Menperin Sebut Teknologi Produksi Biofuel Indonesia Kini Menjadi Referensi Dunia

| Artikel
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Merdeka.com | Rabu, 15 Juli 2020

Menperin Sebut Teknologi Produksi Biofuel Indonesia Kini Menjadi Referensi Dunia

Pemerintah bertekad untuk mengurangi tingginya impor bahan bakar minyak (BBM), salah satu programnya adalah pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati. Komitmen pemerintah tersebut telah dibuktikan dalam konsistensi penerapan kebijakan mandatory biodiesel 30 persen (B30) sejak Desember 2019. “Presiden juga telah memerintahkan untuk menambah komposisi pencampuran bahan bakar nabati untuk jenis diesel sampai dengan 40 persen, 50 persen hingga 100 persen, untuk menunjukkan kedaulatan energi nasional yang mandiri dan berdikari,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ketika melakukan kunjungan kerja di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai, Provinsi Riau, Rabu (15/7). Menperin menjelaskan, guna mewujudkan instruksi Presiden Joko Widodo tersebut, rekayasa produk serta proses produksi diesel hijau yang berkualitas tinggi dan keekonomian yang bersaing merupakan kunci utama. Dalam hal ini, tim peneliti dari PT. Pertamina (Persero) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) telah berhasil melakukan rekayasa co-processing minyak sawit, yang membuat Indonesia menjadi salah satu referensi teknologi produksi biofuel dunia. “Di Dumai, kami menyaksikan langsung hasil karya riset dan aplikasi teknologi produksi green diesel (bahan bakar diesel hijau) dari minyak sawit. Kami sangat mengapresiasi hasil kerja keras, ketekunan, dan kepiawaian tim dari ITB di bawah pimpinan Prof. Dr. Soebagjo beserta tim peneliti PT. Pertamina yang telah berhasil mewujudkan teknologi produksi green diesel secara stand alone, dengan Katalis Merah Putih made in Indonesia,” paparnya.

Menteri Agus menambahkan, pengembangan industri diesel hijau merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan kelas petani rakyat sebagai stakeholder utama industri sawit nasional. Artinya, program ini akan lebih banyak memberikan kesejahteraan bagi para petani kelapa sawit. Selain itu, program mandatory biodiesel, termasuk B30, telah dirancang dan dijalankan secara konsisten untuk mencegah turunnya harga CPO global akibat fenomena oversupply dunia. Lebih jauh lagi, kestabilan harga CPO global akan diwujudkan menjadi kestabilan harga beli Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani sehingga menjamin keberlanjutan kehidupan petani rakyat. Tentunya, pencapaian membanggakan ini akan menjadi tonggak baru bagi Indonesia. Sekaligus mengukuhkan PT Pertamina sebagai perusahaan energi berkelas dunia, sejajar dengan pemain bisnis energi global. “Atas nama pemerintah, kami mengucapkan selamat dan sukses kepada PT Pertamina yang telah berhasil mengembangkan teknologi dan menguji secara langsung teknologi Katalis Merah Putih untuk produksi diesel hijau 100 persen dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil),” imbuhnya.

Pemerintah Komitmen Beri Dukungan

Bahkan, Menperin terus mendorong diversifikasi produk bahan bakar yang berbasis nabati, termasuk avtur. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di Indonesia. Sejalan upaya tersebut, Kementerian Perindustrian akan siap memberikan dukungan berupa kemudahan perizinan industri, penyusunan rancangan SNI Katalis, hingga fasilitasi insentif perpajakan seperti tax holiday, tax allowance, dan super deduction tax. Berikutnya, Kemenperin akan fokus pada program pengembangan sistem kemitraan agribisnis antara sektor industri pengolahan sebagai pengguna minyak nabati dan kelompok tani atau koperasi tani sebagai penyedia bahan baku. Kemitraan yang berimbang ini dinilai akan membawa manfaat bagi petani. “Antara lain pengenalan best practice pertanian modern dan sistem pengelolaan menyerupai korporasi, yang akan bermuara pada penguatan posisi tawar petani,” pungkasnya.

https://www.merdeka.com/uang/menperin-sebut-teknologi-produksi-biofuel-indonesia-kini-menjadi-referensi-dunia.html

Agrofarm.co.id | Rabu, 15 Juli 2020

Mampu Produksi Green Diesel Berkualitas, Menperin Yakin RI Siap Daulat Energi

Pemerintah bertekad untuk mengurangi tingginya impor bahan bakar minyak (BBM) dengan salah satu programnya adalah pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati. Komitmen pemerintah tersebut telah dibuktikan dalam konsistensi penerapan kebijakan mandatory biodiesel 30% (B30) sejak Desember 2019 hingga saat ini. Presiden juga telah memerintahkan untuk menambah komposisi pencampuran bahan bakar nabati untuk jenis diesel sampai dengan 40%, 50% hingga 100%, untuk menunjukkan kedaulatan energi nasional yang mandiri dan berdikari, kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ketika melakukan kunjungan kerja di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai, Provinsi Riau, Rabu (15/7/2020). Menperin menjelaskan, guna mewujudkan instruksi Presiden Joko Widodo tersebut, rekayasa produk serta proses produksi diesel hijau yang berkualitas tinggi dan keekonomian yang bersaing merupakan kunci utama. Dalam hal ini, tim peneliti dari PT. Pertamina (Persero) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) telah berhasil melakukan rekayasa co-processing minyak sawit, yang membuat Indonesia menjadi salah satu referensi teknologi produksi biofuel dunia. Di Dumai, kami menyaksikan langsung hasil karya riset dan aplikasi teknologi produksi green diesel (bahan bakar diesel hijau) dari minyak sawit. Kami sangat mengapresiasi hasil kerja keras, ketekunan, dan kepiawaian tim dari ITB di bawah pimpinan Prof. Dr. Soebagjo beserta tim peneliti PT. Pertamina yang telah berhasil mewujudkan teknologi produksi green diesel secara stand alone, dengan Katalis Merah Putih made in Indonesia, paparnya.

Agus menambahkan, pengembangan industri diesel hijau merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan kelas petani rakyat sebagai stakeholder utama industri sawit nasional. Artinya, program ini akan lebih banyak memberikan kesejahteraan bagi para petani kelapa sawit. Selain itu, program mandatory biodiesel, termasuk B30, telah dirancang dan dijalankan secara konsisten untuk mencegah turunnya harga CPO global akibat fenomena oversupply dunia, tuturnya. Lebih jauh lagi, kestabilan harga CPO global akan diwujudkan menjadi kestabilan harga beli Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani, sehingga menjamin keberlanjutan kehidupan petani rakyat. Tentunya, pencapaian membanggakan ini akan menjadi tonggak baru bagi Indonesia, sekaligus mengukuhkan PT Pertamina sebagai perusahaan energi berkelas dunia, sejajar dengan pemain bisnis energi global. Atas nama pemerintah, kami mengucapkan selamat dan sukses kepada PT Pertamina yang telah berhasil mengembangkan teknologi dan menguji secara langsung teknologi Katalis Merah Putih untuk produksi diesel hijau 100% dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil), imbuhnya. Bahkan, Menperin terus mendorong diversifikasi produk bahan bakar yang berbasis nabati, termasuk avtur. Kami minta juga energi berbasis nabati nantinya tidak hanya berasal dari CPO saja, tetapi komoditas lain yang bisa dikembangkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di Indonesia, ujarnya.

Menurut Agus, inovasi tersebut menjadi momen tepat untuk menyampaikan pesan bahwa Indonesia akan mandiri dalam penyediaan energi nasional di tengah maraknya kampanye negatif terhadap minyak sawit Indonesia oleh Uni Eropa dan negara importir lainnya. Indonesia akan mengurangi impor BBM dan menggantinya dengan bahan bakar hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, tegasnya. Di samping itu, penguasaan lisensi teknologi produksi katalis di dalam negeri akan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi katalis dan mengurangi ketergantungan impor. Kami sangat mendukung rencana pembangunan pabrik katalis skala besar atau komersial. Apalagi, hampir seluruh produksi bahan kimia membutuhkan katalis sebagai jantung proses produksi, sehingga pasar katalis dalam negeri menjadi sangat potensial, tandasnya. Sejalan upaya tersebut, Kementerian Perindustrian akan siap memberikan dukungan berupa kemudahan perizinan industri, penyusunan rancangan SNI Katalis, hingga fasilitasi insentif perpajakan seperti tax holiday, tax allowance, dan super deduction tax. Selama ini, kami turut berpartisipasi aktif dalam penyusunan kebijakan dan pengembangan teknologi produksi bahan bakar hijau, termasuk diesel hijau, jelasnya.

Menteri AGK mengemukakan, setelah produksi diesel hijau 100% dari RBD Palm Oil, ke depannya ada potensi bahan baku alternatif berupa Industrial Vegetable Oil/Industrial Lauric Oil (IVO/ILO) yang spesifikasinya memenuhi technical requirement Katalis Merah Putih dengan biaya produksi yang lebih ekonomis. Pada tahun 2019, Kemenperin melalui Ditjen Industri Agro telah menyelesaikan penyusunan SNI untuk produk IVO/ILO sebagai bahan baku industri Greenfuel dengan kode SNI 8875:2020 Minyak Nabati untuk Produksi Biohidrokarbon, ungkapnya. Berikutnya, Kemenperin akan fokus pada program pengembangan sistem kemitraan agribisnis antara sektor industri pengolahan sebagai pengguna minyak nabati dan kelompok tani atau koperasi tani sebagai penyedia bahan baku. Kemitraan yang berimbang ini akan membawa manfaat bagi petani, anatar lain pengenalan best practice pertanian modern dan sistem pengelolaan menyerupai korporasi, yang akan bermuara pada penguatan posisi tawar petani, pungkasnya.

Akurat.co | Rabu, 15 Juli 2020

Misbakhun Usul BPDPKS Investasi Bangun Kilang Biofuel

Komisi XI DPR telah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirut BLU Kementerian Keuangan yakni Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengenai kinerja dan akuntabilitas keuangan  di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (15/7/2020). Dalam RDP tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengusulkan agar BPDPKS melakukan investasi untuk membangun Kilang Biofuel di Tanah Air. “Tadi kita mengatakan kenapa itu tidak kemudian BPDPKS menginvestasikan untuk membangun refinery biofuel. Saya sudah tidak mengatakan B30, B100, langsung saja kita Kilang Biofuel. Kalau kita ngomong kemudian ekologikal reason alasan itu sangat masuk akal,” katanya. Legislator Golkar ini menyebut usulannya sebagai konsep besar yang mampu memberi dampak positif untuk kedaulatan energi di dalam negeri. “Berapa sih yang kita investasikan untuk refinery biofuel, kita langsung lompat saja lebih advance dan lebih jauh tetapi dengan konsep yang lebih besar dari sisi stabilitator harga dan lain-lain,” jelasnya. Di sisi lain, katanya, lebih penting lagi adalah Indonesia bisa terbebas dari jebakan isu lingkungan seperi black campaign terhadap kelapa sawit Indonesia. “Kita sudah tidak terjebak terhadap isu lingkungan, isu-isu yang disebutkan oleh para pemain lingkungan di Eropa,” katanya. Selain itu, investasi untuk refinery biofuel juga mampu mengatasi persoalan defisit neraca dagang atau Current Account Deficit (CAD), meningkatkan renewable energy, mengurangi polusi dan memperbaiki industri otomotif dalam negeri. “Renewable energy bisa kita dapatkan, CAD bisa kita dapatkan. Polusi di jalan bisa kita kurangi, struktur industri otomotif bisa kita perbaiki. Konsep besar ini apakah sudah pernah direncanakan pemerintah?” tambahnya.

https://akurat.co/ekonomi/id-1166258-read-misbakhun-usul-bpdpks-investasi-bangun-kilang-biofuel

Kontan.co.id | Kamis, 16 Juli 2020

Produk D100, bahan bakar 100% sawit besutan Pertamina

Janji Presiden Jokowi membuat bahan bakar dengan memakai 100% nabati sudah terwujud. Adalah Pertamina Research & Technology Center (RTC)-ITB yang merealisasikan hal itu dengan meluncurkan produk D100 hari ini. Sebagai uji coba, Toyota Inova sudah memakai produk D100 dan hasilnya tidak jauh berbeda dengan memakai bahan bakar minyak (BBM). Bedanya, produk D100 ini sangat ramah lingkungan. Seperti diketahui sebelumnya, Presiden Joko Widodo optimistis Indonesia mampu mendorong penggunaan alternatif energi untuk menekan impor minyak dan gas bumi. Saat ini, Indonesia telah memulai program B20 yang merupakan campuran solar dengan 20% biodiesel. Selanjutnya, Indonesia bergerak menuju penggunaan B30. Jokowi optimistis penggunaan biodiesel ini akan lebih banyak pada masa mendatang. “Tapi kita bisa lebih dari itu, kita bisa membuat B100,” ujar Jokowi dalam beberapa kesempatan. Program 100% memakai sumber daya nabati untuk bahan bakar tampaknya kini menjadi kenyataan. Pertamina hari ini meresmikan ujicoba produk 100% memakai sawit atau dinamakan Bahan Bakar Sawit (BBS). Program dengan nama Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100% yang menghasilkan produk Green Diesel (D-100) kini sudah diproduksi sebanyak 1.000 barel per hari di fasilitas existing Kilang Dumai. 

RBDPO adalah minyak kelapa sawit atau CPO yang telah diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya. Uji coba pengolahan produksi yang dilakukan pada 2-9 Juli 2020 tersebut merupakan ujicoba ketiga setelah sebelumnya melakukan uji coba mengolah RBDPO melalui co-processing hingga 7.5% dan 12,5%. Keberhasilan tersebut mendapat dukungan penuh Pemerintah melalui kunjungan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ke Unit DHDT Refinery Unit (RU) II Dumai Rabu (15/7) sekaligus menerima contoh produk D-100 dari Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati. Menteri Perindustrian Agus Gumiwan Kartasasmita menyampaikan bahwa hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mengawal implementasi Program Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam rangka mengoptimalkan sumber daya alam yang berlimpah di Indonesia, khususnya kelapa sawit, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan para petani. “Saya mengucapkan selamat kepada rekan-rekan di Pertamina, khususnya di Kilang Dumai yang telah membuktikan bahwa kita mampu. Keberanian yang diambil Pertamina ini luar biasa, prosesnya sejak tahun 2019 sampai hari ini juga sangat cepat. Kita sama-sama bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan anak negeri dan Pemerintah akan selalu mengawal Pertamina,” ucapnya. Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati juga menyampaikan apresiasi atas dukungan Pemerintah kepada Pertamina untuk mewujudkan produk bahan bakar dengan menyerap bahan baku dalam negeri, dalam rangka mewujudkan kedaulatan dan ketahanan energi nasional. “Terima kasih kepada Pemerintah dan seluruh pihak terkait atas dukungan penuhnya kepada Pertamina. Dari uji coba ini menunjukkan bahwa dari sisi kilang dan katalis kita sudah siap, selanjutnya kita perlu memikirkan agar sisi keekonomiannya juga dapat tercapai,” kata Nicke.

Menurut Nicke, hadirnya inovasi yang menghasilkan produk green energy tersebut telah menjawab tantangan energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus tantangan penyerapan minyak sawit yang saat ini produksinya mencapai angka 42 hingga 46 Juta Metric Ton dengan serapannya sebagai FAME (Fatty Acid Methyl Ester) sekitar 11,5%. Pada saat yang bersamaan, di kilang Plaju, Pertamina juga akan membangun unit green diesel dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 barel per hari. “Hal ini membuktikan bahwa secara kompetensi dan kapabilitas Pertamina pada khususnya dan anak negeri pada umumnya memliki kemampuan dan daya saing dalam menciptakan inovasi, terbukti bahwa kita mampu memproduksi bahan bakar reneawable yang pertama di Indonesia dan  hasilnya tidak kalah dengan perusahaan  kelas dunia,” ujarnya. Pengolahan RBDPO menjadi D-100 di kilang Dumai, lanjutnya, dapat direaksikan dengan bantuan katalis dan gas hidrogen untuk menghasilkan product Green Diesel. “Katalis yang digunakan adalah Katalis Merah Putih yang produksi putra putri terbaik bangsa di Pertamina Research and Technology Centre bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung,” ungkap Nicke.

https://industri.kontan.co.id/news/produk-d100-bahan-bakar-100-sawit-besutan-pertamina?page=all

CNBCIndonesia.com | Rabu, 15 Juli 2020

Pertamina Siap Produksi Green Diesel D-100 Pertama di RI

PT Pertamina (Persero) kembali mencatat capaian positif dan memperkuat komitmen inovasi berkelanjutan dengan sukses mengolah Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100% yang menghasilkan produk Green Diesel (D-100) mencapai 1.000 barel per hari di fasilitas existing Kilang Dumai. RBDPO adalah minyak kelapa sawit atau CPO yang telah diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya. Uji coba pengolahan produksi yang dilakukan pada 2 – 9 Juli 2020 tersebut merupakan ujicoba ketiga setelah sebelumnya melakukan uji coba mengolah RBDPO melalui co-processing hingga 7,5% dan 12,5%. Keberhasilan tersebut mendapat dukungan penuh Pemerintah melalui kunjungan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ke Unit DHDT Refinery Unit (RU) II Dumai Rabu (15/7) sekaligus menerima contoh produk D-100 dari Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati. Dalam kunjungannya, Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mengawal implementasi Program Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam rangka mengoptimalkan sumber daya alam yang berlimpah di Indonesia, khususnya kelapa sawit, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan para petani. “Saya mengucapkan selamat kepada rekan-rekan di Pertamina, khususnya di Kilang Dumai yang telah membuktikan bahwa kita mampu. Keberanian yang diambil Pertamina ini luar biasa, prosesnya sejak tahun 2019 sampai hari ini juga sangat cepat. Kita sama-sama bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan anak negeri dan Pemerintah akan selalu mengawal Pertamina,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati juga menyampaikan apresiasi atas dukungan Pemerintah kepada Pertamina untuk mewujudkan produk bahan bakar dengan menyerap bahan baku dalam negeri, dalam rangka mewujudkan kedaulatan dan ketahanan energi nasional. “Terima kasih kepada Pemerintah dan seluruh pihak terkait atas dukungan penuhnya kepada Pertamina. Dari uji coba ini menunjukkan bahwa dari sisi kilang dan katalis kita sudah siap, selanjutnya kita perlu memikirkan agar sisi keekonomiannya juga dapat tercapai,” kata Nicke. Menurut Nicke, hadirnya inovasi yang menghasilkan produk green energy tersebut telah menjawab tantangan energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus tantangan penyerapan minyak sawit yang saat ini produksinya mencapai angka 42 hingga 46 Juta Metric Ton dengan serapannya sebagai FAME (Fatty Acid Methyl Ester) sekitar 11.5 %. Pada saat yang bersamaan, di kilang Plaju, Pertamina juga akan membangun unit green diesel dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 barel per hari. “Hal ini membuktikan bahwa secara kompetensi dan kapabilitas Pertamina pada khususnya dan anak negeri pada umumnya memliki kemampuan dan daya saing dalam menciptakan inovasi, terbukti bahwa kita mampu memproduksi bahan bakar reneawable yang pertama di Indonesia dan hasilnya tidak kalah dengan perusahaan kelas dunia,” tambahnya. Pengolahan RBDPO menjadi D-100 di kilang Dumai, lanjutnya, dapat direaksikan dengan bantuan katalis dan gas hidrogen untuk menghasilkan product Green Diesel. “Katalis yang digunakan adalah Katalis Merah Putih yang produksi putra putri terbaik bangsa di Pertamina Research and Technology Centre bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung,” tandas Nicke.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200715173238-4-172994/pertamina-siap-produksi-green-diesel-d-100-pertama-di-ri

Tribunnews.com | Rabu, 15 Juli 2020

Ernando Pastikan Isuzu Sudah Siap Soal Standar Euro 4

Pemerintah terus mendorong persiapan pelaku usaha menerapkan standar emisi Euro 4, yang mensyaratkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan RON minimal 92, dan biodiesel 30 persen atau B30. Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian (Kemperin), Putu Juli Ardika mengatakan, penerapan Euro 4 akan berdampak positif bagi industri otomotif, di mana saat ini mayoritas negara lain sudah menggunakan standar itu. “Jika Indonesia memakai standar yang sama, pabrikan di Indonesia dapat mengekspor kendaraan secara efisien lewat satu jalur produksi. Sehingga, pabrikan otomotif Indonesia akan berdaya saing kuat di pasar global,” katanya, dalam siaran tertulis, Selasa (14/7). Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita berharap, industri otomotif mendukung program pemerintah, termasuk penerapan Euro 4 dan B30. Penerapan standar emisi Euro 4 untuk kendaraan berbahan bakar solar di Indonesia sedianya dilaksanakan pada April 2021, tetapi karena adanya pandemi covid-19, pelaksananaya ditunda hingga April 2022.

Hal itu tercantum dalam Surat Penundaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) No S 786/MENLHK-PPKL/SET/PKL.3/5/2020 tanggal 20 Mei 2020. Sedangkan, standar Euro 4 untuk kendaraan berbahan bakar bensin telah dilakukan pada 2018. Dukungan juga diberikan Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Zaldy Ilham Masita. Hanya saja, ia meminta pemerintah mengkaji lebih komprehensif sebelum menerapkan standar emisi gas buang Euro 4 untuk kendaraan bermesin diesel. Hal itu mengingat saat ini ada keraguan apakah mesin diesel Euro 4 bisa mengonsumsi B30. “Sehingga, pengecekan secara menyeluruh dan pengujian mesin perlu dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan mesin diesel Euro 4 aman memakai bahan bakar B30,” paparnya. Adapun, Presiden Direktur PT Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI), Ernando Demily menyatakan, sebagai produsen mobil komersial, pihaknya sangat mendukung kebijakan pemerintah soal penerapan standar emisi Euro 4.

Kompatibel

Terlebih, Isuzu sejak 2011 sudah menggunakan teknologi common rail yang kompatibel dengan BBM solar Euro 4. Ia menyebut, tahun lalu Isuzu juga telah menggunakan teknologi common rail untuk Isuzu Elf. Meski demikian, ia mengakui, penerapan Euro 4 dan bio diesel 30 (B30) dalam waktu bersamaan merupakan tantangan tersendiri bagi produsen dalam memproduksi mobil yang kompatibel. Dengan kondisi itu, Ernando berujar, sejak pemerintah memutuskan menerapkan Euro 4 dan B30 secara  bersamaan, pihaknya langsung bekerja sama dengan prinsipal di Jepang untuk mempersiapkan produk yang mampu mengakomodasi Euro 4 dan B30. “Untuk saat ini kami sudah siap mengimplementasi keduanya secara bersamaan,” tukasnya. Terpisah, VP of Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menuturkan, pihaknya siap memasok BBM sesuai dengan standar emisi Euro 4 untuk kendaraan bermesin diesel. “Saat ini Pertamina masih fokus pada Pertamax dan Pertamax Turbo untuk kendaraan berbahan bakar bensin. Tetapi, jika aturan standar emisi Euro 4 diterapkan pada 2022, Pertamina siap memproduksi BBM sesuai dengan kebutuhan itu. Untuk saat ini, Pertamina masih fokus pada edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat,” terangnya.

https://jateng.tribunnews.com/2020/07/15/ernando-pastikan-isuzu-sudah-siap-soal-standar-euro-4?page=all

Bisnis.com | Rabu, 15 Juli 2020

Corona Masih Bayangi Ekspor Impor, Pemerintah Perlu Akselerasi Permintaan Domestik

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus senilai US$1,27 miliar, terutama ditopang oleh peningkatan ekspor. Peningkatan ekspor ini didorong oleh beberapa produk unggulan Indonesia, seperti mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), serta bijih, terak, dan abu logam (HS 26). Ketiganya masing-masing mengalami kenaikan sebesar US$197,2 juta, US$168,6 juta, dan US$146,2 juta. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan kenaikan kinerja ekspor tersebut memberikan indikasi awal bahwa mitra dagang utama Indonesia seperti China dan India mulai menunjukkan pemulihan ekonomi, terindikasi dari peningkatan aktivitas manufaktur. Di samping itu, pada Juni 2020, terjadi kenaikan impor non-migas, yang didorong oleh barang modal, terutama dari mesin dan peralatan mekanis (HS 84) dan mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85). “Kenaikan barang-barang modal ini menandakan bahwa industri pengolahan di Indonesia mulai pulih seiring dengan pelonggaran PSBB di berbagai daerah, yang sebelumnya juga sudah terindikasi dari PMI Manufacturing Indonesia yang mengalami kenaikan ke angka 39,1,” katanya, Rabu (15/7/2020).

Meskipun kinerja ekspor dan impor pada Juni 2020 mulai menunjukkan tren positif, kata Josua, perkembangan kinerja ekspor dan impor dalam beberapa bulan ke depan masih diliputi ketidakpastian dari perkembangan kasus Covid-19 secara global. Josua menilai pemerintah perlu mengakselerasi permintaan dalam negeri untuk komoditas-komoditas utama ekspor Indonesia, mengingat masih rendahnya harga komoditas ekspor tersebut. “Dengan adanya peningkatan konsumsi, maka diharapkan harga komoditas global juga ikut terdorong, yang kemudian akan berdampak positif pada nilai ekspor Indonesia,” katanya. Menurutnya, komoditas yang bisa diintervensi pemerintah melalui permintaan adalah crude palm oil (CPO) dan batu bara. Intervensi untuk CPO dapat melalui percepatan implementasi biodiesel B40, sementara untuk intervensi di batu bara dapat melalui peningkatan kapasitas dari pembangkit-pembangkit listrik yang menggunakan batu bara.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20200715/9/1266482/corona-masih-bayangi-ekspor-impor-pemerintah-perlu-akselerasi-permintaan-domestik

Pikiran-rakyat.com | Rabu, 15 Juli 2020

Pemerintah Tunda Regulasi Euro 4 Kendaraan Niaga Hingga 2022, Isuzu Dukung Aturan

Dalam keadaan yang penuh ketidakpastian karena pandemi Covid-19, PT Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI) mencoba memetakan perubahan signifikan terkait regulasi pemerintah yang mempengaruhi bisnis di segmen kendaraan komersial di Indonesia. Perubahan tersebut disebabkan oleh penerapan tegas regulasi anti ODOL (Over Load, Over Dimesion), implementasi bahan bakar bio solar B30, dan implementasi EURO4 pada kendaraan niaga. Regulasi anti ODOL sebenarnya bukanlah sebuah kebijakan baru, namun dengan semakin tegasnya pemerintah mengatasi kendaraan niaga yang over load dan over dimensi mengindikasikan keseriusan pemerintah menciptakan ekosistem yang sehat untuk pebisnis maupun untuk keselematan pengendara di jalan raya. Dengan ditegaskannya penerapan aturan anti ODOL dari sudut padang pengusaha truk akan menambah beban operational dan tarif dasar logistik. Para pengusaha harus mencari cara untuk dapat mengefisienkan biaya kepemilikan dan operasional kendaraan niaga. B Selain itu, pemerintah juga telah menerapkan implementasi bahan bakar solar B30 pada kendaraan niaga, dengan kebijakan ini muncul kekhawatiran dari pengusaha pada kondisi kendaraan niaga yang mereka gunakan. Terkait hal ini, Isuzu telah melakukan study serta penyesuaian, dan Isuzu menyatakan bahwa unitnya siap untuk menggunakan bahan bakar B30 selama tetap melakukan perawatan berkala. Terkait pandemi Covid -19, pemerintah mengambil langkah untuk menunda implementasi EURO4 pada kendaraan niaga yang direncanakan pada April 2021 ditunda menjadi April 2022. Isuzu sebagai bagian dari GAIKINDO (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonsesia) menyetujui langkah pemerintah melakukan penundaan penerapan kebijakan EURO4. Hal ini didasari pada loyonya ekonomi yang akan membuat pebisnis enggan untuk berinvestasi pada kendaraan niaga. Sebagai partner, Isuzu Indonesia tentunya menyadari bahwa hal ini tentu akan memberatkan para pebisnis karena biaya investasi untuk penggantian seluruh armada tidak akan murah. Meski demikian, PT Isuzu Astra Motor Indonesia selaku perusahaan manufaktur kendaraan niaga tetap mendukung aturan pemerintah pada penerapan implementasi EURO4 karena dalam jangka panjang akan meningkatkan daya saing industri otomotif Indonesia di level global. Isuzu sendiri, telah memperkenalkan teknologi mesin commonrail yang menjadi standard pada saat kebijakan EURO4 diterapkan sejak tahun 2011 di unit Isuzu Giga. “Isuzu GIGA adalah medium truk pertama di Indonesia yang sudah menggunakan mesin commonrail yang readu EURO4, dan pada saat ini kami sedang mempersiapkan segala sesuatunya akan pada saat implementasi berlangsung seluruh ekosistem kami telah siap” jelas Ernando Demily Presiden Direktur PT Isuzu Astra Motor Indonesia. “Sejak pemerintah mengatakan akan mengimplementasikan Eruo4, maka kami segera bersiap diri, begitu pula dengan kebijakan bahan bakar bio diesel B30, seluruh engineer kami di Indonesia bekerja sama dengan prinsipal kami di Jepang segera mempersiapkan produk yang sesuai”, tambahnya.

https://semarangku.pikiran-rakyat.com/otomotif/pr-31597819/pemerintah-tunda-regulasi-euro-4-kendaraan-niaga-hingga-2022-isuzu-dukung-aturan

Indo Pos | Kamis, 16 Juli 2020

Dorong Pemanfaatan Minyak Sawit

Pemerintah bertekad untuk mengurangi tingginya impor bahan bakar minyak (BBM) dengan salah satu programnya adalah pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati. Komitmen pemerintah tersebut dibuktikan dalam konsistensi penerapan kebijakan mandatory biodiesel 30 persen (B30) sejak Desember 2019 hingga saat ini. “Presiden juga telah memerintahkan untuk menambah komposisi pencampuran bahan bakar nabati untuk jenis diesel sampai dengan 40 persen, 50 persen hingga 100 persen, untuk menunjukkan kedaulatan energi nasional yang mandiri dan berdikari,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Rabu (15/7/2020). Menperin menyampaikan hal tersebut ketika melakukan kunjungan kerja di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai, Provinsi Riau. Agus menjelaskan, guna mewujudkan instruksi Presiden Joko Widodo tersebut, rekayasa produk serta proses produksi diesel hijau yang berkualitas tinggi dan keekonomian yang bersaing merupakan kunci utama. Dalam hal ini, tim peneliti dari PT Pertamina (Persero) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) telah berhasil melakukan rekayasa co-processing minyak sawit, yang membuat Indonesia menjadi salah satu referensi teknologi produksi biofuel dunia. Di Dumai, Menperin menyaksikan langsung hasil karya riset dan aplikasi teknologi produksi green diesel (bahan bakar diesel hijau) dari minyak sawit. “Kami sangat mengapresiasi hasil kerja keras, ketekunan, dan kepiawaian tim dari ITB di bawah pimpinan Prof Dr Soebagjo beserta tim peneliti PT Pertamina yang telah berhasil mewujudkan teknologi produksi green dieselse-cara stand alone, dengan Katalis Merah Putih made in Indonesia,” paparnya,

Investor Daily Indonesia | Kamis, 16 Juli 2020

Pertamina Berhasil Uji Coba BBM dari 100% Minyak Sawit

PT Pertamina (Persero) sukses mengolah minyak Kelapa Sawit 100% menjadi produk bahan bakar minyak berupa Green Diesel (D-100) mencapai 1.000 barel per hari di fasilitas existing Kilang Dumai. Minyak Kelapa Sawit tersebut diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya, atau disebut Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO). Uji coba pengolahan produksi yang dilakukan pada 2 – 9 Juli 2020 tersebut merupakan ujicoba ketiga setelah sebelumnya melakukan uji coba mengolah RBDPO melalui co-processing hingga 7.5% dan 12,5%. Keberhasilan tersebut mendapat dukungan penuh Pemerintah melalui kunjungan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ke Unit DHDT Refinery Unit (RU) II Dumai Rabu (15/7) sekaligus menerima contoh produk D-100 dari Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Dalam kunjungannya, Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwan Kartasasmita menyampaikan bahwa hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mengawal implementasi Program Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam rangka mengoptimalkan sumber daya alam yang berlimpah di Indonesia, khususnya kelapa sawit, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan para petani. “Saya mengucapkan selamat kepada rekan-rekan di Pertamina, khususnya di Kilang Dumai yang telah membuktikan bahwa kita mampu. Keberanian yang diambil Pertamina ini luar biasa, prosesnya sejak tahun 2019 sampai hari ini juga sangat cepat. Kita sama-sama bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan anak negeri dan Pemerintah akan selalu mengawal Pertamina,”ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati juga menyampaikan apresiasi atas dukungan Pemerintah kepada Pertamina untuk mewujudkan produk bahan bakar dengan menyerap bahan baku dalam negeri, dalam rangka mewujudkan kedaulatan dan ketahanan energi nasional. “Terima kasih kepada Pemerintah dan seluruh pihak terkait atas dukungan penuhnya kepada Pertamina. Dari uji coba ini menunjukkan bahwa dari sisi kilang dan katalis kita sudah siap, selanjutnya kita perlu memikirkan agar sisi keekonomiannya juga dapat tercapai,” kata Nicke. Menurut Nicke, hadirnya inovasi yang menghasilkan produk green energy tersebut telah menjawab tantangan energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus tantangan penyerapan minyak sawit yang saat ini produksinya mencapai angka 42 hingga 46 juta metrik ton dengan serapannya sebagai FAME {Fatty Acid Methyl Ester) sekitar 11.5 %. Pada saat yang bersamaan, di kilang Plaju, Pertamina juga akan membangun unit green diesel dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 barel per hari. “Hal ini membuktikan bahwa secara kompetensi dan kapabilitas Pertamina pada khususnya dan anak negeri pada umumnya memliki kemampuan dan daya saing dalam menciptakan inovasi, terbukti bahwa kita mampu memproduksi bahan bakar renewable yang pertama di Indonesia dan hasilnya tidak kalah dengan perusahaan kelas dunia,”tambahnya. Pengolahan RBDPO menjadi D-100 di kilang Dumai, lanjutnya, dapat direaksikan dengan bantuan katalis dan gas hidrogen untuk menghasilkan product Green Diesel. “Katalis yang digunakan adalah Katalis Merah Putih yang produksi putra putri terbaik bangsa di Pertamina Research and Technology Centre bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung,”tandas Nicke. Sedangkan Kepala Laboratorium Teknologi Reaksi Kimia, Prof Su-bagjo menyebutkan, pengembangan katalis ini telah dilakukan sejak 2009, hingga terciptanya katalis generasi kedua yang telah secara optimal mejadi elemen pendukung co-processing di kilang RU II Dumai. Dari hasil uji coba, pengolahan dengan sistem co-processing di unit DHDT ini, dapat menyerap/eerf RBDPO, hingga 12%// pencampuran langsung RBDPO, dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan komponen gasoil dengan kualitas lebih tinggi dan bahan bakar solar ramah lingkungan. Pada kesempatan tersebut, dilakukan pula road test oleh Menperin dan Dirut Pertamina menggunakan kendaraan Toyota dengan komposisi bahan bakar yakni FAME sebanyak 30%, Dexlite 50% dan D100 sebanyak 20% dengan hasil yang memuaskan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *