Pengembangan dan Penggunaan Biodiesel Harus Berkelanjutan

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Beritasatu.com | Selasa, 13 Juli 2021

Pengembangan dan Penggunaan Biodiesel Harus Berkelanjutan

Pemerintah telah mengamanatkan pengembangan dan penggunaan biodiesel sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dari BAU (business as usual) pada tahun 2030. Mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia tersebut, PT Shell Indonesia kembali menggelar acara Shell ExpertConnect dengan topik “Penggunaan Biodiesel Sekarang dan Masa Depan” secara virtual, Selasa (13/7/2021). Direktur Pelumas Shell Indonesia, Andri Pratiwa, mengatakan biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang menjadi energi alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. “Sifatnya yang degradable atau mudah terurai dengan emisi yang lebih rendah dibanding dari emisi hasil pembakaran bahan bakar fosil, menjadikan penggunaan biodiesel dapat meningkatkan kualitas lingkungan,” jelas Andri di acara yang dihadiri lebih dari 700 pelaku usaha ini. Indonesia sendiri telah memanfaatkan biodiesel sejak tahun 2008, dan pemanfaatannya secara nasional terus dikembangkan, baik dari segi volume, campuran ataupun jumlah perusahaan yang terlibat dalam bidang ini. Andri Pratiwa mengatakan, sebagai perusahaan energi dunia, perusahaannya senantiasa mendukung penggunaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, hal ini sejalan dengan strategi global Shell “Powering Progress”. “Melalui forum Shell ExpertConnect ini kami berharap terjadi tukar informasi, pengetahuan dan praktek terbaik untuk mensukseskan implementasi program B30 dan persiapan implementasi mandatori B40,” kata Andri. Melihat keberhasilan implementasi program B20, pemerintah telah menerapkan kebijakan mandatori B30 (campuran 30% biodiesel dan 70% bahan bakar minyak jenis solar) sejak Januari 2020. Peneliti Bahan Bakar Lemigas, Dr Riesta Anggarani mengatakan, pemerintah terus mendorong kesuksesan implementasi program B30, khususnya dalam memastikan semua BBM jenis minyak solar yang ada di dalam negeri dicampur dengan biodiesel sebesar 30%. “Sementara untuk program mandatori B40 hingga saat ini masih dalam tahap pengkajian baik teknis maupun keekonomian, sehingga penerapannya diperkirakan tidak akan dalam waktu dekat,” tandasnya. Pada kesempatan yang sama, Shell Asia Pacific Product App Specialist , Mohammad Rachman Hidayat, mengatakan, berdasarkan data dan pengalaman, pihaknya menganjurkan untuk menggunakan engine oil dengan standar API-CI4 yang terbukti memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasi jelaga hasil pembakaran dari bahan bakar B30 atau lebih. Hal ini disebabkan API CI-4 memiliki soot handling lebih baik dibandingkan engine oil monograde. Bukti di lapangan juga menunjukkan penggunaan pelumas mesin standar API-CI4 dapat melindungi piston lebih sempurna,” tandasnya.

 

https://www.beritasatu.com/otomotif/800075/pengembangan-dan-penggunaan-biodiesel-harus-berkelanjutan

 

Kabaroto.com | Rabu, 14 Juli 2021

Shell Gelar Diskusi Penggunaan Biodiesel Di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah mengamanatkan pengembangan dan penggunaan biodiesel sebagai upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dari BAU (Business as Usual) pada tahun 2030. Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang menjadi energi alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Sifatnya yang degradable (mudah terurai) dengan emisi yang lebih rendah dibanding dari emisi hasil pembakaran bahan bakar fosil, menjadikan penggunaan biodiesel dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Andri Pratiwa, Direktur Pelumas Shell Indonesia mengatakan sebagai perusahaan energi dunia, Shell senantiasa mendukung penggunaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, hal ini sejalan dengan strategi global Shell ‘Powering Progress’. “Melalui forum Shell ExpertConnect ini kami berharap terjadi tukar informasi, pengetahuan dan praktek terbaik untuk mensukseskan implementasi program B30 dan persiapan implementasi mandatori B40,” lanjut Andri. Sebagai informasi, Indonesia sendiri telah memanfaatkan biodiesel sejak tahun 2008, dan pemanfaatannya secara nasional terus dikembangkan, baik dari segi volume, campuran ataupun jumlah perusahaan yang terlibat dalam bidang ini. Sementara itu, Dr. Riesta Anggarani, Peneliti Bahan Bakar – LEMIGAS mengatakan Pemerintah terus mendorong kesuksesan implementasi program B30, khususnya dalam memastikan semua BBM jenis minyak solar yang ada di dalam negeri dicampur dengan biodiesel sebesar 30%. “Untuk program mandatori B40 hingga saat ini masih dalam tahap pengkajian baik teknis maupun keekonomian, sehingga penerapannya diperkirakan tidak akan dalam waktu dekat,” jelas Riesta.

 

https://kabaroto.com/post/read/shell-gelar-diskusi-penggunaan-biodiesel-di-indonesia

 

Detik.com | Selasa, 13 Juli 2021

Membangun Komunitas Energi

Target bauran energi primer nasional telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Pencapaian tahun 2020 bauran energi primer nasional pada energi baru terbarukan (EBT) sebesar 11,2% (esdm.go.id). Sedangkan tahun 2025 ditetapkan sebesar 23%. Ada beberapa upaya dalam mencapai hal itu, di antaranya percepatan pengembangan EBT dengan program B30 dan konversi secara bertahap energi primer yang bersumber dari fosil ke sumber non fosil. Selain itu, dalam upaya mendorong pemenuhan akses energi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meluncurkan secara resmi program Patriot Energi. Dilansir esdm.go.id, tujuan Patriot Energi adalah mendorong generasi muda terlibat aktif mendampingi, mengembangkan, dan membangun pembangkit EBT. Sekaligus mengelola pembangkit EBT dengan memanfaatkan potensi energi lokal. Program Patriot Energi sudah pernah ada pada tahun 2015-2016. Mereka diterjunkan di 160 desa, 18 Provinsi dengan rentang waktu selama 5 bulan hingga 12 bulan. Lokasinya pun beragam, mulai dari Kepulauan Mentawai hingga Papua.

Desa Mandiri Energi

Sejalan dengan hal itu, ada sosok Tri Mumpuni yang membangun desa terpencil dengan mengaliri listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro. Dilansir dw.com, ia berpendapat desa banyak ditinggal pemudanya karena pembangunannya tidak dilakukan dengan benar. Tri memberikan solusinya dengan desa mandiri energi yang melibatkan para warganya. Melalui Tri kita belajar bagaimana memanfaatkan sumber daya alam di pedesaan yang melimpah. Menguatkan potensi energi lokal setempat, dengan kearifan budaya yang terus dipertahankan. Sekaligus memberikan penerangan bagi warga desa setempat. Pada webinar “Sinergi Energi dan Perubahan Iklim” (30/6) yang diadakan Pojok Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tri mendorong para pihak untuk membantu rakyat dalam penggunaan energi bersih dan kemudahan aksesnya. Sehingga distribusi listrik yang mudah dapat dijalankan, sekaligus mengurangi tingkat kemiskinan (den.go.id).

Membangun Komunitas Lokal

Hampir 76 tahun negara ini merdeka, namun masih ada saudara kita yang belum menikmati listrik. Maka anak muda yang ikut Patriot Energi dapat berperan untuk menebar asa di seluruh pelosok Nusantara. Memberikan penerangan (literally) kepada masyarakat yang membutuhkan. Lebih dari itu, mereka juga sangat dapat memberikan pencerahan pada literasi yang faktual dan memberikan kebenaran informasi kepada warga. Anak-anak muda yang memiliki semangat untuk membangun bangsa melalui jiwa patriot selalu diharapkan untuk terus ada dan berkembang. Mereka membangun komunitas lokal, untuk memahami penggunaan pembangkit listrik EBT di desanya. Mengetahui bahwa “ini” hoaks, yang betul “itu”. Agar mereka mandiri energi, juga paham informasi energi. Dengan itu, anak-anak desa dapat belajar dengan lebih baik, lebih lama, dan harapannya tentu meraih cita-cita yang gemilang. Tentunya, hal ini perlu terus didorong dan didukung oleh semua pihak. Pertama, sebagai pemuda harus ikut aktif memberikan kontribusi pada negara, turun ke desa-desa. Pemuda dapat memberikan sumbangsih pada saudaranya di pedalaman. Sehingga, dengan ini dapat memberikan penerangan baik listrik, maupun informasi kepada warga. Pemerintah tentunya memberikan program yang mendorong pemuda untuk ikut aktif ke desa-desa. Aturan yang dapat memberikan fasilitas kepada pemuda -seperti Patriot Energi ini- untuk turun langsung ke “lapangan”. Sehingga, pemuda dapat merasakan dan memberikan solusi kepada warga desa. Warga desa memberikan kehangatan akan kehadiran pemuda di desanya. Siap untuk “dibangunkan” dengan komunitas energi yang optimis bahwa desanya akan maju. Sehingga, pemuda di desanya bertahan untuk memajukan desanya sendiri. Media memberikan informasi yang benar dan berimbang. Informasi yang menentukan hajat hidup orang-orang yang tinggal di desa. Memberitakan bahwa desa mulai terang dan akan maju. Sehingga, tone positif bersinar dari media-media dan hoaks terkikis, tak laku, dan sirna. Pada sisi dunia industri dapat memberikan tanggung jawab kepada desa dengan proporsi yang sesuai peraturan perundangan. Mendukung penuh pemuda yang turun ke desa, dan desa yang didatangi pemuda. Sehingga, saling match, tidak ada lagi kisah pertentangan industri dan warga. Maka saling harmoni dalam kebersamaan. Tentunya, dengan ini, harapan kita pemuda mengabdi pada negeri, semua desa-desa terlistriki, dan dapat mengejar target bauran energi nasional EBT pada tahun 2025.

 

https://news.detik.com/kolom/d-5641459/membangun-komunitas-energi

 

Republika.co.id | Selasa, 13 Juli 2021

Substitusi Elpiji dengan Bio-CNG Dorong Bauran Energi

Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mendorong pengembangan biogas menjadi Biomethane-Compressed Natural Gas (Bio-CNG) dalam skala komersial sebagai bahan bakar transportasi dan difungsikan sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) untuk industri. Pengembangan Bio-CNG ini diharapkan dapat mempercepat peningkatan kontribusi energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengutarakan, Bio-CNG ini merupakan pemurnian biogas (pure methene) dengan memisahkan komponen karbon dioksida (CO2) dan karbontetraoksida (CO4) serta menghilangkan komponen gas imperitis lainnya untuk menghasilkan gas metan dengan kadar di atas 95 persen. “Karakteristik dari biometan ini menyerupai dengan CNG”, kata Feby, di Jakarta, kemarin. Menurut Feby, sebagai negara penghasil minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan sumber daya alam, Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan limbah CPO, limbah pertanian, dan peternakan menjadi biogas serta biomethane. “Manfaatnya (Bio-CNG) cukup signifikan karena saat ini Indonesia masih mengimpor elpiji dalam jumlah besar serta sumber bahan baku untuk memproduksi Bio CNG cukup beragam,” jelasnya. Dalam mendorong pengembangan bio-CNG, Kementerian ESDM bersama dengan Global Green Growth Institute (GGGI) telah melakukan studi pasar pengembangannya di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Studi itu akan segera dilanjutkan dengan pendampingan teknis untuk persiapan implementasi pembangunan Bio-CNG. “Walau kita punya potensi Bio-CNG cukup besar, tapi belum bisa berkembang komersial. Banyak tantangan yang menjadi tugas kita bersama, baik dari sisi kebijakan keekonomian, teknik, dan tata niaga,” kata Feby. Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Efendi Manurung memaparkan, pengembangan Bio-CNG lebih difokuskan pada transfer teknologi serta mendorong keterlibatan peneliti dan penggiat teknologi untuk berinovasi dalam pengembangan biogas. “Untuk infrastruktur Bio-CNG saat ini relatif belum ada, belum terimplementasikan, tetapi kita masi tahap koordinasi mendorong, memfasilitasi, dan menyusun regulasi yang berkaitan dengan percepatan implementasi pemanfaatan Bio-CNG”, ujar Efendi.

Ke depan apabila dibutuhkan infrastruktur untuk implementasi Bio-CNG tersebut terdapat peluang untuk dilakukan. Pembangunan jaringan gas (jargas), program infrastruktur yang dilakukan oleh Ditjen Migas, tidak mustahil dibangun untuk Bio CNG, apabila sudah mendesak atau perlu dilakukan fasilitasi implementasi Bio-CNG untuk kebutuhan rumah tangga. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan CNG Indonesia (APCNGI) Dian Kuncoro mengungkapkan investasi untuk distribusi dan infrastruktur pemanfaatan CNG membutuhkan biaya investasi yang lebih mahal dibandingkan dengan elpiji. Hal itu disebabkan oleh karakteristik keduanya yang berbeda. Misalnya, CNG memiliki tekanan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan elpiji sehingga untuk mengangkutnya ke pelanggan (industri) membutuhkan material tabung yang lebih kuat. Hal ini berdampak pada ongkos dari sisi material menjadi lebih mahal menjadi sekitar 10-13 dolar AS per MMBTU. “Cost dari biogas untuk jadi gas berapa, yang belum jadi Bio-CNG? Apakah bisa 6-7 dolar AS per MMBTU? (Biaya pengolahan) ini harus punya nilai kompetisi dengan harga gas pipa,” tutup Dian. Beberapa perusahaan sawit telah mengembangkan Bio-CNG. Perusahaan yang terdepan dalam pengembangan energi ini adalah PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSN) di Muara Wahau, Kalimantan Timur. Pabrik itu dapat menghasilkan 1,2 MW listrik dan 280 meter kubik Bio-CNG per jam. DSN Group mengelola 15 perkebunan kelapa sawit seluas 112.450 hektar dan 10 pabrik kelapa sawit yang menghasilkan 610.050 ton CPO di tahun 2019, serta juga satu Kernel Crushing Plant (KCP).

 

https://www.republika.co.id/berita/qw6mpw423/substitusi-elpiji-dengan-biocng-dorong-bauran-energi