung. Pertamina juga mempersiapkan fasilitas pengolahan dan produksi green diesel di Kilang Plaju. Perusahaan menargetkan kapasitas produksi di fasilitas itu 20 ribu barel per hari pada 2023. Produksi juga akan dilakukan di Kilang Cilacap dengan kapasitas sekitar 6.000 barel per hari pada 2022. Untuk pengadaan RBDPO, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan, menyatakan Pertamina membuka lelang terbuka. Dia memperkirakan kebutuhan minyak kelapa sawit untuk DI00 cukup besar. “Jika Pertamina memproduksi maksimum di tiga kilang, penambahan sawitnya sekitar 3,2 juta kiloliter,” kata dia. Angka tersebut termasuk tambahan 10 persen konsumsi jika B40 mulai diproduksi. Pemerintah menargetkan program B40 dapat diproduksi pada Juni 2021 mendatang. Uji coba tengah digelar oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama beberapa pihak terkait, termasuk Aprobi. Paulus menyatakan tim masih mengkaji komposisi campuran solar, baik dengan minyak kelapa sawit hasil penyulingan maupun fatty add methyl aster (FAME). Pada akhir Juli lalu, Badan Litbang memulai uji ketahanan B40 pada mesin engine test bench selama 1.000 jam. Kepala PPPTMGB Lemigas, Setyorini Tri Hutami, menyatakan kajian tersebut akan diikuti oleh uji ketahanan bahan bakar. Dari hasil pengujian ini, pihaknya akan membuat rekomendasi teknis mengenai mutu biodiesel serta pertimbangan tentang aspek keekonomiannya. Jika produk itu terwujud, Indonesia diperkirakan menghemat devisa hingga US$ 8 miliar.

Investor.id | Sabtu, 15 Agustus 2020

DPR Siap Fasilitasi Polemik Biodiesel Petani Sawit

Anggota parlemen dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Yohanis Fransiskus Lema mengusulkan kepada Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) untuk segera mengajukan permohonan audiensi dengan Komisi IV DPR-RI guna menyampaikan persoalan program biodiesel B30. Menurut dia, tidak diikutsertakannya industri sawit skala rakyat pada agenda tersebut dapat menjadi koreksi tersendiri bagi pemerintah dalam program energi ramah lingkungan itu. “Saya menganjurkan kepada kawan-kawan untuk segera membuat surat agar bisa melakukan tatap muka dan menyampaikan seluruh duduk perkara kepada anggota di Komisi IV, supaya tidak saya saja yang tersampaikan informasi ini,” tutur legislator yang akrab disapa Ansy Lema itu dalam sebuah webinar, Jumat, 14 Agustus 2020. Selain itu, dia juga berjanji akan membawa persoalan ini dalam rapat terdekat sebagai bentuk penyerapan aspirasi dalam masa reses. “Pasti akan saya bunyikan ini dalam sidang maupun rapat komisi, apalagi kami di sudah mulai aktif hingga Oktober mendatang,” tegas Ansy Lema yang juga tercatat sebagai anggota Komisi IV DPR-RI. Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, SPKS menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah dalam program biodiesel B30 yang dinilai tidak melibatkan peran serta petani sawit skala kecil. Padahal, sektor ini menjadi ujung tombak perkebunan rakyat pada sisi hulu.

Selain itu, SPKS melalui sekjennya Mansuetus Darto juga mengeluarkan catatan tersendiri atas usul Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor terkait permintaan dana kepada pemerintah. Menurut Darto, gagasan penyuntikan anggaran sebesar Rp 20 triliun pertahun ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) perlu dikaji ulang. Pasalnya, pemerintah harus memastikan apakah dana tersebut memang bisa sampai ke petani sawit atau justru sekedar menguntungkan perusahaan tertentu. “Penyuntikan dana tambahan bukanlah langkah yang efektif untuk menyejahterakan petani kelapa sawit dan memberikan dampak program biodiesel secara langsung,” ungkap Darto kepada Tagar melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu. “Pemerintah perlu memasukan petani kelapa sawit dalam rantai pasok biodiesel, bukan sekedar memberikan suntikan dana secara terus-menerus ke perusahaan kelapa sawit melalui BPDPKS,” sambung Darto. Sebagai informasi, program biodiesel B30 merupakan bahan bakar minyak (BBM) yang terdiri dari campuran 30 persen biodiesel dan 70 persen solar. Penerapan B30 disebut-sebut bisa mengurangi impor solar sebesar 8 hingga 9 juta kiloliter (Kl). Besaran tersebut setara dengan penghematan hingga Rp 70 triliun. Adapun, target B50 diharapkan bisa terselenggara pada periode 2021 mendatang.

https://www.tagar.id/dpr-siap-fasilitasi-polemik-biodiesel-petani-sawit

BERITA BIOFUEL

CNNIndonesia.com | Jum’at, 14 Agustus 2020

Fakta Program B30, Jurus Jokowi Tekan Impor Minyak

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah telah melakukan sejumlah upaya energi. Salah satunya melalui program mandatori campuran biodiesel 30 persen dalam BBM jenis solar (B30). “Tahun 2019 kami juga sudah berhasil memproduksi dan menggunakan B20. Tahun ini kami mulai dengan B30, sehingga kami mampu menekan nilai impor minyak kami pada 2019,” kata Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR, Jumat (14/8). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan uji coba pendistribusian bahan bakar B30 sejak akhir 2019 lalu. Distribusi B30 melibatkan badan usaha bahan bakar nabati (BUBBN) dan badan usaha bahan bakar minyak (BUBBM). Sebagai payung hukum uji coba tersebut, Kementerian ESDM menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 227 K/10/MEM/2019 tentang Pelaksanaan Uji Coba Pencampuran Bahan Bakar Nabati Jenis B30 ke dalam Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode 2019. Beleid tersebut diteken Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 15 November 2019 lalu. PT Pertamina (Persero) dalam keterangan tertulisnya mengatakan realisasi penyerapan fatty acid methyl ester (FAME) yang menjadi campuran Solar meningkat tajam sebesar 5,5 juta kiloliter (KL) di 2019. Tahun ini, serapannya ditargetkan meningkat menjadi 8,38 juta KL.

Berdasarkan data Pertamina, implementasi program B20 dan B30 telah menghemat devisa negara sebesar Rp43,8 triliun pada 2019. Lalu, tahun ini, Pertamina menargetkan penghematan devisa sebesar Rp63,4 triliun dari program B30. Kondisi itu terkonfirmasi oleh data impor hasil minyak Badan Pusat Statistik (BPS). Tercatat, impor hasil minyak secara tahunan turun 11,73 persen menjadi 10,33 juta ton. Adapun nilai impor hasil minyak sepanjang semester I 2020 merosot 39,3 persen menjadi US$1,98 miliar. Sementara itu, pengamat energi dari Energy Watch Indonesia Mamit Setiawan menilai implementasi program B30 belum maksimal. Masih ditemui sejumlah kendala di lapangan terutama dari sisi konsumen. “Konsumen masih belum terlalu percaya dengan B30 ini karena masih ada kekhawatiran terkait dengan kondisi mesin dan adanya penambahan biaya untuk perawatan,” katanya kepada CNNIndonesia.com. Ia menuturkan, pemerintah membutuhkan waktu untuk kembali mengedukasi ke masyarakat terkait dengan program B30 ini. Kondisinya, serupa saat pemerintah merilis program B20. “Lambat laun bisa berjalan dengan sukses dan lancar,” ucapnya.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200814131246-85-535733/fakta-program-b30-jurus-jokowi-tekan-impor-minyak

Infosawit.com | Sabtu, 15 Agustus 2020

Janji Jokowi, 1 juta ton Sawit Produksi Petani Untuk Bahan Baku D100 (Diesel 100%)

Dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Dan Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Dalam Rangka Hut Ke-75 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pidatonya. Diawali dengan sebanyak 215 negara, tanpa terkecuali, sedang menghadapi masa sulit diterpa pandemi Covid-19. Bahkan dalam catatan WHO, sampai dengan tanggal 13 Agustus 2020 lalu, terdapat lebih dari 20 juta kasus di dunia, dengan jumlah kematian di dunia sebanyak 737 ribu jiwa. Kata Jokowi, semua negara, negara miskin, negara berkembang, termasuk negara maju, semuanya sedang mengalami kemunduran karena terpapar Covid-19. Krisis perekonomian dunia juga terparah dalam sejarah. Di kuartal pertama 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih plus 2,97%, tapi di kuartal kedua minus 5,32%. “Ekonomi negara-negara maju bahkan minus belasan persen, sampai minus 17%. Kemunduran banyak negara besar ini bisa menjadi peluang dan momentum bagi kita untuk mengejar ketertinggalan. Ibarat komputer, perekonomian semua negara saat ini sedang macet, sedang hang,” katanya Jumat (14/8/2020). Lebih lanjut tutur Jokowi, inilah saatnya Indonesia membenahi diri secara fundamental, melakukan transformasi besar, menjalankan strategi besar. Strategi besar di bidang ekonomi, hukum. Saat ini bahkan sedang dikembangkan food estate di Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Sumatera Utara, dan akan dilakukan di beberapa daerah lain. Program ini merupakan sinergi antara pemerintah, pelaku swasta, dan masyarakat sebagai pemilik lahan maupun sebagai tenaga kerja. Dalam pidatonya, Jokowi juga mengungkap upaya besar juga telah dan sedang dilakukan untuk membangun kemandirian energi. Tahun 2019, Indonesia sudah berhasil memproduksi dan menggunakan Biodiesel sawit 20% (B20).

Tahun ini mandatori B30 dimulai, sehingga mampu menekan nilai impor minyak di tahun 2019. Kata Jokowi, Pertamina bekerja sama dengan para peneliti telah berhasil menciptakan katalis untuk pembuatan D100, yaitu bahan bakar diesel yang 100% dibuat dari minyak kelapa sawit, yang sedang uji produksi di dua kilang milik Pertamina. “Ini akan menyerap minimal 1 juta ton sawit produksi petani untuk kapasitas produksi 20 ribu barel per hari. Hilirisasi bahan mentah yang lain juga terus dilakukan secara besar-besaran. Batu bara diolah menjadi methanol dan gas. Beberapa kilang dibangun untuk mengolah minyak mentah menjadi minyak jadi, dan sekaligus menjadi penggerak industri petrokimia yang memasok produk industri hilir bernilai tambah tinggi,” katanya. Sementara biji nikel telah bisa diolah menjadi ferro nikel, stainless steel slab, lembaran baja, dan dikembangkan menjadi bahan utama untuk baterai lithium. Hal ini akan memperbaiki defisit transaksi berjalan, meningkatkan peluang kerja, dan mulai mengurangi dominasi energi fosil. “Hal ini akan membuat posisi Indonesia menjadi sangat strategis dalam pengembangan baterai lithium, mobil listrik dunia, dan produsen teknologi di masa depan,” tandas Jokowi.

https://www.infosawit.com/news/10140/janji-jokowi–1-juta-ton-sawit-produksi-petani-untuk-bahan-baku-d100–diesel-100–

Investor Daily Indonesia | Sabtu, 15 Agustus 2020

Presiden Mendorong Upaya Mewujudkan Kemandirian Energi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung segala upaya yang dilakukan dalam rangka mewujudkan kemandirian energi. Salah satunya melalui produk D-100 yaitu ba-han bakar diesel yang 100% dibuat dari minyak Kelapa Sawit yang tengah dikembangkan oleh PT Pertamina (Persero). “Upaya besar telah dan sedang dilakukan untuk membangun kemandirian energi. Tahun 2019, kita sudah berhasil memproduksi dan menggunakan B20. Tahun ini kita mulai dengan B30, sehingga kita mampu menekan nilai impor minyak kita di tahun 2019. Pertamina bekerja sama dengan para peneliti telah berhasil menciptakan katalis untuk pembuatan D100 yang sedang uji produksi di dua kilang kita,” kata Presiden dalam Sidang Tahunan MPR di Jakarta, Jumat (14/8). Menurut Presiden, ini akan menyerap minimal 1 juta ton sawit produksi petani untuk kapasitas produksi 20 ribu barel per hari. Hilirisasi bahan mentah yang lain juga, kata Presiden, terus dilakukan secara besar-besaran. Contohnya, batu bara diolah menjadi methanol dan gas. Beberapa kilang dibangun untuk mengolah minyak mentah menjadi minyak jadi, dan sekaligus menjadi penggerak industri petrokimia yang memasok produk industri hilir bernilai tambah tinggi.

Selain itu, biji nikel telah bisa diolah menjadi ferro nikel, stainless steel slab, lembaran baja, dan dikembangkan menjadi bahan utama untuk baterai lithium. Hal ini akan memperbaiki defisit transaksi berjalan kita, meningkatkan peluang kerja, dan mulai mengurangi dominasi energi fosil. “Hal ini akan membuat posisi Indonesia menjadi sangat strate- gis dalam pengembangan baterai lithium, mobil listrik dunia, dan produsen teknologi di masa depan,” kata Presiden. Menanggapi hal tersebut, pengamat ekonomi yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, produk D-100 bisa mendukung terealisasinya kemandirian energi. Namun, menurut dia, upaya ini bisa terealisasi apabila didukung campur tangan pemerintah, terutama berkaitan dengan harga. “D-100 ini produksi massalnya kan memang belum. Dengan skala yang belum besar dan harga bahan baku mahal,kalau tidak ada mandatori atau subsidi peme- rintah, maka yang akan beraku hukum pasar, dimana masyaraat akan pilih yang murah,” katanya.

Asumsi Makro

Sementara itu, dalam pembacaan Nota Keuangan dan RAPBN 2021, disebutkan asumsi dasar harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berkisar pada US$ 45 per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 705.000 barel dan 1.007.000 barel setara minyak per hari. Menanggapi hal tersebut, Komaidi mengatakan asmsi yang dibuat cukup moderat. “Pemerintah cukup realistis melihat kondisi yang ada. Sekarang harga minyak ada di kisaran 40-an per barel. Dengan asumsi tahun depan covid-19 mulai pulih, ekonomi mulai pulih, saya kira OK,” ujarnya. Adapun mengenai asumsi lifting minyak, menurut dia satu sisi realistis namun di sisi lain menunjukkan indikator kemampuan produksi nasional. ” Yang juga harus diingat bahwa dengan lifting yang hanya 705 ribu barel, sementara konsumsi dalam negeri yang terus meningkat yakni sekitar 1,6 juta-1,7 juta barel, artinya akan ada kebutuhan impor yang cukup besar pada tahun depan,” jelasnya.

Harian Seputar Indonesia | Sabtu, 15 Agustus 2020

Bangun Kemandirian Energi Hilirisasi Digenjot

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah terus melakukan upaya membangun kemandirian energi. Diamenyebutkan bahwa tahun 2019, Indonesia sudah berhasil memproduksi dan menggunakan B20. “Tahun ini kita mulai dengan B30 sehingga kita mampu menekan nilai impor minyak kita di tahun 2019,” kata Presiden Jokowi, saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR-RI dan Sidang Bersama DPR-RI dan DPD-RI tahun 2020 di Gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin. Selainitu, Jokowi juga mengungkapkan bahwa PT Pertamina (Persero) telah bekerjasama dengan para peneliti dan berhasil menciptakan katalis untuk pembuatan DlOOdimanaDlOOadalah bahan bakar diesel yangl00% dibuat dari minyakkelapa sawit, “Ini sedang uji produksi di duakilangkita. Ini akan menyerap minimal 1 juta ton sawit produksi petani untuk kapasitas produksi 20.000 barelperhari,”ungkapnya. Dia mengatakan hilirisasi bahanmentahyanglainjuga terus dilakukan secarabesar-be-saran. Misalnya sajabatu bara diolah menjadi methanol dan gas. Lalu, beberapakilangdibangun untuk mengolah minyak mentah menjadi minyak jadi. “Ini sekaligus menjadi penggerak industri petrokimiayangmema-sok produk industri hilir bernilai tambah tinggi,” tuturnya.

Kemudian, bijih nikel telah bisa diolah menjadi f erro nikel, stainless steel slab, lembaran baja, dan dikembangkan menjadi bahan utama un tuk baterai lithium. Dengan melakukan hal tersebut, posisi Indonesia pun menjadi sangat strategis dalam pengembanganbaterailithium, mobil listrik dunia, dan produsen teknologi di masa depan. “Hal ini akan memperbaiki defisittransaksiberjalankita, meningkatkan peluang kerja, dan mulai mengurangi dominasi energi fosil,” tandasnya. Sebelumnya, Kepala BadanPengembangan SDM Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM Wiratmaja mengatakan, impor minyak Indonesia saat ini sekitar 800.000 barelper hari dari kon-sumsitotal 1,5-1,6 juta barel. “Jika program biodiesel ini berkembang, Indonesia bukan mengimpor BBM, namun dapat mengekspor biofuel karena termasuk jenis BBM bersih, ramah lingkungan, dan tentu ini dapat terus diperbarui,” sebutnya. Ditaanggarusiana

Tribunnews.com | Sabtu, 15 Agustus 2020

Subsidi Biofuel Hanya Memperkaya Pengusaha

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri menyinggung subsidi biofuel yang diprogramkan pemerintah di tengah masa pandemi Covid-19. Menurutnya, biofuel sesungguhnya energi terbarukan (renewable energy) yang tidak ramah lingkungan. “Kalau program biofuel ini diteruskan kita akan butuh paling tidak enam juta hektare lahan lagi untuk tanaman sawit, itu kan tidak bersahabat. Seharusnya kita melakukan terobosan dari energi yang tidak ramah lingkungan menjadi ramah lingkungan,” kata Faisal dalam webinar Indonesia Naik Kelas di Jakarta, Sabtu (15/8). Faisal menegaskan, dirinya bukan anti sawit tetapi alangkah bagusnya makna energei terbarukan diterjemahkan secara tepat. “Kita bukan anti sawit ya, tapi lebih baik langsung menggunakan solar energy. Itu justru lebih keren gitu ya,” ucapnya. Faisal juga mempertanyakan langkah pemerintah ingin mendorong mobil listrik untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Dia bilang, diperlukan harmonisasi guna menentukan arah dari energe terbarukan tersebut. “Kalau penggunaan mobil listrik ini kan otomatis konsumsi BBM kita juga berkurang. Jadi mana yang didahulukan, ini juga masih belum jelas,” tukas dia. Lebih lanjut, Faisal menilai butuh konsensus nasional baru tentang kemana Indonesia pasca pandemi dan harus betul-betul berbeda dari sebelumnya. Diketahui, subsidi biofuel untuk program B30 yang diklaim pemerintah bisa menjadi solusi untuk penyerapan hasil perkebunan rakyat dan energi baru terbarukan justru dikhawatirkan hanya memperkaya pengusaha. “Ada lagi subsidi biofuel, jumlahnya Rp2,8 triliun kalau tidak salah untuk operasi Rp1 triliun. Untuk Martua Sitorus dan kawan-kawan Rp2,8 triliun plus Rp700 miliar dari tambahan dana sawit yang naik dari US$50 menjadi US$55 per ton,” bebernya.

https://jateng.tribunnews.com/2020/08/15/subsidi-biofuel-hanya-memperkaya-pengusaha

Tribunnews.com | Sabtu, 15 Agustus 2020

Pemerintah Diminta Libatkan Petani Sawit dalam Program Biodiesel B30

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan program energi ramah lingkungan biodiesel B30 yang digagas pemerintah dinilai tidak pro petani sawit. Hal itu disampaikan dalam agenda diskusi daring monopoli mata rantai oleh industri biodiesel dalam program B30, Jumat (14/8/2020). “Hulu sampai hilir dikuasai oleh korporasi sawit yang dimiliki oleh konglomerat,” kata Darto. Selain itu, menurutnya, bahan baku industri biodiesel sebagian besar diimpor dari perusahaan asing asal Malaysia. “Mereka lebih penting ketimbang petani sawit Indonesia. Terbukti bahwa rantai pasok biodiesel tanpa petani sawit, dana sawit dan industri biodiesel hanya menguntungkan korporasi sawit,” terangnya. Darto menambahkan, pihaknya juga mengkritisi rencana suntikan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) sebesar Rp 20 triliun setiap tahun bagi pengembangan program biodiesel nasional. Menurutnya, strategi tersebut malah hanya menguntungkan korporasi besar, sedangkan petani sawit skala kecil semakin tidak sejahtera. “Kami meminta Bapak Presiden meninjau ulang Badan dana sawit (BPDP-KS) untuk menjadikan lembaga yang independen dan tidak terkoptasi oleh konglomerat sawit,” tegas Darto. Dia juga meminta KPK dan BPK segera melakukan audit bagi BPDP-KS dan penerima dana subsidi sawit karena diduga merugikan negara. Selain itu, perlunya pelibatan kabupaten dan petani dalam struktur BPDP-KS dan dana sawit yang dijadikan dana alokasi khusus (DAK). Bagi kabupaten penghasil sawit hal ini untuk penguatan perkebunan rakyat. Petani sawit meminta pasokan secara bertahap sebesar 30 persen untuk biodiesel dalam program B30 hingga kemudian pada tahun keempat sebesar 100 persen. “Perbaikan tata kelola sawit di Indonesia akan membantu meningkatkan kesejahteraan petani sawit sebesar 30 persen. Dengan begitu pula, petani sawit merdeka dari kemiskinan sekaligus perbaikan tata kelola sawit di Indonesia,” imbuhnya.

https://www.tribunnews.com/bisnis/2020/08/15/pemerintah-diminta-libatkan-petani-sawit-dalam-program-biodiesel-b30

Inews.id | Senin, 17 Agustus 2020

Program Biodiesel Belum Dirasakan Petani Sawit

Pemerintah telah menetapkan campuran solar dengan biodiesel akan ditingkatkan komposisinya. Ini didasari keyakinan program ini bisa jadi salah satu jalan keluar dari tingginya impor bahan bakar minyak. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Petani Kelapa Sawit Munsuetus Darto menyambut baik maksud penerapan B30 dan rencananya akan ditingkatkan menjadi B40 hingga B50. Namun selama ini tidak ada manfaat yang dirasakan langsung petani. Bahkan, dia menyebut ada praktik monopoli mata rantai oleh industri biodiesel sehingga merugikan para petani sawit. “Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) yang selama ini dibentuk untuk mengelola dana pungutan ekspor kelapa sawit tidak menjalankan tugasnya dengan baik,” ujar Darto, dalam keterangan tertulis, Minggu (16/8/2020). Darto membeberkan dana yang dipungut dari produsen sawit sebagian besar dialokasikan pada perusahaan-perusahaan milik konglomerat. Ini bisa dilihat dalam rentang waktu 2015-2019 realisasi penggunaan dana dari pungutan ekspor sawit berjumlah Rp33,6 triliun atau 89,86 persen.

Dari dana yang telah dikumpulkan sebesar Rp47,28 triliun tersebut dialokasikan untuk insentif biodiesel, sedangkan untuk Program Peremajaan Sawit Rakyat hanya 8,03 persen, sisanya dialokasikan untuk pengembangan dan penelitian, sarana produksi pertanian, promosi kemitraan, dan pengembangan SDM yang tidak sampai 1 persen. “Industri biodiesel yang selama ini mendapatkan insentif ternyata memonopoli pasokan kelapa sawit yang jadi bahan baku pembuatan biodiesel,” katanya Darto juga mengkritisi Dewan Pengarah BPDP-KS yang terdiri dari orang-orang yang juga merupakan pemilik dan terafiliasi dengan perusahan-perusahan sawit besar. Menurutnya, telah terjadi ketidakadilan dalam alokasi dana BPDP-KS dan program-program BPDP-KS yang hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar dan sangat merugikan petani-petani swadaya. “Perlu adanya evaluasi menyeluruh kebijakan dari program biodiesel dari hulu ke hilir untuk mencegah defisit biodiesel, harmonisasi kebijakan kementerian dan lembaga terkait. Membuat peta jalan kebijakan biodiesel, memberlakukan insentif dan subsidi bersyarat kepada perusahaan dengan bermitra petani sawit, serta mempertimbangkan potensi bahan baku biodiesel yang lain,” ujarnya.

https://www.inews.id/finance/bisnis/program-biodiesel-belum-dirasakan-petani-sawit

Beritasatu.com | Sabtu, 15 Agustus 2020

Ansy Lema: Ada Paradoks dalam Industri Sawit

Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Yohanis Fransiskus Lema atau yang akrab dipanggil Ansy Lema menilai ada paradoks dalam industri sawit sampai saat ini. Paradoks itu terjadi karena petani-petani sawit belum merasakan dampak signifikan dari sawit dan biodiesel yang menjadi salah satu komoditas unggul Indonesia. Yang menikmati lebih banyak perusahan-perusahan besar yang selama ini sudah memonopoli industri sawit dan biodiesel. “Belum ada keberpihakan dan perlindungan negara kepada petani sawit,” kata Ansy dalam diskusi virtual bertema “Monopoli Mata Rantai oleh Industri Biodisel dalam Program B30 di Jakarta, Sabtu (15/8/2020). Ansy mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi terkait transformasi energi dari fosil menjadi energi terbarukan dengan menggunakan kelapa sawit. Namun industri biodiesel harus berdampak pada kesejahteraan petani sawit, bukan mempeparah oligarki. Ansy melihat niat atau kehendak baik (political will) dari pemerintah dalam memperhatikan petani swadaya masih minim. Niat baik itu masih sangat besar diberikan kepada korporasi. Padahal pemeritah seharusnya mengintervensi dengan memberikan subsidi bagi petani, membuka akses pasar dan memotong rantai tengkulak. Kemudian meningkatkan kualitas koperasi dan kapasitas petani swadaya agar bisa bersaing dan bermitra dengan korporasi. “Jika supply chain dan rantai produksi kelapa sawit dibenahi dari hulu ke hilir, dari kementrian hingga pemerintah daerah maka petani swadaya memiliki peluang untuk meningkatkan pendapatan minimal 30 persen dari biodiesel, menambah devisa negara dan ABPD,” jelas Ansy.

Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Manseus Darto yang juga menjadi pembicara mengkritik Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Pasalnya proses pengambilan kebijakan dan anggaran secara struktural dikooptasi oleh konglomerasi di tingkat Dewan Pengawas dan Komite Pengarah. “Akses terhadap bantuan subsidi dana dan anggaran dipegang oleh industri besar, petani swadaya tidak mendapatkan bantuan dari program negara. BPDP-KS , sebagai lembaga yang mengontrol rantai pasok kelapa sawit dan biodiesel, sebaiknya dievaluasi dan dijadikan lembaga independen,” kata Darto. Dia juga melihat petani swadaya tidak mendapatkan keuntungan yang maksimal karena keberadaan tengkulak. Keberadaan tengkulak melahirkan disparitas harga lebih dari 30 persen, dan petani sawit tidak memiliki akses langsung terhadap pasar dan pabrik. “Petani swadaya harus dilibatkan langsung dalam rantai produksi biodiesel melalui regulasi yang memaksa pabrik untuk bermitra dengan petani swadaya,” tegas Darto.

https://www.beritasatu.com/nasional/666009-ansy-lema-ada-paradoks-dalam-industri-sawit

Bisnis.com | Sabtu, 15 Agustus 2020

Pertamina MOR V Salurkan 20 Kiloliter Biosolar ke PT Garam

PT Pertamina (Persero) melalui Marketing Operation Region V Jatimbalinus mengirim 20 kiloliter biosolar B30 untuk PT Garam (Persero). Pertamina melakukan pengiriman perdana BBM jenis biosolar B30 ke PT Garam sebanyak 5.000 liter yang dipasok oleh Integrated Terminal Surabaya Group ke lokasi PT Garam di Gresik. Pada Selasa (11/8/2020), Pertamina kembali melakukan pengiriman BBM sebanyak 5.000 liter ke lokasi PT Garam di Bipolo, Nusa Tenggara Timur yang disuplai oleh Terminal BBM Tenau. Selain itu, pada Kamis (13/8/2020), Pertamina kembali melakukan pengiriman BBM sebanyak 5.000 liter ke lokasi PT Garam di Sampang, Madura yang dipasok langsung oleh Terminal BBM Camplong. Terakhir, pada Jumat (14/8/2020), Pertamina mengirim 5.000 liter BBM ke lokasi PT Garam di Segoromadu, Jawa Timur yang kembali dipatok langsung oleh Integrated Fuel Terminal Surabaya Group. “Secara total pada 2 minggu pertama bulan Agustus, Pertamina telah mengirimkan BBM jenis Biosolar B30 sebanyak 20.000 liter/20 kl ke lokasi PT Garam,” ujar Akhmad Iqdam Hendrawan, Region Manager Corporate Sales MOR V melalui siaran pers, Senin (17/8/2020). Menurutnya, sinergi antara perusahaan pelat merah tersebut diharapkan dapat memberi nilai lebih baik kedua belah pihak dan masyarakat. Kerja sama tersebut akan berlangsung selama 1 tahun dimulai dari 1 Agustus 2020 sampai dengan 31 Juli 2020. Sesuai dengan perjanjian kerja sama yang telah disepakati kedua belah pihak, Pertamina akan terus memasok biosolar B30 kepada PT Garam mencapai 715.000 liter.

Kebutuhan tersebut untuk dioperasionalkan di pabrik dan pegaraman dari PT Garam yang tersebar di total 9 lokasi, yaitu Pegaraman I Nambakor, Pegaraman IV Gresik Putih, Pegaraman Bipolo, Pegaraman Pamekasan, Pegaraman Sampang, Pabrik Camplong, Pabrik Segoromadu, Pabrik Manyar, dan Pegaraman Manyar. Manager Corporate Communication PT Garam (Persero) Miftahol Arifin menyampaikan harapannya mengenai sinergi yang dilakukan antara Pertamina dengan PT Garam. “Kerja sama ini kita lakukan untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan agar berjalan dengan lancar dan mendukung sinergi antar-BUMN”, ungkapnya.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20200817/44/1280157/pertamina-mor-v-salurkan-20-kiloliter-biosolar-ke-pt-garam

Suaramerdeka.com | Sabtu, 15 Agustus 2020

Elnusa Petrofin Gelar Go Live Penyaluran Biosolar di Kutai Timur

Untuk memperkuat lini bisnisnya dibidang Fuel Storage Management, PT Elnusa Petrofin (EPN) mengadakan Go Live penyaluran BBM Pertamina untuk Industri ke PT Ganda Alam Makmur (GAM) pada Rabu (12/8) waktu setempat di Desa Sempayau Kecamatan Sangkuriang, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Sebelumnya Elnusa Petrofin ditunjuk oleh PT Pertamina (persero) sebagai official handling agent BBM Industri untuk PT GAM sejak awal Agustus 2020, dan kedatangan kapal supply perdana yang membawa 2.000 (dua ribu) Kilo Liter BBM Pertamina jenis Biosolar ke lokasi  PT Ganda Alam Makmur ini menandai Go Live dimulainya operasional VHS Elnusa Petrofin untuk PT GAM. BBM Industri yang disupply dan dikelola oleh Elnusa Petrofin adalah untuk mendukung kegiatan operasional PT GAM yang bergerak dibidang batu bara, sedangkan volume BBM yang dikelola oleh EPN untuk PT GAM saat ini adalah sebesar 5.000 (lima ribu) Kilo Liter per bulannya dan akan terus meningkat sesuai dengan kebutuhan dan target produksi batu bara PT. GAM. PT Ganda Alam Makmur sendiri merupakan anak usaha dari PT Titan Infra Energy dan kerjasama penyaluran, penyimpanan dan pengelolaan BBM Industri ini menggunakan sistem Vendor Held Stock (VHS), di mana Elnusa Petrofin menghantarkan dan mengelola stok BBM Industri di fasilitas penyimpanan yang berada di lokasi site dari PT GAM.

Selama ini, Vendor Held Stock (VHS) merupakan salah satu upaya Elnusa Petrofin  dalam menjamin terjaganya pasokan, dengan menyediakan jasa manajemen bahan bakar sebagai manfaat nilai tambah bagi kepentingan pelanggan. Elnusa Petrofin menjadi official handling agent BBM Pertamina untuk industri dan lini bisnis ini telah berjalan selama kurang lebih 12 tahun telah dipercaya oleh berbagai perusahaan pertambangan ternama di  Indonesia. Kegiatan usaha VHS di PT. EPN berfungsi untuk memastikan BBM di pelanggan tetap tersedia  dalam fasilitas storage  di berbagai lokasi pelanggan yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia. “Dengan kerja sama ini, perusahaan/pelanggan kami dapat melakukan efisiensi sekaligus mendapat jaminan pasokan BBM Pertamina sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dengan harga yang kompetitif. “Secara umum hal ini juga sekaligus menjaga ketahanan energi untuk kebutuhan Industri di Indonesia” kata Direktur Operasional dan Marketing PT Elnusa Petrofin, Nur Kholis.

https://www.suaramerdeka.com/news/ekonomi-dan-bisnis/238100-elnusa-petrofin-gelar-go-live-penyaluran-biosolar-di-kutai-timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *