Indonesia Belajar Inovasi Biofuel dari Brasil

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Medcom.id | Rabu, 9 September 2020

Indonesia Belajar Inovasi Biofuel dari Brasil

Indonesia terus mengembangkan inovasi bahan bakar nabati (Biofuel). Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, salah satu fokus biofuel yang ingin dikembangkan ialah sawit. “Kami punya potensi dan hari ini kita bicara energi biofuel. Dan tentu kita bicara tentang pemanfaatan minyak sawit sebagai energi,” kata Bambang dalam FGD Lesson Learned from the Development of Brazilian Bioethanol-based Biofuel secara daring, Rabu, 9 September 2020. Bambang menyebut Indonesia ingin belajar dari Brasil, sebagai negara yang telah lebih dulu mengembangkan biofuel. Dia ingin adanya perubahan pola pikir masyarakat Indonesia agar lebih memilih energi biofuel dari pada energi fosil. “Kami melihat keberhasilan Brasil yang menghasilkan energi biofuel dari tebu yang menghasilkan gula, lalu menjadi ethanol sebagai bahan bakar,” ujarnya. Namun, di Indonesia, kata Bambang, biofuel yang paling memungkinkan untuk dikembangkan adalah sawit. Sebab, pertanian sawit di Indonesia begitu besar. “Kita harus melihat postensi sawit. Indonesia adalah eksportir terbesar sawit. Hari ini bukan lagi masalah ekspor, tapi bagaimana bisa memproduksi dan membangun energi,” jelas Bambang. Memang, kata dia, dari segi produksi awal pengembangan biofuel ini terkesan lebih mahal daripada memproduksi energi dari fosil.

Namun, energi biofuel ini di masa depan akan sangat efesien dan kompetitif. “Kami punya kesempatan untuk menjadi salah satu pengembang terbesar energi hijau di dunia. Tinggal bagaimana melanjutkan riset di dalamnya dan mendapatkan partner industri untuk menjadi komersial,” ucapnya. Bambang berterima kasih kepada Pertamina yang telah banyak membantu pengembangan energi di Indonesia. Menurutnya, Pertamina juga bakal terus mendukung inovasi dalam negeri. Utamanya pengembangan energi biofuel. “Apalagi Pertamina bersama Institut Teknologi Bandung telah memulai pengujian produksi green diesel D100 yang memiliki bahan campuran sawit yang saat ini dikenal dengan B20 dan B30. Kami berterima kasih juga kepada Pertamina yang telah menyediakan tempat pengembangan inobasi ini dan bagaimana kita terus bisa mengembangkan dan memproduksi biofuel ini,” papar Bambang.

https://www.medcom.id/pendidikan/riset-penelitian/ob30GGJk-indonesia-belajar-inovasi-biofuel-dari-brasil?p=all

Republika.co.id | Rabu, 9 September 2020

Menristek: Wujudkan Bahan Bakar Nabati Berbasis Sawit

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro mendorong berbagai langkah-langkah komprehensif dan praktik terbaik untuk mewujudkan bahan bakar nabati Indonesia berbasis sawit untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. “Alih-alih bergantung pada bahan bakar fosil, Indonesia perlu mencapai bahan bakar ramah lingkungan secara bertahap dan kami berharap produksi minyak sawit dari petani skala kecil ini dapat menjadi kunci sumber energi terbarukan ini,” kata Menristek Bambang dalam seminar virtual Indonesia-Brasil tentang Pengembangan Bahan Bakar Nabati: Pembelajaran dari Pengembangan Bahan Bakar Nabati Berbasis Bioetanol Brasil, Jakarta, Rabu (9/9). Melalui seminar tersebut, Indonesia bisa belajar dari Brasil untuk pengembangan bahan bakar nabati termasuk skema penetapan harga, regulasi, dukungan riset, pengembangan, dan inovasi. Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang mengatakan Indonesia sangat berharap bisa mewujudkan bahan bakar nabati tersebut untuk menggantikan bahan bakar fosil, tentunya dimulai secara bertahap dari skala percontohan hingga akhirnya bisa memiliki pasar yang lebih luas di dalam negeri. Pengembangan bahan bakar nabati/biofuel memerlukan skenario regulasi, insentif dan pendanaan yang sesuai. “Semoga bisa menjadi bahan bakar ‘mainstream’ (utama) kita di masa depan,” tutur Menristek Bambang. Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil di mana porsi saat ini adalah sekitar 90-an persen dari total energi di Indonesia, sementara energi terbarukan hanya sekitar sembilan persen. Tentu saja itu tidak bersifat berkelanjutan sehingga Indonesia perlu mengembangkan energi alternatif dari sumber bahan bakar terbarukan yakni bahan bakar nabati. Indonesia telah menjadi net oil importer sejak 2014.

Produksi minyak bumi di Indonesia hanya sebanyak 808.000 barel per hari, tapi konsumsi jauh lebih besar yakni 1.790.000 barel per hari. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia berkomitmen kuat mendorong inovasi bahan bakar nabati biohidrocarbon sebagai solusi pemenuhan kebutuhan konsumsi bahan bakar dalam negeri yang sejak 2014 mencapai 1.790.000 barrel per hari. Keberhasilan Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (ITB) menguji coba produksi green diesel D100 dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) kelapa sawit berkapasitas 1.000 barel perhari di Kilang Pertamina Dumai telah memberi secercah harapan akan bangkitnya kemandirian energi terbarukan di Indonesia. Selain bahan bakar biohidrocarbon berbasis sawit akan berperan dalam substitusi impor, bahan bakar itu juga memberi peluang pemberdayaan korporatisasi petani sawit rakyat dalam industrialisasi IVO (bahan baku biohidrokarbon) dan kilang-kilang bahan bakar biohidrocarbon “stand alone” kecil-kecil terintegrasi dengan kebun sawit yang tentunya akan meningkatkan kesejahteraan hidup para petani sawit rakyat. Bahan bakar nabati biohidrokarbon berbasis sawit merupakan komoditas sumber daya alam terbarukan yang di Indonesia potensi jumlahnya berlimpah.

https://republika.co.id/berita/qgehvd349/menristek-wujudkan-bahan-bakar-nabati-berbasis-sawit

Beritamanado.com | Rabu, 9 September 2020

Petani Minut Support Pembangunan Pabrik Biofuel di Sulut

Sulawesi Utara (Sulut) dinilai layak untuk didirikan pabrik bio energi (Biofuel). Berdasarkan laporan survei rencana bisnis Bio Energi dari Kelapa Indonesia oleh Indonesia Japan Business Network (IJB-Net, Feasibility Study Report of Bioenergy Business from Coconut in Indonesia), Provinsi Sulut khususnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung menjadi lokasi pabrik terbaik di Indonesia untuk pembuatan biofuel (avtur) dari butir kelapa, kapasitas olahan 1 juta butir per hari. Hasil survei ini disupport petani di Kabupaten Minahasa Utara (Minut). “Atas nama Perhimpunan Petani Kelapa (Perpekindo) Sulut, kami sampaikan terima kasih kepada Gubernur dan Wagub Sulut atas keberhasilan mendatangkan investasi berskala “decacorn” di bumi Nyiur Melambai,” ujar Ketua Perpekindo Sulut, Arly Dondokambey kepada BeritaManado.com, Rabu (9/9/2020). Arly juga mengapresiasi kepada Tim IJBNet Sulawesi Utara yang gigih dalam meyakinkan tim penilai sekaligus menyisihkan tim-tim dari 4 provinsi kompetitor, yakni Jambi, Lampung, Jawa Timur, dan Kalimantan Tengah. “Semoga mega proyek ini segera terealiser sesuai target operasional pabrik tahun 2023. Dan mohon dukungan kita semua demi kesejahteraan masyarakat Sulut tercinta,” tambah Arly.

Rmco.id | Rabu, 9 September 2020

Keren! Warga Kampung Ikan Asap Sulap Limbah Jelantah Jadi Sabun Dan Lilin

PT Pertamina Gas Operation East Java merespons persoalan atau kendala pengelolaan limbah minyak jelantah sisa produksi Resto Seba dan rumah tangga di Kampung Ikan Asap. Hal ini dilakukan dengan mengenalkan konsep zero waste di kampung binaan Pertamina Gas ini. Selain melibatkan kelompok Resto, Pertamina Gas juga menggandeng Kader PKK Desa Penatarsewu dan Desa Kalitengah, Tanggulangin, Sidoarjo, Selasa (8/9/2020). Salah satunya dengan cara mengelola minyak jelantah menjadi produk bermanfaat, seperti sabun dan lilin. Edukasi dan pelatihan ini bekerja sama dengan Akademi Minim Sampah, Sidoarjo. Ketua Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa Penatarsewu, Nurul Huda menuturkan, selama ini ibu-ibu di Desa Penatarsewu tidak pernah menyimpan minyak goreng setelah beberapa kali dipakai dan belum mengetahui jika bisa dimanfaatkan kembali. “Di sini kami terbiasa membuang atau diserahkan ke penampung jika minyak goreng sudah beberapa kali dipakai. Dengan adanya pelatihan mengolah jelantah ini, diharapkan kami bisa memanfaatkan puluhan liter minyak menjadi sabun,” ujarnya kepada melalui keterangan tertulis, Rabu (9/9/2020).

Lain halnya di Desa Kalitengah, ibu-ibu di desa yang berdekatan dengan kawasan lumpur Sidoarjo ini mengaku telah memanfaatkan jelantah sebagai peluang penghasilan. “Kami biasa mengumpulkan jelantah dari beberapa RT, lalu kami jual ke pabrik untuk dimanfaatkan sebagai biodiesel melalui pengepul. Alhamdulillah hasil penjualan dapat dimanfaatkan untuk kas PKK,” kata Iftatus Solichah, perwakilan anggota PKK Desa Kalitengah. Adapun, proses pengolahan jelantah menjadi sabun dan lilin tegolong murah dari segi ketersediaan bahan dan mudah untuk dipraktikkan. Cukup sediakan jelantah mulai dari 250 ml, setengah sendok teh gula, beberapa gram soda api, air pandan, dan beberapa bahan pelengkap lainnya. “Setelah itu dipanaskan lalu diaduk, dan ditempatkan dalam sebuah cetakan sesuai selera,’ jelas Vivi. Sofiana, pemateri dari Akademi Minim Sampah. Terpisah, Manager Communication, Relation, & CSR Pertamina Gas, Zainal Abidin menuturkan bahwa antusias ibu-ibu dalam menerapkan zero waste lifestyle patut didukung. “Menurutnya, kemampuan mengolah limbah rumah tangga menjadi produk lain seperti sabun dan lilin ini berpotensi menjadi sumber pendapatan lain bagi warga di Penatarsewu dan Kalitengah,” katanya.

https://rmco.id/baca-berita/ekonomi-bisnis/47009/keren-warga-kampung-ikan-asap-sulap-limbah-jelantah-jadi-sabun-dan-lilin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *