Pemerintah Dorong Pengembangan Bioethanol Berbasis Potensi Lokal

| Berita
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Bisnis.com | Minggu, 21 Maret 2021

Pemerintah Dorong Pengembangan Bioethanol Berbasis Potensi Lokal

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong pengembangan bioethanol berbasis potensi daerah, sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak. Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan bahwa selain mendorong pengembangan biodiesel, pemerintah juga akan pemerintah juga akan mendorong pemanfaatan biofuel lainnya, seperti bioethanol, untuk mengurangi impor gasoline. Pemerintah sebenarnya telah mencanangkan program bioetanol sejak 2006, namun implementasi pemanfaatannya hingga saat ini belum bisa berjalan. Hal ini lantaran harga bioethanol masih cukup mahal dan sumber insentif belum tersedia. “Yang jadi kunci dari program gasoline ini bagaimana harga bisa terjangkau karena memang daya beli konsumen kita masih lemah dan BBM ini masih disubsidi, sehingga kalau kembangkan biofuel dengan harga yang mahal ini menjadi PR tersendiri,” kata Feby dalam sebuah webinar, Sabtu (20/3/2021). “Kalau kami kasih ke konsumen, konsumen enggak mampu beli dan kalau diberikan ke pemerintah untuk siapkan subsidi untuk selisih harga terlalu tinggi juga masih kurang.” Pemerintah pun terus mencari terobosan untuk memproduksi biofuel dengan harga yang terjangkau. Koordinator Investasi dan Kerjasama Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Elis Heviati menambahkan bahwa tantangan implementasi bioetanol lainnya adalah terkait terbatasnya ketersediaan feedstok. Oleh karena itu, rencana pengembangan bioethanol akan didorong berdasarkan potensi lokal setempat agar lebih mudah implementasinya.

Salah satu rencana pengembangan berbasis potensi lokal yang dilakukan, yakni kerja sama Kementerian ESDM, Pertamina, Toyota Motor, PT RNI, dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk pengembangan bioethanol berbasis rumput gajah di Lombok. Rencananya akan dibangun pabrik dengan kapasitas 30.000-76.000 kl per tahun. Selain itu, Kementerian ESDM juga bekerjasama dengan Pemprov NTB dan Universitas Mataram untuk pengembangan bioethanol berbasis shorgum dengan kapasitas produksi kurang lebih 100 kl per hari. Kerja sama pengembangan bioethanol berbasis shorgum juga dilakukan di Yogyakarta dengan kapasitas produksi 100 liter per hari. “Kemarin terakhir kami coba lakukan implementasi bioetanol terbatas di Jawa Timur, tapi belum dapat dilakukan [komersial] karena berbagai hambatan. Sebenarnya implementasi bioetanol ini pernah dan dapat kita lakukan tapi memang harus didukung dari sisi kebijakan dan dari sisi keberlanjutan feedstock,” kata Elis. Adapun, Kementerian ESDM mencatat hingga saat ini baru ada dua badan usaha bioethanol fuel grade yang aktif dengan kapasitas produksi 40.000 kl per tahun. Kapasitas tersebut masih sangat kurang untuk merealisasikan implementasi pemanfaatan biethanol secara nasional.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20210321/44/1370382/pemerintah-dorong-pengembangan-bioethanol-berbasis-potensi-lokal

Katadata.co.id | Jum’at, 19 Maret 2021

Urgensi Penerapan Standar Berkelanjutan Industri Biodiesel

Pemerintah mengeluarkan mandatori biodiesel dari sawit sebagai bahan baku utama pembuatan biodiesel. Laporan GAPKI menyebutkan, pada 2020, sebanyak 15 persen crude palm oil (CPO) digunakan sebagai bahan baku biodiesel.  Faktanya, penerapan sawit sebagai bahan baku biodiesel masih memiliki persoalan. Utamanya, belum ada standar berkelanjutan di sektor hilir industri biodiesel. Ini disebabkan, standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang berlaku hanya sampai pabrik kelapa sawit. Sampai 2020 pun, baru 38 persen perkebunan sawit tersertifikasi ISPO.  Kondisi tersebut menyebabkan sumber bahan baku yang tidak transparan dan munculnya potensi ekstensifikasi lahan. Oleh karenanya, penerapan standar berkelanjutan industri biodiesel dari hulu ke hilir perlu segera diterapkan.  Penerapan standar berkelanjutan yang komprehensif bisa mendatangkan berbagai manfaat, seperti memastikan bahan baku dari perkebunan tersertifikasi ISPO, proses produksi sesuai standar mutu lingkungan, sosial, dan ekonomi. Manfaat lainnya adalah memastikan emisi rantai pasok lebih kecil dibanding bahan bakar fosil.

https://katadata.co.id/padjar/infografik/60547e12d0b53/urgensi-penerapan-standar-berkelanjutan-industri-biodiesel

Kaltim.prokal.co | Minggu, 21 Maret 2021

Biodiesel Bukan Solusi Impor Migas

Pengembangan biodiesel yang digaungkan pemerintah dinilai bukan menjadi solusi menekan impor minyak dan gas bumi. Berdasarkan perhitungan opportunity cost, penerapan biodiesel justru mengakibatkan defisit perdagangan bertambah menjadi Rp 72,1 triliun pada 2018 dan Rp 85,2 triliun pada 2019. Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, penerapan biodiesel bukan solusi, karena salah satu tujuan pengembangan biodiesel adalah menekan impor minyak, sehingga memperbaiki transaksi perdagangan dan current account deficit. “Kenyataannya justru bertolak belakang,” kata Faisal Basri dalam diskusi virtual, Jumat (19/3). “Pemerintah hendak merealisasikan secara penuh program B30, B40, bahkan B100, ini sudah ngawur sekali. Ngawurnya super-ngawur. Saya sudah melakukan kajian yang membuktikan bahwa ini bukan solusi, buat APBN juga bukan solusi,” ujarnya. Petani sawit, kata dia, juga sangat dirugikan karena harga jual sawit di tingkat petani tertekan. “Pengusaha biodiesel menikmati rente atau zero sum game,” ujarnya. Subsidi, kata dia, juga beralih dari bahan bakar minyak ke biodiesel. Akibatnya subsidi sudah dianggarkan tahun ini untuk program B30 sebesar Rp 2,78 triliun. Selain itu, dibutuhkan tambahan lahan sekitar 5 juta hektare untuk merealisasikan program biodiesel B30 dan B40 secara penuh. Sebagai informasi, penyerapan CPO Kaltim untuk kebutuhan dalam negeri mengalami perlambatan seiring penyaluran biodiesel di Kaltim yang tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2020, penyaluran biodiesel di Kaltim tercatat sebesar 289 ribu kiloliter (kl) atau mengalami kontraksi sebesar 33,65 persen (quarter to quarter/qtq), lebih rendah dibandingkan capaian triwulan sebelumnya sebesar 436 ribu kl dan juga tumbuh positif sebesar 4,20 persen (qtq). Penurunan penyaluran biodiesel tersebut utamanya disebabkan oleh penurunan produksi biodiesel, yang sebagian besar dari produsen biodiesel di Kaltim.

https://kaltim.prokal.co/read/news/384305-biodiesel-bukan-solusi-impor-migas.html

Kumparan.com | Sabtu, 20 Maret 2021

Sampah Kelapa Sawit di Muba Dijadikan Bio Energi

Pemkab Musi Banyuasin (Muba) bersama dengan PT Revorma Sagara Artha melakukan inovasi menjadikan sampah replanting kelapa sawit bernilai ekonomis. Yakni dengan menjadikannya produk bio energi. Wakil Bupati Muba, Beni Hernedi, mengatakan PT Revorma Sagara Artha mempunyai teknologi pegolah batang sawit menjadi sebuah produk briket bio energi. “Kita menginginkan agar potensi sumber daya alam dan perkebunan itu selalu memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat,” katanya, Sabtu (20/3). Selain batangnya bisa diolah menjadi bio energi dengan mesin tersebut,  masyarakat juga dapat memanfaatkan nira dari batang sawit yang direplanting menjadi gula merah. Beni berharap dengan kegiatan ini kedepannya akan ada kerjasama dengan PT Pinago Utama yang saat ini tengah melakukan replanting pada ribuan hektare perkebunan sawit. “Apabila dikerjakan dengan serius kita yakin bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan menjadi sumber pendapatan lain bagi masyarakat,” katanya. Komisaris Utama PT RSA Technology, Irastu Linggawara, mengatakan pihaknya mempunyai suatu alternatif solusi terutama dalam memanfaatkan sampah kelapa sawit menjadi suatu bio energi, yang bisa digunakan untuk industri bahkan pengganti bahan bakar mesin dari batu bara. “Kita sendiri sudah bergerak dipengelolaan sampah perkotaan di Bandung. Sampah organik lebih mudah pengolahannya dari sampah perkotaan,” katanya.

https://kumparan.com/urbanid/sampah-kelapa-sawit-di-muba-dijadikan-bio-energi-1vOJYTqwPjX/full

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *