2 Peran Utama Industri Sawit terhadap Devisa Ekspor Nasional

| Artikel
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Wartaekonomi.co.id | Senin, 15 Februari 2021

2 Peran Utama Industri Sawit terhadap Devisa Ekspor Nasional

Tak dapat dimungkiri, pandemi Covid-19 telah berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kegiatan ekspor–impor negara-negara dunia, termasuk Indonesia. Kinerja ekspor Indonesia menurun sebesar 7,7 persen, sedangkan kinerja impor menurun hingga 14,7 persen. Meskipun kinerja ekspor-impor mengalami kontraksi, Indonesia masih bisa menikmati surplus neraca perdagangan dengan nilai mencapai US$21,74 miliar (atau setara dengan Rp305,44S triliun). “Besarnya nilai surplus neraca perdagangan Indonesia tahun 2020 tidak terlepas dari peran industri sawit melalui devisa ekspor produk sawit dan kebijakan mandatori B30,” seperti dilansir dari laman Palm Oil Indonesia. Dalam laman tersebut disebutkan dua peran utama kelapa sawit terhadap devisa ekspor nasional. Pertama, devisa yang dihasilkan dari ekspor produk sawit (mencakup CPO dan RPO, Crude dan Refined PKO, serta oleokimia) sepanjang tahun 2020 mencapai US$22,9 miliar (atau sekitar Rp321,5 triliun). Devisa ekspor produk sawit tersebut telah berkontribusi sekitar 83 persen terhadap ekspor sektor nonmigas. Hal ini menunjukkan bahwa devisa produk sawit membuat surplus neraca nonmigas makin besar hingga mencapai US$27,7 miliar (atau sekitar Rp389,2 triliun). Jika produk sawit tidak diperhitungkan dalam neraca sektor nonmigas, nilai surplusnya akan lebih rendah, yakni hanya sekitar US$4,7 miliar (atau setara dengan Rp66,1 triliun). Kedua, surplus neraca perdagangan Indonesia tahun 2020 juga merupakan implikasi dari implementasi kebijakan mandatori B30. Data APROBI mencatat, volume biodiesel yang terserap untuk program B30 sepanjang tahun 2020 mencapai 8,4 juta kiloliter. Volume tersebut setara dengan penghematan devisa impor solar fosil sebesar US$2,66 miliar (atau setara dengan Rp37,37 triliun) dengan menggunakan harga rata-rata MOPS solar sebesar US$50 per BBL dan kurs Rp14,400/US$. Penghematan devisa impor sebagai implikasi dari B30 tersebut membuat defisit neraca perdagangan sektor migas mengecil menjadi minus US$5,9 miliar (atau setara dengan minus Rp82,89 triliun). Jika tidak ada program B30, defisit sektor migas akan lebih tinggi, yakni sekitar US$8,6 miliar (atau setara dengan minus Rp120,8 triliun). “Sekali lagi, industri sawit secara konsisten memberikan sumbangsihnya pada penyehatan neraca perdagangan Indonesia. Kita sebagai bangsa Indonesia patut berterima kasih kepada industri sawit karena tidak banyak sektor ekonomi nasional yang mampu berperan seperti industri sawit ini, terlebih di tengah situasi pandemi dan lesunya perekonomian global akibat Covid-19,” seperti dilansir dari laman Palm Oil Indonesia.

https://www.wartaekonomi.co.id/read327797/2-peran-utama-industri-sawit-terhadap-devisa-ekspor-nasional

BERITA BIOFUEL

Investor.id | Senin, 15 Februari 2021

Minyak Sawit Masih Jadi Solusi Ketahanan Energi Nasional

Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas, Reni Mayemi mengatakan bahwa sektor pengembangan industri kelapa sawit sangat strategis bagi pembangunan perkebunan di Indonesia karena mampu menjadi pelopor pembangunan agrobisnis nasional. Terdapat dua potensi energi yang dapat dihasilkan dari kelapa sawit yaitu Biodiesel dan Biopower. Biodiesel dihasilkan dari pengolahan lebih lanjut dari minyak kelapa sawit sementara Biopower dihasilkan melalui penggunaan residu pengolahan tandan buah segar sebagai bahan bakar bagi pembangkit listrik. Minyak sawit merupakan produk pertanian yang paling siap sebagai sumber energi terbarukan, kehadiran minyak sawit menjadi biodiesel sangat strategis untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengantisipasi krisis energi di masa depan serta membantu menekan subsidi Bahan Bakar Minyak/BBM yang berasal dari energi minyak mentah. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurachman mengatakan perekonomian Indonesia akan pulih pada tahun 2021, kebijakan pemerintah yang melanjutkan Program Pemulihan Ekonomi, serta implementasi Undang Undang Cipta Kerja ditambah vaksinasi akan mendorong ekonomi pada tahun ini. Percepatan reformasi dan sumbangan sektor industri sawit dan energi juga sangat berpengaruh, implementasi Mandatori B30 juga berkontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi. “Kami diberikan amanah untuk membuat program program untuk pembangunan sektor perkebunan sawit, semua program yang kami lakukan tujuannya untuk berkelanjutan,” ujar dia di Jakarta, Senin (15/2). Ketua Umum Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia, Tatang Soerawidjaja mengatakan kelapa sawit merupakan penyelamat ekonomi dan sektor ini bisa tumbuh selama pandemi, kemudian minyaknya bermutu dan sangat baik dan mudah diolah menjadi produk apapun. Ketua Umum Apkasindo, Gulat Manurung mengatakan solusi untuk keberlanjutan industri sawit yaitu dengan melakukan lobi ke Kementerian LHK dan Kementan untuk memfasilitasi pekebun terkait pelepasan status kawasan khususnya perkebunan kelapa sawit. 

https://investor.id/business/minyak-sawit-masih-jadi-solusi-ketahanan-energi-nasional

Harian Kontan | Senin, 15 Februari 2021

Penjualan LSIP

PEMERINTAH menunda penerapan program mandatori biodiesel 40% (B40) di tahun ini. Meski begitu, analis menilai konsumsi CPO masih akan meningkat Ini akan menyokong pertumbuhan kinerja lonsum pt pp London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Meski permintaan konsumsi CPO dari industri biodiesel tidak bisa tumbuh signifikan, analis melihat permintaan konsumsi CPO dari segmen pangan akan naik. Permintaan tersebut juga didukung pendistribusian vaksin yang dapat memulihkan ekonomi, hingga mendorong permintaan CPO. Sementara itu, kinerja produksi LSIP di tahun lalu sempat terhambat akibat musim kering di 2019 dan ada aktivitas replanting. Namun, analis memprediksi harga CPO yang tinggi di tahun lalu bisa mendorong penjualan LSIP hingga tahun ini. Meski begitu, analis memperkirakan pertumbuhan harga rata-rata CPO di tahun ini cenderung stagnan. Maklum, tahun lalu harga sudah naik cukup tinggi.

Harian Kontan | Senin, 15 Februari 2021

Tetap Menarik Meski Prospek Stagnan

Menimbang prospek pertumbuhan kinerja emiten saham sektor CPO di tengah penundaan program mandatori biodiesel pemerintah. Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), memutuskan menunda penerapan mandatori biodiesel 40% (B40) pada tahun ini. Penyebab penundaan tersebut adalah kenaikan harga crude Palm Oil (CPO) dan penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBAI) akibat tekanan pandemi Covid-19. Selama ini program B40 digadang-gadang bakal memberi dampak positif bagi kinerja keuangan perusahaan produsen minyak sawit mentah. Pasalnya, program ini bakal membuat penyerapan CPO meningkat. Namun demikian, menurut Michael Filbery, Analis Phillip Sekuritas Indonesia, terhambatnya program mandatori B40 tidak otomatis berdampak signifikan terhadap laju pertumbuhan konsumsi CPO domestik. “Hanya saja, memang, momentum pertumbuhan konsumsi CPO akan sedikit berkurang,” kata Michael, Jumat (12/2). Sekadar informasi, realisasi penyerapan CPO di segmen biodiesel pada 2020 lalu mencapai 7,22 juta ton. Jumlah tersebut naik 23,9% secara year on year (yoy). Michael menyebut, meski pemerintah menunda mandatori B40, program B30 masih tetap berjalan. Michael memperkirakan, penyerapan CPO di segmen biodiesel masih berpotensi tumbuh meski tidak signifikan, yaitu mencapai 8 juta ton. Volume ini setara dengan kenaikan 10,7% secara year on year (yoy). Meski permintaan konsumsi CPO dari industri biodiesel tidak bisa tumbuh signifikan, Analis RHB Sekuritas Indonesia Andre Benas melihat permintaan konsumsi CPO dari segmen pangan akan naik. Kenaikan permintaan tersebut didukung proses distribusi vaksin, yang dapat memulihkan ekonomi serta mendo- rong permintaan CPO.

Harga stagnan

Senada, Michael juga memperkirakan konsumsi CPO akan tetap tumbuh positif tahun ini, meski permintaan dari industri biodiesel tidak tumbuh signifikan. Berkaca dari kinerja industri CPO se- panjang tahun lalu, konsumsi CPO ternyata masih bisa tumbuh 3,6% \’secara tahunan (YoY), mencapai total 17,3 juta ton, di tengah pandemi. Jadi, tahun ini, dengan adanya ekspektasi pemulihan aktivitas ekonomi, terutama segmen konsumsi pangan, Michael yakin konsumsi CPO domestik akan tetap tumbuh. “Di segmen pangan, konsumsi CPO berpotensi tumbuh kurang lebih 3% yoy, sehingga konsumsi domestik atas CPO berpeluang naik 7% yoy di tahun ini,” kata Michael. Cuma, lantaran proyeksi pertumbuhan konsumsi CPO tidak terlalu besar, Michael memperkirakan kinerja emi- ten CPO tahun ini cenderung stagnan. Tambah lagi, harga jual CPO rata-rata diprediksi tidak akan naik tinggi. Asumsi harga jual rata-rata CPO berada di level RM 2.800 per ton. Rata-rata harga jual CPO tahun lalu tidak berbeda jauh, di RM 2.700 per ton. Andre juga memprediksi kenaikan harga CPO tahun ini akan berjalan lebih lambat dibanding tahun lalu, karena harga sudah naik terlalu tinggi. “Posisi harga CPO-di semester H-2020 sudah cukup tinggi dan ekspektasi harga CPO di 2021 jadi cenderung stagnan,” kata Andre. Namun, apabila produksi bertambah dan harga CPO kembali stabil, kemungkinan kinerja emiten CPO tahun ini tetap bisa lebih baik. Di antara emiten CPO, para analis menjagokan PT Astra Agro Lestari (AALI) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia (LSIP). Menurut Michael, kinerja dua emiten tersebut bisa tumbuh positif, tersokong kenaikan harga CPO tahun lalu. Michael merekomendasikan beli AALI dengan target harga Rp 13.700. Sementara, rekomendasi untuk LSIP hold dengan target harga Rp 1.400. Andre merekomendasikan buy AALI dengan target Rp 14.6S0 dan buy LSIP dengan target Rp 1.680 per saham.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *