Aprobi: BBN Berbasis Sawit Harapan Ketahanan Energi Indonesia

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Medcom.id | Kamis, 3 Desember 2020

Aprobi: BBN Berbasis Sawit Harapan Ketahanan Energi Indonesia

Perkembangan industri Bahan Bakar Nabati (BBN) meningkat pesat. Bagi Indonesia, BBN tidak hanya memenuhi pasar domestik namun juga menopang penyerapan minyak sawit yang menjadi bahan baku utama pada pembuatan biofuel serta mengurangi impor bahan bakar fosil. Ketua Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menjelaskan awal pengembangan BBN didorong akibat semakin besarnya defisit neraca perdagangan imbas impor bahan bakar fosil. Data 2019 menunjukkan defisit yang mencapai USD9,3 miliar akibat impor kurang lebih 50 persen bahan bakar fosil di Indonesia. “Sebaliknya, melalui program mandatori biodiesel 30 (B30) berbasis sawit yang dicanangkan pemerintah mampu menghemat devisa hingga USD3,09 miliar atau setara Rp44,74 triliun di 2020,” ujar Paulus dalam acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal secara virtual, Rabu, 2 Desember 2020. Tidak hanya itu, lanjutnya, program B30 juga berkontribusi pada pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK) sebesar 17,5 juta ton karbon dioksida atau setara dengan 45 persen pada target energi dan transportasi di 2019. “Juga, diproyeksikan akan mengurangi 25 juta ton karbondioksida atau 68 persen dalam kontribusi pada target energi dan transportasi,” paparnya. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa BBN berbasis sawit telah menjadi bagian dari strategi ketahanan energi pemerintah. Sejak awal 2020, B30 telah memproduksi 4,28 juta ton biodiesel pada semester I-2020. Secara khusus, pemerintah menciptakan lima langkah strategis untuk pengembangan BBN. Pertama, dengan menjamin program B30 berjalan sesuai target. Kedua, riset dan perencanaan pengembangan B40 dan B50 baik dari sisi teknis dan ekonomis, meliputi road test serta pengujian pada mesin pembangkit listrik tenaga diesel. Ketiga, melalui kerja sama dengan Pertamina dalam mendorong program green fuel dengan memproduksi green diesel, green gasoline, dan green avtur beserta studi kebijakan, efisiensi, teknologi, pasokan, insentif dan infrastruktur pendukung, beserta pengembangan industri pendukung seperti metanol dan katalis. Keempat, pengembangan hidrogenasi minyak sawit (HPO) bekerja sama dengan Pertamina, Pupuk Indonesia, ITB, BPDP-KS dan pemangku kepentingan lain. Kelima, memanfaatkan lahan reklamasi atau bekas pertambangan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara dan pemerintah daerah dalam mengidentifikasi lahan bekas tambang, serta bekerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk menentukan komoditas yang paling cocok. “Pemerintah sedang melakukan uji coba HPO (D-100) yang dimulai sejak pertengahan 2020. Secara kualitas, sejauh ini HPO lebih bagus daripada biofuels ataupun jenis diesel lainnya. HPO sangat mirip dengan minyak diesel namun terkait nilai kalori, diesel lebih sedikit dibanding HPO,” pungkas Dadan.

https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/DkqlVMZb-aprobi-bbn-berbasis-sawit-harapan-ketahanan-energi-indonesia

CNBCIndonesia.com | Kamis, 3 Desember 2020

Gegara Covid, Konsumsi Biodiesel Anjlok 12%

Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Paulus Tjakrawan mengatakan dampak dari pandemi Covid-19 juga berdampak pada industri minyak nabati. Hingga September, menurutnya permintaan biodiesel di dalam negeri menurun sekitar 12%. Dari sisi volume, konsumsi biodiesel dari Januari hingga September 2020 tercatat sebesar 6,3 juta kilo liter (kl). “Mulai dari Maret kemarin hingga September, permintaan biodisel menurun kurang lebih 12%,” katanya pada sebuah diskusi via webinar, kemarin, Rabu (02/12/2020). Pihaknya pun memproyeksikan konsumsi biodiesel di dalam negeri hingga akhir tahun hanya mencapai 9,6 juta kl, lebih rendah dari target yang dipatok pada awal tahun ini yakni mencapai 10 juta kl. Sementara ekspor diperkirakan mencapai 1 juta kl. Sementara itu, dengan pengujian B40 yang akan diimplementasikan pada 2021/2022, proyeksi konsumsi biofuel diharapkan dapat meningkat menjadi sekitar 12,8 juta kl. Diharapkan, konsumsi bahan bakar nabati untuk produk bio-hidrokarbon seperti bensin, bahan bakar diesel, bahan bakar penerbangan (avtur) juga bertambah. Meskipun masih di bawah target, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan, realisasi penyerapan biofuel berkembang baik dari setiap tahunya. “Target 2020 melebihi target RUEN, dengan sumbangan 2%-3% dari target kontribusi energi terbarukan di 2025,” katanya. Dalam road map-nya, kontribusi biodiesel akan meningkat terus dari 2,5 juta kilo liter pada 2020 menjadi 10,5 juta kilo liter pada 2025, hingga 11,7 juta kilo liter 2030, dan 130 juta kilo liter 2035.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20201203190614-4-206713/gegara-covid-konsumsi-biodiesel-anjlok-12

Katadata.co.id | Kamis, 3 Desember 2020

Menakar Prospek Biodiesel di Tengah Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 turut berdampak pada sektor perkebunan. Pengembangan biodiesel menghadapi sejumlah tantangan di tengah merebaknya virus corona. “Ada pengurangan konsumsi biodiesel dari April hingga September,” kata Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal, Rabu (2/12). Berdasarkan catatan Aprobi, konsumsi biodiesel domestik pada Maret 2020 mencapai 795.238 kiloliter. Setelah pandemi tiba, konsumsi biodiesel menyusut pada April menjadi 644.530 kiloliter. Kemudian, konsumsi biodiesel domestik pada Mei dan Juni secara berturut-turut mencapai 670.003 kiloliter dan 633.575 kiloliter. Konsumsi tersebut baru mengalami perbaikan pada Juli, yaitu 733.509 kiloliter namun kembali menurun pada Agustus menjadi 661.566 kiloliter. Sementara pada September, konsumsi biodiesel mencapai 724.047. Bila ditotal, konsumsi tersebut sebanyak 6,32 juta kiloliter sepanjang Januari hingga September 2020. Paulus pun menilai tidak mudah untuk memprediksi konsumsi biodiesel pada triwulan terakhir tahun ini. “Namun kami yakin akan menuju arah yang positif,” ujar dia. Di sisi lain, ada fluktuasi harga minyak dunia pada awal 2020. Kemudian, anomali harga minyak yang sangat rendah terjadi pada Maret dan April lalu akibat pandemi Covid-19. Seiring dengan hal itu, perbedaan harga antara biodiesel dan solar semakin melebar hingga sempat menyentuh US$ 461 per ton pada September 2020. Baru pada kuartal akhir 2020, harga minyak mentah mulai menanjak. Adapun, berbagai tantangan lainnya yang dihadapi adalah kemungkinan pengurangan penggunaan biodiesel di tengah pandemi hingga perlambatan investasi. Perlambatan investasi tersebut diperkirakan terjadi pada investasi baru hingga pengembangan usaha. Oleh karenanya, upaya mitigasi terhadap dampak pandemi Covid-19 perlu dilakukan. Apalagi, program B30 tetap dilakukan meski terjadi penurunan harga minyak dunia. “Kami pun mengapresiasi langkah pemerintah yang melanjutkan program B30,” ujar dia. Selain itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melakukan sejumlah penyesuaian, seperti penataan kembali pungutan ekspor. Kemudian, upaya lainnnya ialah dengan mengurangi rentang harga solar dan harga biodiesel serta kemungkinan dukungan anggaran pemerintah. Biofuel sebagai Energi Terbarukan Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan uji coba untuk bahan bakar biodiesel 40% (B40). Bahkan, penggunaan B40 tersebut diharapkan dapat menjadi upaya untuk menghasilkan diesel 100% atau D100 dari minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Dadan Kusdiana menyebutkan, potensi yang ditawarkan oleh CPO sebagai energi terbarukan belum tergarap optimum. Sebab, masih ada celah besar antara penggunaan biofuel menurut Rencana Umum Energi Nasional, yaitu 13,8 juta kiloliter pada 2025. Sementara, realisasinya baru mencapai 6,39 juta kiloliter pada 2019. Di sisi lain, pengurangan emisi juga terus menunjukkan peningkatan, yaitu pada 2015 sebesar 2.341 ribu ton CO2 menjadi 7.989 ribu ton pada 2016. Selanjutnya pada 2017, pengurangan emisi sebesar 6.289 ribu ton dan 2018 menjadi 9.958 ribu ton. Sementara, pengurangan emisi pada 2019 menjadi 16.985 ribu ton dan pada 2020 diperkirakan 11.221 ribu ton. “Biofuel diharapkan menyumbang 2%-3% dari target kontribusi energi terbarukan di tahun 2025,” ujar dia. Sampai tahun 2019, energi terbarukan sudah menyumbang 2,95% dari total energi nasional. Berdasarkan peta jalan biofuel, kontribusi biodiesel akan meningkat terus dari 2,5 juta kiloliter pada 2020, menjadi 10,5 juta kiloliter pada tahun 2025, 11,7 juta KL pada 2030, dan 13 juta kiloliter pada 2035. Adapun, mandatori biodiesel mencoba meningkatkan bauran minyak sawit dengan target berbeda di setiap sektor. Untuk sektor usaha kecil, perikanan, pertanian, transportasi dan PSO, ditargetkan dari 15% pada 2015 menjadi 20% pada 2016, 30% pada 2020 dan 30% pada 2025. Sementara untuk transportasi non PSO, peningkatan ditargetkan dari 15% pada 2015, 20% pada 2016, 30% pada 2020 dan 30% pada 2025. Untuk pembangkitan tenaga listrik, targetnya 25% pada 2015, 30% pada 2016, 30% pada 2020 dan 30% pada 2025. Sementara untuk industri dan perdagangan targetnya ialah 15% pada 2015, 20% pada 2016, 30% pada 2020 dan 30% pada 2025. Kementerian ESDM pun mencatat, program mandatori biodiesel memberikan sejumlah manfaat. Program tersebut telah memproduksi biodiesel 20% (B20) di 2018 dan 2019, dan B30 di 2020. Manfaat yang ditimbulkan ialah produksi biodiesel sebanyak 3,75 juta kiloliter pada 2018, 6,39 juta kiloliter di 2019, dan 9,6 juta kiloliter di 2020. Pengembangan ini telah menghemat devisa sebanyak US$1,89 miliar pada 2018, US$ 3,04 miliar pada 2019 dan US$ 3,09 miliar pada 2020. Sementara, peningkatan nilai tambah dari CPO menjadi biodiesel ialah Rp 5,78 triliun di 2018, Rp. 9,54 triliun di 2019 dan Rp 13,81 triliun di 2020. Dari sisi lapangan kerja, pertumbuhan lapangan kerja terjadi untuk onfarm berturut-turut 478.325 petani di tahun 2018, 828.488 petani di 2019, dan 1,19 juta petani pada 2020. Sementara untuk penciptaan lapangan kerja di offfarm ialah 3.609 petani di 2018, 6.252 di 2019 dan 9.046 di 2020. Pada sisi lingkungan, penurunan emisi gas rumah kaca mencapai 9,96 juta ton CO2 di tahun 2018, kemudian meningkat menjadi 16,98 juta ton pada 2019 dan 25,6 juta ton pada 2020.

Pengembangan Green Diesel

VP Strategic Planning, PT Kilang Pertamina International Prayitno mengatakan, pihaknya terus melakukan pengembangan green diesel serta green gas dan minyak. Adapun, perjalanan Pertamina dalam pengembangan green diesel pada Desember 2014 dimulai dengan uji coba pabrik pertama di kilang Dumai melalui co-processing, dengan menyuntikkan Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 7,5% yang dicampur bahan fosil untuk menghasilkan green diesel. Pada Maret 2019, Pertamina melakukan usaha pabrik ke-2. Uji coba dilanjutkan dengan meningkatkan RBDPO menjadi 12,5%. Pada Juli 2020, Pertamina memanfaatkan kilang yang ada dengan sedikit modifikasi sehingga dapat melanjutkan 100% RBDPO untuk menghasilkan solar ramah lingkungan. “Dalam perjalanannya, Pertamina juga berdiskusi dengan banyak stakeholders Pertamina terkait kelapa sawit dengan melakukan workshop,” ujar dia. Sejalan dengan green diesel, Pertamina juga mulai mengembangkan green gasoline dari CPO pada 2018. Pada bulan Desember 2018, Pertamina melakukan plant trial untuk melanjutkan RBDPO dengan memproduksi green gasoline di kilang Plaju. Setelah itu, Pertamina melakukan uji coba pabrik kedua, yaitu di Plaju. Selanjutnya pada Maret 2020, Pertamina melakukan uji coba ketiga bensin hijau di Plaju (injeksi RBDPO 20%) dan Cilacap (injeksi RBDPO 13%).

https://katadata.co.id/pingitaria/berita/5fc85ff86b9a4/menakar-prospek-biodiesel-di-tengah-pandemi-covid-19?utm_source=Direct&utm_medium=Homepage&utm_campaign=Indeks%20Pos%201

BERITA BIOFUEL

Kontan.co.id | Kamis, 3 Desember 2020

Ini 5 rencana strategis pemerintah kembangkan bahan bakar nabati

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, pemerintah telah menyiapkan rencana strategis untuk mengembangan biofuel atau bahan bakar nabati (BBN). Hal ini mengingat BBN memegang peran penting bagi ketahanan energi nasional. Rencana pertama, memastikan bahwa program B30 tetap berjalan seperti yang ditargetkan. “Pemerintah akan melanjutkan program B30 dengan melaksanakan monitoring dan evaluasi,” ujar Dadan dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (2/12). Dia juga mengatakan, pemerintah akan berusaha mengurangi permasalahan yang mungkin terjadi selama implementasi program B30, juga meningkatkan infrastruktur pendukung dan memastikan keberlanjutan insentif. Strategi kedua, merencanakan pengembangan program B40 dan B50. Menurut Dadan, saat ini tengah dilakukan kajian ekonomi, kesiapan, bahan baku, infrastruktur pendukung. Akan dilakukan pula roadtest untuk B40 atau B50, dan melakukan uji coba penggunaan B40 dan B50 pada mesin pembangkit listrik tenaga diesel yang ada. Strategi ketiga, peningkatan program green fuel. Dia pun mengatakan akan dilakukan kajian tentang dukungan regulasi, teknologi yang efisien dan terjangkau, bahan baku, insentif, dukungan infrastruktur hingga pengembangan industri yang mendukung. “Pemerintah bersama Pertamina mengembangkan standalone green fuel untuk memproduksi green diesel, green gasoline dan green avtur,” kata Dadan. Strategi keempat, pengembangan hidrogenasi minyak sawit (HPO). Dia pun mengatakan hal ini dilakukan dengan bekerjasama dengan Pertamina, Pupuk Indonesia, ITB, BPDP-KS dan pemangku kepentingan lain akan mengembangkan kilang baru untuk green diesel. “Diharapkan, pilot dan uji coba akan dilakukan tahun depan, di Desember 2021. Strategi kelima, memanfaatkan lahan reklamasi atau bekas pertambangan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dan Pemerintah Daerah dalam mengidentifikasi lahan bekas tambang, serta bekerjasama dengan Kementerian Pertanian untuk menentukan komoditas yang paling cocok. Lebih lanjut, Dadan menjelaskan diperlukan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam pengembangan program bakar bakar nabati sesuai dengan roadmap yang telah dibuat. Adapun sesuai dengan peta jalan biofuel, ditargetkan produksi biofuel akan mencapai sekitar 17,8 juta kiloliter di 2035. Ini merupakan kontribusi dari biodiesel, co-processing green diesel, standalone green diesel, co-processing green gasoline hingga standalone green gasoline.

https://nasional.kontan.co.id/news/ini-5-rencana-strategis-pemerintah-kembangkan-bahan-bakar-nabati

Koran-Jakarta.com | Kamis, 3 Desember 2020

Pemanfaatan CPO untuk EBT Rendah

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan potensi yang ditawarkan oleh minyak sawit atau crude palm oil (CPO) sebagai energi terbarukan belum tergarap secara maksimal. Sebab, masih ada gap besar antara target penggunaan biofuel dan realisasinya. Menurut Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), penggunaan biofuel ditargetkan sebesar 13,8 juta kiloliter (kl) pada 2025, sementara realisasinya pada 2019 baru mencapai 6,39 juta kiloliter (KL). Direktur Jenderal Energi Terbarukan dam Konservasi Energi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan bersamaan dengan peningkatan pengembangan biodiesel, pengurangan emisi juga terus menunjukkan peningkatan, yaitu dari 2.341 ribu ton CO2 pada 2015 menjadi 6.985 ribu ton pada 2019 dan diperkirakan 11.221 ribu ton pada 2020. Bila dilihat per tahunnya, realisasi target biofuel berkembang baik dan bahkan diperkirakan target pada 2020 akan melebihi target RUEN. “Biofuel diharapkan menyumbang 2–3 persen dari target kontribusi energi terbarukan di tahun 2025,” ungkap Dadan dalam IPOC (Indonesian Palm Oil Conference) 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (2/12). Dadan menambahkan, hingga 2019, energi terbarukan sudah menyumbang 2,95 persen dari total energi nasional. Berdasarkan peta jalan biofuel, kontribusi biodiesel akan meningkat terus dari 2,5 juta kl pada 2020, menjadi 10,5 juta kl pada 2025, kemudian menjadi 11,7 juta KL pada 2030, dan 13,0 juta KL pada 2035. Mandatori biodiesel, sambung dia, mencoba meningkatkan bauran minyak sawit dengan target berbeda tiap sektor. Untuk sektor usaha kecil, perikanan, pertanian, transportasi dan layanan publik atau PSO (public service obligation), peningkatan ditargetkan dari 15 persen pada 2015 menjadi 30 persen pada 2020 dan 30 persen pada 2025. Untuk transportasi non-PSO, peningkatan ditargetkan dari 15 persen pada 2015, 30 persen pada 2020 dan 30 persen pada 2025. Untuk pembangkitan tenaga listrik, targetnya 25 persen pada 2015, 30 persen pada 2020 dan 30 persen pada 2025. Untuk industri dan perdagangan, targetnya sebesar 15 persen pada 2015, kemudian 30 persen pada 2020 dan 30 persen pada 2025. Pengembangan B30 didorong sejak 2019 dengan adanya road test, diikuti dengan rail test serta peralatan berat dan alutsista, pengembangkan spesifikasi B100 untuk road test B30, serta dikeluarkannya spesifikasi B30. Program mandatori biofuel ini sudah berhasil memproduksi B20 pada 2018 dan 2019, dan B30 pada 2020. Manfaat yang ditimbulkan ialah produksi sebanyak 3,75 juta kl pada 2018, kemudian 6,39 juta kl pada 2020 dan 9,6 juta kl pada 2020. “Pengembangan ini menghemat devisa sebanyak 1,89 miliar dollar AS pada 2018, 3,04 miliar dollar AS pada 2019 dan 3,09 miliar dollar AS pada 2020,” papar Dadan.

Mandatori Biodiesel

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, mengingatkan meskipun menghadapi masa sulit, namun industri kelapa sawit tetap berjalan dengan baik, mengikuti aturan new normal. “Industri kelapa sawit akan selalu mendukung program pemerintah dalam menjaga keberlanjutan dari mandatori biodiesel dan memastikan kita dapat mengelola 100 persen recovery pada pasar domestik,” pungkas dia.

http://www.koran-jakarta.com/pemanfaatan-cpo-untuk-ebt-rendah/

Merdeka.com | Kamis, 3 Desember 2020

20 Ton Jelantah dari Kaltim Diekspor ke Eropa untuk Bahan Baku Biodiesel

Jelantah atau minyak goreng bekas kini jadi barang mahal. Dikelola melalui pelaku usaha kecil menengah (UKM) di Kalimantan Timur, lebih dari 20 ton jelantah bakal diekspor ke sejumlah negara di Eropa, Jumat (4/12) besok. Ekspor jelantah itu menjadi bagian dari rencana pelepasan ekspor produk Indonesia yang bernilai tambah dan sustainable ke pasar global oleh Presiden Joko Widodo secara virtual. “Minyak jelantah dari Kalimantan Timur akan diekspor ke Belanda, Spanyol dan Portugal, hari Jumat (3/12) besok,” kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi, dan UKM Kaltim Yadi Robyan Noor, Kamis (3/12). Yadi menerangkan, ekspor jelantah dari Kalimantan Timur ini adalah kedelapan kalinya. Di Eropa, jelantah dari Kaltim digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Salah satunya pengoperasian kincir angin di Belanda. Ekspor jelantah Kaltim ke pasar global itu berkaitan erat dengan kebijakan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor dan Wagub Hadi Mulyadi untuk mendorong ekonomi kerakyatan, khususnya produk-produk nonmigas (renewable resources), menjadi lebih berdaya saing dan mampu menembus pasar global. Produk jelantah bisa menembus pasar ekspor global, setelah dilakukan kurasi dan penilaian oleh Kementerian Perdagangan. “Kita usulkan 7 UKM dan 4 UKM yang disetujui pusat untuk masuk ke pasar global. Ini sangat monumental, apalagi rencana pelepasan ekspor Jumat besok akan langsung dilakukan oleh Presiden Joko Widodo secara hybrid (virtual dan offline),” sebut Yadi. Roby mengungkapkan, setidaknya ada permintaan lima kontainer per bulan dari pembeli di Eropa. Satu kontainer, berisi sekitar 21 ton minyak jelantah. Nilai ekspor jelantah pada ekspor kali ini sekitar USD 300.000. “Minyak jelantah dikumpulkan dari rumah makan, resto dan rumah tangga,” demikian Yadi.

https://www.merdeka.com/peristiwa/20-ton-jelantah-dari-kaltim-diekspor-ke-eropa-untuk-bahan-baku-biodiesel.html

Infosawit.com | Jum’at, 4 Desember 2020

Serapan Sawit untuk Biodiesel Tahun 2020 Diperkirakan Capai 7,2 juta Ton

Produksi minyak sawit mentah (CPO) hingga akhir 2020 diprediksi naik tipis 0,43% dari 47,18 juta ton pada 2019 menjadi 47,41 juta ton (prediksi hingga akhir Desember 2020). Sementara itu, penyerapan minyak sawit untuk biodiesel diperkirakan mencapai 7,2 juta ton sampai akhir tahun ini. Diungkapkan Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Togar Sitanggang, penggunaan minyak sawit untuk industri oleochemical mendominasi konsumsi domestik yakni sekitar 1,57 juta ton meningkat 48,96% dari tahun 2019. “Hal ini didorong permintaan pasar untuk bahan baku sabun serta pembersih lainnya yang meningkat selama pandemi Covid-19,” katanya pada acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020, yang diselenggarakan secara virtual, dihadiri InfoSAWIT, Kamis, (8/12/2020). Sementara itu permintaan minyak sawit untuk industri makanan mengalami penurunan akibat adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar sehingga restaurant dan hotel banyak yang menutup operasinya pada tahun 2020. Togar juga menyampaikan analisisnya terkait program mandatori biodiesel B30. Meskipun pemerintah telah menaikkan levy (pungutan ekspor) namun karena pasar ekspor yang masih melemah, dana dari pungutan ekspor belum bisa maksimal. Hingga September 2020, GAPKI mencatat total ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 24,08 juta ton dengan nilai ekspor mencapai US$ 15,49 miliar. Tiongkok masih menjadi negara tujuan ekspor utama bagi Indonesia.

https://www.infosawit.com/news/10430/serapan-sawit-untuk-biodiesel-tahun-2020-diperkirakan-capai-7-2-juta-ton

Medcom.id | Kamis, 3 Desember 2020

Mandatori B30 Bisa Pangkas 9,6 Juta Kiloliter Impor Solar

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Agribisnis, Pangan, dan Kehutanan Franky Oesman Widjaja mendukung penuh langkah pemerintah yang menerapkan mandatori biodiesel 30 (B30) berbasis sawit. Kebijakan tersebut diyakini bisa memangkas impor solar sebanyak 9,6 juta kiloliter (kl). “Mandatori B20 bisa menurunkan impor solar sebanyak 9,6 juta kiloliter,” ucap Franky dalam acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Kamis, 3 Desember 2020. Ekspor dari sawit sendiri tercatat sebesar USD15,56 miliar atau 9,2 persen dari total ekspor nasional. Dengan memproduksi 9,6 juta kiloliter melalui program biodiesel di tahun ini, maka terjadi penghematan sebanyak USD5,13 miliar. Selain mampu mengurangi ketergantungan impor solar, lanjutnya, kebijakan B30 ini juga mampu kesejahteraan rakyat sebagai sektor yang padat karya. Setidaknya 16 juta masyarakat Indonesia bergantung hidup terhadap industri sawit, baik langsung maupun tidak langsung. “Dengan peningkatan populasi dunia dan permintaan pasar akan minyak nabati, industri ini harus terus didorong untuk menopang ketahanan pangan dunia. Apalagi minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling produktif dan efisien dibandingkan minyak nabati lainnya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pasar dunia,” ungkap dia. Franky menjelaskan bahwa minyak sawit memproduksi lima ton per hektare per tahun, sehingga hanya membutuhkan 40 juta hektare untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia. Sementara itu, kedelai memiliki rata-rata produksi sebesar 0,45 metrik ton per hektare per tahun, komoditas ini membutuhkan 445 juta hektare lahan. Sedangkan kanola yang produksi rata-ratanya 0,78 metrik ton per hektare per tahun membutuhkan lahan seluas 290 juta hektare. “Dengan potensi yang besar, industri sawit Indonesia mampu memenuhi pangsa pasar domestik juga dunia. Terlebih jika terus mampu meningkatkan produktivitas,” pungkas Franky.

https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/ybDV0JvK-mandatori-b30-bisa-pangkas-9-6-juta-kiloliter-impor-solar

Sindonews.com | Kamis, 3 Desember 2020

Peneliti Korea Buat Biodiesel dari Kardus Bekas

Dr. Sun-Mi Lee dan timnya di Pusat Penelitian Energi Bersih Institut Sains dan Teknologi Korea (KIST) telah mengumumkan bahwa mereka telah mengembangkan mikroorganisme baru. Mikroorganisme ini mampu menghasilkan prekursor biodiesel dari biomassa lignoselulosa seperti produk sampingan pertanian yang dibuang, kertas bekas, dan kotak karton. Sejauh ini, mikroorganisme telah menghasilkan produk sebanyak dua kali lipat dari apa yang diperoleh bakteri pendahulunya. Mereka menghasilkan senyawa prekursor biodiesel selama proses metabolisme gula yang terkandung dalam biomassa lignoselulosa yang diumpankannya Lee dan timnya melihat bahwa knalpot mobil berbahan bakar fosil terutama solar dikenal sebagai sumber utama debu halus dan gas rumah kaca. Untuk mencegah meningkatnya polusi tersebut, mereka ingin membuat biodiesel yang ramah lingkungan sebagai pengganti solar. “Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif efektif yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan debu halus tanpa membatasi pengoperasian kendaraan berbahan bakar solar yang ada,” kata Lee, dikutip dari Phys. Pengolahan biodiesel saat ini masih mememiliki banyak keterbatasan terutama masalah ketersediaan bahan baku. Minyak sawit atau minyak kedelai masih tergolong minim sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan pengolahan biodiesel di seluruh dunia. Ada upaya aktif dalam mengembangkan biofuel dengan mengkonversi biomassa lignoselulosa yang dihasilkan sebagai produk sampingan pertanian atau kehutanan. Biomassa lignoselulosa merupakan bahan baku yang ekonomis dan berkelanjutan yang dapat diubah menjadi bahan bakar mobil ramah lingkungan melalui metabolisme mikroba.

Tim peneliti Korea mengembangkan mikroorganisme baru yang dapat menghasilkan senyawa prekursor biodiesel. Prosesnya menggunakan metabolisme gula yang terkandung dalam biomassa lignoselulosa yang diumpankannya. “Kami mengembangkan teknologi inti yang dapat meningkatkan efisiensi ekonomi produksi biodiesel,” tambahnya. Gula yang terkandung dalam biomassa lignoselulosa umumnya terdiri dari 65-70% glukosa dan 30-35% xilosa. Sementara, mikroorganisme yang ada di alam efektif memproduksi prekursor diesel dengan memetabolisme glukosa. Mereka tidak memakan xilosa sehingga membatasi hasil bahan mentah. Untuk mengatasi masalah tersebut, tim peneliti KIST mengembangkan mikroorganisme baru yang dapat menghasilkan prekursor diesel. Mereka memanfaatkan memetabolisme xilosa serta glukosa secara efektif. Para peneliti mendesain ulang jalur metabolisme mikroorganisme dengan menggunakan gunting genetik untuk mencegah gangguan. Jalur metabolisme juga ditambahkan dengan suplai koenzim yang penting untuk memproduksi prekursor diesel. Kemampuan untuk memetabolisme xilosa ditingkatkan dengan mengendalikan proses evolusi secara efektif di laboratorium. Salah satu contohnya adalah dengan memilih dan membudidayakan mikroorganisme yang hanya menghasilkan kinerja sangat baik. Penelitian ini menegaskan kemungkinan untuk memproduksi prekursor diesel menggunakan semua komponen gula termasuk xilosa dari biomassa lignoselulosa. Ini juga memberikan solusi terhadap masalah koenzim yang belum terselesaikan sebelumnya. “Peningkatan pasokan biofuel membantu kita mengatasi perubahan iklim dengan paling cepat dan efektif sehingga memungkinkan untuk memfasilitasi perluasan industri dan pengembangan teknologi,” kata Dr. Sun-Mi Lee.

https://sains.sindonews.com/read/255748/768/peneliti-korea-buat-biodiesel-dari-kardus-bekas-1607011948?showpage=all

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *