Tarif Pungutan Ekspor CPO Direvisi, Subsidi Biodiesel Aman?

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

CNBCIndonesia.com | Selasa, 22 Juni 2021

Tarif Pungutan Ekspor CPO Direvisi, Subsidi Biodiesel Aman?

Pemerintah akan kembali mengubah peraturan terkait tarif pungutan ekspor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/ CPO) dan turunannya. Revisi Peraturan Menteri Keuangan tersebut direncanakan akan diterbitkan pada akhir bulan Juni ini. Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers APBN Kita Edisi Juni 2021, Senin (21/06/2021). “PMK (Peraturan Menteri Keuangan) sedang direvisi dan bisa terbit secepatnya pada Juni ini, seharusnya lebih cepat. Mungkin tinggal proses harmonisasi dan penerapan saja,” kata Sri Mulyani. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, menjelaskan rencana perubahan tersebut. Sebagai titik awal, ekspor CPO akan mulai dikenakan pungutan ketika harga menyentuh US$ 750/ton. “Kena mulai harga US$ 750/ton, setiap kenaikan US$ 50 akan dikenakan dua tarif. Pertama adalah US$ 20/ton untuk CPO dan US$ 16/ton untuk produk turunannya,” ungkap Febrio dalam kesempatan yang sama. Pungutan ekspor, lanjut Febrio, akan terhenti ketika harga CPO menyentuh US$ 1.000/ton. Di posisi harga itu, pungutannya adalah US$ 175/ton. “Itu flat, tidak naik lagi,” ujarnya. Besaran tarif baru pungutan ekspor CPO tersebut bisa dikatakan lebih ringan dibandingkan dengan peraturan yang ada saat ini. Aturan terakhir tentang pungutan ekspor CPO tertuang di PMK No 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan. Padahal, peraturan ini baru diundangkan pada 3 Desember 2020 lalu dan berlaku sejak 10 Desember 2020. Dalam peraturan itu, tarif pungutan ekspor untuk minyak kelapa sawit (CPO) minimal sebesar US$ 55 per ton dan paling tinggi US$ 255 per ton. Tarif pungutan US$ 55 per ton dengan asumsi harga CPO berada di bawah atau sama dengan US$ 670 per ton. Untuk harga CPO di atas US$ 670 per ton sampai dengan US$ 695 per ton, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar US$ 5 per ton menjadi US$ 60 per ton. Namun, bila harga CPO di atas US$ 695 per ton sampai dengan US$ 720 per ton, maka tarif pungutan naik lagi sebesar US$ 15 per ton menjadi US$ 75 per ton, dan seterusnya. Lantas, dengan usulan tarif baru tersebut, apakah cukup mendanai untuk subsidi biodiesel, program penanaman kembali (replanting), dan lainnya? Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengatakan, revisi tarif pungutan ekspor sawit tersebut sudah mempertimbangkan kecukupan dana BPDPKS. “Revisi tarif pungutan ekspor yang akan ditetapkan sudah mempertimbangkan kecukupan dana BPDPKS untuk membiayai program-program BPDPKS dalam jangka menengah,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (22/06/2021).

Dia pun mengatakan, skema baru tarif pungutan ekspor sawit tersebut mampu membiayai semua program BPDPKS, termasuk untuk subsidi biodiesel. “Dengan skema tarif yang baru sampai dengan tahun 2024, insya Allah bisa memenuhi kebutuhan untuk membiayai semua program BPDPKS,” saat ditanya apakah tarif baru ini cukup untuk memenuhi subsidi biodiesel tahun ini. Dia mengatakan, hingga 21 Juni 2021, dana yang disalurkan BPDPKS untuk membiayai selisih antara Harga Indeks Pasar (HIP) solar dengan HIP biodiesel sebesar Rp 25,21 triliun. Sebelumnya, Eddy memperkirakan subsidi biodiesel pada 2021 ini masih tinggi, seiring dengan besarnya selisih antara harga minyak mentah (crude) dan harga minyak sawit (CPO). Eddy mengatakan pada 2020 dana yang tersalur untuk subsidi biodiesel sebesar Rp 28,01 triliun untuk menyalurkan volume biodiesel (B30)sebesar 8,42 juta kilo liter (kl). Adapun total dana tersalur untuk subsidi biodiesel dari 2015-2020 mencapai Rp 57,72 triliun dengan total volume biodiesel tersalur 23,80 juta kl. Tahun ini konsumsi biodiesel dalam negeri diperkirakan naik menjadi 9,2 juta kl. “2021 telah diprogramkan rencana penyaluran BPDPKS dengan Keputusan Menteri (ESDM) 9,2 juta kl, dan diperkirakan insentif 2021 masih tinggi disebabkan karena kecenderungan harga CPO tinggi dan solar rendah,” tuturnya dalam Webinar Nasional “Strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit Secara Berkelanjutan”, Selasa (10/02/2021). Untuk diketahui, berdasarkan PMK tentang pungutan ekspor CPO saat ini yang tertuang di PMK No 191/PMK.05/2020, bila harga CPO di atas US$ 720 per ton sampai US$ 745 per ton, pungutan akan naik menjadi US$ 90 per ton. Dan seterusnya, setiap harga CPO naik US$ 25 per ton, maka pungutan ekspor akan naik sebesar US$ 15 per ton. Bila harga CPO di atas US$ 995 per ton, maka tarif pungutan ekspor mencapai US$ 255 per ton. Jumlah pungutan yang sama terjadi pada Crude Palm Kernel Oil (CPKO), Crude Palm Olein. Sementara pada peraturan sebelumnya, tarif pungutan ekspor dipatok tetap US$ 55 per ton tanpa membedakan harga referensi minyak sawit. Sedangkan untuk pungutan ekspor biodiesel dipatok minimal US$ 25 per ton dan paling tinggi US$ 192,5 per ton. Tarif pungutan ekspor biodiesel sebesar US$ 25 per ton dengan asumsi harga CPO di bawah atau sama dengan US$ 670 per ton. Lalu naik menjadi US$ 30 per ton bila harga CPO di atas US$ 670 per ton sampai US$ 695 per ton. Lalu, besaran pungutan ekspor naik menjadi US$ 42,5 per ton dengan harga CPO di atas US$ 695 per ton sampai US$ 720 per ton. Bila harga CPO di atas US$ 720 per ton sampai US$ 745 per ton, maka pungutan ekspor biodiesel naik menjadi US$ 55 per ton. Bila harga CPO di atas US$ 745 per ton sampai US$ 770 per ton, maka pungutan ekspor biodiesel naik menjadi US$ 67,5 per ton. Selanjutnya, setiap harga CPO naik US$ 25 per ton, maka tarif pungutan ekspor biodiesel naik sebesar US$ 12,5 per ton. Bila harga CPO di atas US$ 995 per ton, maka tarif pungutan ekspor mencapai US$ 192,5 per ton. Sementara pada peraturan sebelumnya, tarif pungutan ekspor biodiesel ini dipatok tetap sebesar US$ 25 per ton tanpa mengikuti harga referensi CPO.

 

https://www.cnbcindonesia.com/news/20210622113133-4-255004/tarif-pungutan-ekspor-cpo-direvisi-subsidi-biodiesel-aman

 

Infosawit.com | Rabu, 23 Juni 2021

Kedepan Pemanfaatan Biodiesel Sawit Bakal Berbasis Kerakyatan

Koordinator Investasi dan Kerjasama Bioenergi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Elis Heviati mencatat, penerapan program mandatori biodiesel dilatarbelakangi Indonesia memiliki potensi produksi minyak sawit mentah (CPO) yang cukup besar yang mana di tahun 2020 produksinya telah mencapai 52 juta ton. Lantas, upaya dalam meningkatkan ketahanan energi nasional, selain itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena dari tutupan lahan sawit seluas 16,38 juta ha sebanyak 40% dimiliiki pekebun sawit (petani sawit). Besarnya defisit neraca perdagangan akibat tingginya impor Bahan Bakar Minyak (BBM), serta upaya mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), dan tercapainya stabilisasi harga CPO. Lebih lanjut kata Elis Heviati, dalam grand strategi rencana energy nasional, di tahun 2030, pemerintah akan tetap mempertahankan kebijakan B30 dan memaksimalkan produksi Bahan Bakar nabati (BBN) dari biodiesel atau biohidrokarbon. Kedepan kata Elis, pemanfaatan biofuel tidak sebatas untuk biodiesel saja, dan tidak terbatas pada pengusahaan skala besar, didorong yang berbasis kerakyatan, untuk spesifikasi menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Termasuk mendorong emanfaatan by product biodiesel, serta pemanfaatan hasil sawit non-CPO. Model kesertaan petani dalam program mandatory biodiesel bisa berupa pengembangan Pabrik Minyak Nabati Industrial (IVO) dan Bensin Sawit dengan bahan baku dari TBS Sawit raykat. Dimana Biaya produksi lebih murah 15-20% dari PKS Konvensional, harga tandan buah segar lebih stabil (Tidak bermasalah dengan Free fattyAcid yang tinggi). Lantas, kandungan metal dan chlorine rendah, Oil Extraction rate meningkat dari 18-22% menjadi 24-36%. “Serta dapat dikelola oleh Koperasi/BUMD dan SNI IVO sudah terbit,” kata Elis Heviati, FGD Sawit Berkelanjutan Vol 8, bertajuk “Peranan BPDPKS Mendorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel,” Kamis (10/6/2021) yang diselenggarakan InfoSAWIT, di Jakarta.

 

https://www.infosawit.com/news/10943/kedepan-pemanfaatan-biodiesel-sawit-bakal-berbasis-kerakyatan

 

Infosawit.com | Rabu, 23 Juni 2021

Pasokan Biodiesel Sawit Bakal Libatkan Petani dengan Teknologi yang Mudah

Badan Pengelola Dana Perkebnan Kelapa Sawot ( BDP-KS) memproyeksi produksi minyak sawit mentah (CPO) dan stok tahun 2021-2025 akan mencapai 52,30 Juta ton – 57,61 Juta ton, rata-rata naik sebesar 4% per tahun. Sementara kebutuhan Biodiesel untuk program B30 tahun 2021-2025 diperkirakan sebesar 8,34 Juta ton sampai 9,66 Juta ton atau setara 8.85 Juta KL sampai 11.65 Juta KL, dengan  rata-rata naik sebesar 5% per tahun. Dengan konsumsi domestik yang stagnan (minyak goreng dan produk oleokimia), Indonesia memerlukan produk hilir yang mampu menyerap stok CPO yang tinggi di tahun-tahun mendatang, yang saat ini dapat ditingkatkan yaitu penggunaan sawit sebagai Energi Baru Terbarukan. Kedepan, tutur Yusa, pihaknya akan mendorong Palm Oil for Renewable Energy: Next Program, yakni melibatkan petani dalam rantai pasok biodiesel sawit. Selain pengembangan biodiesel dengan teknologi esterifikasi yang menghasilkan Fatty Acid Methly Ester (FAME), juga sedang dikembangkan biodiesel berbasis hidrogenasi atau kerap disebut biohidrokarbon, yang bisa menghasilkan green diesel, green gasoline, dan green fuel jet (Avtur). Pengembangan ini akan melibatkan petani dan akan menggunakan teknologi yang bisa diimplementasikan dengan skala tidak besar dan menguntungkan petani kelapa sawit. “Kita perlu mendorong program yang bermanfaat bagi petani yang memang membutuhkan,” kata Plt Kadiv Lembaga Kemasyarakatan Civil Society BPDPKS, Sulthan Muhammad Yusa, dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 8, bertajuk “Peranan BPDPKS Mendorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel,” Kamis (10/6/2021) yang diselenggarakan InfoSAWIT, di Jakarta. Saat ini pengembangan itu masuk dalam program Industrial Vegetable Oil (IVO), dimana pilot project yang dilakukan berada di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. “Program ini hasil kerjasama dengan Masyarakat Biohidrokarbon Indonesia (MBI), PT Kemurgi Indonesia dan Institut Teknologi Bandung (ITB),” tandas Yusa.

 

https://www.infosawit.com/news/10944/pasokan-biodiesel-sawit-bakal-libatkan-petani-dengan-teknologi-yang-mudah

 

Merdeka.com | Selasa, 22 Juni 2021

Sumber Melimpah, Bahan Bakar Mobil Dinas Musi Banyuasin Segera Diganti Bensin Sawit

Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, sedang mematangkan rencana penggunaan bahan bakar bensin dari kelapa sawit untuk seluruh mobil dinas. Penerapan ini bertujuan memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah di daerah itu. Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex mengungkapkan, rencana memproduksi bahan bakar nabati bersumber sawit itu sudah hampir matang. Pemanfaatannya dinilai dapat menekan polusi udara. “Bensin sawit akan digunakan ke seluruh mobil dinas Pemkab Musi Banyuasin. Kita ingin manfaatkan SDA yang ramah lingkungan,” ungkap Dodi, Selasa (22/6). Selain itu, kata dia, bensin sawit juga diproyeksikan dalam meminimalisir penggunaan anggaran daerah dalam operasional mobil dinas. Untuk memudahkan dalam pemakaian, bensin sawit akan disediakan di stasiun pengisian bahan bakar khusus. “Jelas cost anggaran bisa ditekan dengan pemakaian bensin sawit,” ujarnya. Sementara itu, Kepala Bappeda Musi Banyuasin Iskandar Syahrianto menjelaskan, bahan baku sawit di wilayah itu terbilang cukup untuk menunjang program itu. Saat ini pihaknya sudah memproduksi kelapa sawit menjadi Industrial Vegetable Oil (IVO) tahap ketiga untuk 1.000 ton yang akan dijadikan sampel di Pertamina. Bensin sawit itu akan didistribusikan ke pabrik pengolahan lainnya yang akan dijadikan green food. “Seribu ton IVO itu dihasilkan selama satu sampai dua minggu di PT Berkat Sawit Sejahtera Sukamaju, Sungai Lilin,” kata dia.

Ditanya kapan direalisasikan, Iskandar menyebut hanya tinggal menunggu waktu. Dia memastikan Pemkab Musi Banyuasin siap melaksanakan program terobosan itu. “Kita masih menunggu perkembangan, prinsipnya sudah sangat siap untuk menjadikan Musi Banyuasin sangat ramah lingkungan,” pungkasnya. Untuk diketahui, IVO merupakan hasil pengolahan buah kelapa sawit dengan kadar asam lemak bebas atau free fatty acid yang masih tinggi yang direncanakan akan diproduksi di kilang biohidrokarbon. IVO berpotensi diolah menjadi bahan baku bensin super dengan kadar Oktan 110 dan disebut juga bisa jadi avtur. Keuntungan lain IVO adalah traga oil mill yang lebih efisien, biaya produksi rendah, serta rute produksi yang lebih pendek. Selain itu, harga tandan buah segar (TBS) sawit juga bakal lebih tinggi lantaran biaya pengolahan TBS di pabrik biohidrokarbon itu lebih murah daripada di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) konvensional.

 

https://m.merdeka.com/peristiwa/sumber-melimpah-bahan-bakar-mobil-dinas-musi-banyuasin-segera-diganti-bensin-sawit.html

 

Kontan.co.id | Selasa, 22 Juni 2021

Kementerian ESDM buka opsi kerja sama sektor energi dengan pemerintah Ceko

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menerima kunjungan kerja Menteri Lingkungan Hidup Republik Ceko Richard Brabec beserta para delegasi dari pejabat pemerintah dan kalangan bisnis Republik Ceko pada Senin (21/6). Arifin memaparkan strategi jangka panjang mengenai penurunan emisi gas rumah kaca di sektor energi untuk mencapai netralitas karbon di Indonesia. Netralitas karbon dapat dicapat melalui pengembangan potensi EBT secara masif, interkoneksi transmisi dan pengembangan sistem smart grid, penurunan penggunaan energi fosil, dan penerapan teknologi energi bersih pada pembangkit listrik berbasis energi fosil yang ada, serta pengembangan kendaraan listrik. “Indonesia berkomitmen melakukan transisi pembangunan menuju rendah karbon dan ketahanan iklim secara bertahap guna mencapai target pengurangan emisi sebesar 29% pada tahun 2030 atau 41% dengan dukungan internasional,” kata Arifin dikutip dari keterangan resmi, Selasa (22/6). Arifin melanjutkan kontribusi EBT sudah mencapai 11,2% yang didominasi dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan PLT Panas Bumi (PLTP). Pemerintah juga tengah menyusun Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) dengan menetapkan penambahan kapasitas pembangkit EBT sekitar 38 Giga Watt (GW) di tahun 2035. “Solar PV jadi prioritas mengingat biaya investasi yang relatif lebih murah, durasi instalasi yang singkat, serta memiliki potensi sumber yang besar,” ungkap Arifin. Adapun, potensi EBT di Indonesia mencapai 400 GW  yang tersebar di seluruh negeri dengan rincian solar sekitar 208 GW, disusul PLTA 75 GW, sumber lainnya berasal dari Angin, Bioenergi, Panas Bumi dan Laut. Untuk itu, Arifin mengungkapkan, Pemerintah Indonesia bersedia bertukar pengalaman dengan Republik Ceko dalam dalam hal percepatan phasing-out batubara dalam penyediaan energi, pembangkit listrik tenaga air, waste-to-energy, biofuel, teknologi CCUS, smart grid, dan lain-lain.

Dalam pertemuan tersebut, Menteri Richard Brabec yang didampingi oleh Dubes Besar Republik Ceko untuk Indonesia, Deputy Minister of Trade and Industry, President of Confederation of Industry Ceko menawarkan kerjasama yang terkait dengan teknologi pertambangan yang berkelanjutan dan dekarbonisasi penyediaan energi. Pihaknya juga menyampaikan pengalaman dan keahlian Ceko dalam survei dan pemetaan geologi. Richard menyampaikan bahwa Ceko dan Indonesia memiliki kesamaan dalam menghadapi tantangan di bidang penyediaan energi, khususnya terkait dengan net zero emission. Pada tahun 1990an, penyediaan energi Ceko hampir seluruhnya dipenuhi dari batubara. Namun dengan adanya komitmen global, Ceko akan menurunkan emisi sebesar 38% dari sektor energi pada tahun 2030 agar dapat mencapai net zero emission pada tahun 2050 bersama-sama dengan negara anggota Uni Eropa lainnya. Tawaran ini sejalan dengan strategi yang telah disiapkan oleh Menteri ESDM guna meningkatkan pemanfaatan EBT dan mencapai netral karbon. Beberapa strategi yang telah disiapkan, seperti pengembangan EBT secara masif, menghentikan pengoperasian pembangkit listrik berbasis batubara di tahun 2058, pembangkit listrik gabungan pada tahun 2054, konversi pembangkit listrik tenaga diesel menjadi pembangkit listrik EBT, implementasi Carbon Capture and Storage atau Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCS/CCUS), meningkatkan penggunaan kendaraan listrik pada tahun 2030 (2 juta mobil dan 13 juta sepeda motor) dan interkoneksi transmisi dan pengembangan kelistrikan smart grid. “Sungguh sebuah kerhormatan bagi saya adanya pertemuan bilateral tentang energi dan sumber daya mineral. Kita siap berkolaborasi dengan semua pihak, sektor swasta, untuk mengoptimalkan transisi energi dan menciptakan peluang bisnis pertambangan bernilai tambah di Indonesia,” pungkas Arifin. Untuk menindaklanjuti berbagai potensi kerjasama baik di tingkat Pemerintah dengan Pemerintah (G-to-G), maupun swasta dengan swasta (B-to-B) dan Pemerintah dengan swasta (G-to-B), Kementerian Perdagangan dan Industri Ceko menawarkan pembentukan Working Group on Mining, Geology and Energy dengan Kementerian ESDM. Kementerian ESDM menyambut baik wacana ini dan akan ditindaklanjuti dengan pembicaraan di tingkat teknis.

 

https://industri.kontan.co.id/news/kementerian-esdm-buka-opsi-kerja-sama-sektor-energi-dengan-pemerintah-ceko

 

Bisnisbali.com | Selasa, 22 Juni 2021

Usaha Penggilingan Keluhkan Pembatasan Pembelian Solar

Sejumlah pelaku usaha penggilingan di Kabupaten Tabanan mengeluhkan pembatasan layanan SPBU untuk pembelian solar sebagai bahan bakar pengoperasian mesin. Sebagian besar mesin olah yang dimiliki kalangan usaha penggilingan di Tabanan masih memanfaatkan solar. Hanya sedikit yang sudah beralih ke listrik untuk mengoperasikan mesin produksi. Pengusaha penggilingan sekaligus Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Bali A.A. Made Sukawetan mengungkapkan, pembelian solar di SPBU untuk kebutuhan operasional mesin giling dibatasi saat ini. Bahkan, sejumlah SPBU menolak pembelian dengan menggunakan jeriken, meski sudah sesuai standar keamanan dan mengantongi surat dari kepala desa sebagai ketentuan pembelian. “Pembatasan tersebut membuat jumlah solar yang bisa dibeli oleh pengusaha penggilingan sangat sedikit. Paling hanya diberi membeli satu jeriken sehingga sangat kurang untuk mengoperasikan mesin secara optimal,” tuturnya di Tabanan, Senin (21/6) kemarin. Diakuinya, selama ini keluhan tersebut belum disampaikan ke pihak Pertamina, karena kendala yang dihadapi oleh pelaku usaha penggilingan masih bisa diatasi dengan alternatif pembelian solar di SPBU menggunakan kendaraan (mobil) pribadi. Bahan bakar solar pada kendaraan itu kemudian dialihkan ke mesin produksi. “Cara ini memang agak repot, tapi mau tidak mau terpaksa dilakukan agar tetap bisa berproduksi dengan jumlah ketersediaan bahan bakar yang secukupnya,” jelasnya. Made Sukawetan menerangkan, kebutuhan akan bahan bakar solar untuk operasional mesin rata-rata 50-100 liter per hari. Saat ini hampir sebagian besar pelaku usaha penggilingan di Kabupaten Tabanan menggunakan bahan baku solar untuk operasional mesin.