Menakar Untung Rugi Pengembangan Biodiesel di Indonesia

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Tirto.id | Senin, 30 November 2020

Menakar Untung Rugi Pengembangan Biodiesel di Indonesia

Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) menjajaki langkah berikutnya untuk menerapkan campuran Bahan Baku Nabati (BBN) berupa fatty acid methyl ester (FAME) sebesar 40% atau B40 pada awal tahun 2022. Penggunaan B40 ini diharapkan pemerintah menjadi cara agar dapat menghasilkan Green Diesel (D100), Green Gasoline (G100) dan Green Jet Avtur (J100). B40 merupakan program lanjutan dari Biodiesel 30 atau B30 yang telah diwajibkan sejak Januari 2020 silam. Dengan memberlakukan kewajiban penggunaan biodiesel lintas sektor, serapan biodiesel mengalami tren kenaikan setiap tahunnya. Menurut catatan Kementerian ESDM, serapan biodiesel pada 2017 baru mencapai 2,57 juta kiloliter. Angkanya mampu naik hampir 50% pada 2018 dengan catatan sebanyak 3,75 juta kiloliter. Peningkatan ini dipicu oleh keputusan Mandatori Biodiesel 20 atau B20 yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018 juncto 45 Tahun 2018. Program mandatori B20 semakin mendorong konsumsi biodiesel pada tahun 2019. Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) menyebut serapan biodiesel dalam negeri pada 2019 mencapai 6,7 juta kiloliter. Realisasi itu melebihi proyeksi serapan sebesar 6,4 juta kiloliter. Mandatori B30 pada awal tahun ini mengeskalasi penyerapan biodiesel di Indonesia yang tercatat sebanyak 4,36 juta kiloliter sepanjang semester pertama 2020 ini. Kementerian ESDM pun menargetkan total serapan pada tahun ini bisa mencapai 8,7 juta kilo liter.

Perkembangan Uji Coba B40

Serapan biodiesel itu diproyeksikan kembali naik saat penggunaan B40 diterapkan pada 2022 mendatang. Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan kajian terkait komposisi campuran pada biodiesel. Paulus menjelaskan, setidaknya terdapat tiga opsi yang dapat ditempuh pengembangan B40 di Indonesia. Pertama, dengan melakukan perbaikan pada biodiesel 30. “Ada kemungkinan biodiesel saat ini bisa dipakai untuk B40 juga, namun perlu perbaikan sedikit. Tapi kami masih membuka opsi lain,” Kata Paulus saat dihubungi Tirto, Selasa (17/11). Opsi kedua yang akan ditempuh ialah dengan mencampur 10% destilasi kepada 30% FAME. Opsi terakhir, lanjut Paulus, ialah dengan menggunakan seluruh destilasi pada B40. “Masih terus kami kaji dan melihat kemampuan industri. Terutama kan industri punya keterbatasan dalam mengimplementasikan biodiesel ini, apalagi soal teknologi dan cost-nya ya,” Ungkap Paulus. Sementara itu, uji jalan B40 direncanakan bakal mulai dilakukan pada awal 2021. Uji jalan ini, menurut Paulus, memakan waktu hingga delapan bulan sehingga diharapkan B40 dapat mulai digunakan pada 2022. Kebutuhan Crude Palm Oil (CPO) dalam pengembangan Biodiesel, menurut Paulus mampu mendorong serapan sawit dalam negeri. Pada implementasi B30 misalnya, konsumsi sawit Indonesia untuk biodiesel mencapai 12,7% dari total 51.828 ton produksi sawit pada 2019. “Keperluan sawit untuk biodiesel sudah masuk dalam komposisi 35% keperluan sawit dalam negeri sehingga tidak ada masalah suplai,” terang Paulus. Dengan naiknya pencampuran sawit ke dalam biodiesel menjadi 40%, Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) Togar Sitanggang memastikan suplai kebutuhan sawit terkendali. Namun, Togar enggan berkomentar lebih jauh soal hal tersebut. “Pasokan aman saja, tidak ada masalah soal hal itu,” Terang Togar kepada Tirto (16/11/2020)

Berkah Ekonomi Biodiesel

Pengembangan biodiesel di Indonesia digencarkan untuk menekan bengkaknya impor bahan bakar. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor minyak mentah dan olahan Indonesia mengalami kenaikan pada periode 2009 hingga 2018. Dalam periode tersebut, impor minyak mentah telah melonjak hingga 10,64% menjadi 16,9 juta ton, sementara impor minyak olahan naik 35% menjadi 26,6 juta ton pada 2018. Presiden Joko Widodo coba meredam penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan mencabut subsidi bernilai Rp300 triliun per tahun sejak 2015. Kendati demikian, dicabutnya subsidi BBM rupanya belum mampu menekan volume impor bahan bakar fosil. Sedikit demi sedikit, Indonesia dapat melakukan penghematan devisa negara melalui pengembangan biodiesel. Menurut perhitungan Aprobi, dengan target 6,4 juta kilo liter serapan biodiesel pada 2019, Indonesia telah mengamankan USD 3,5 miliar atau setara Rp51,75 triliun. Pengembangan biodiesel secara berkala ini menjadi jurus Presiden Joko Widodo untuk mengatasi defisit transaksi berjalan atau current account deficit akibat impor minyak. “Defisit transaksi berjalan harus semakin menurun sehingga perlu diberikan prioritas pengembangan industri substitusi impor, kemudian dilanjutkan kebijakan bioenergi ke program B40-B50,” ujar Jokowi (09/03/2020). Sementara Jokowi menyebut, mandatori dari B30 mampu menghemat devisa negara hingga Rp110 triliun dengan asumsi produksi kelapa sawit mencapai 46 juta ton. Di sisi lain, data GAPKI mengungkap produksi kelapa sawit Indonesia mampu mencapai 51.828 ribu ton pada 2019. Dengan kata lain, masih ada potensi produksi yang belum terserap. Dengan besarnya potensi produksi sawit Indonesia, Jokowi mencoba “membunuh dua burung dengan satu batu”. Artinya, pengembangan biodiesel secara berkala ini dapat meredam impor bahan bakar fosil sekaligus mulai menghentikan ekspor CPO.

Dominasi Taipan Sawit Merugikan Petani Kecil

Berkah ekonomi yang diterima ini rupanya masih meninggalkan rentetan masalah. Dalam pengembangan biodiesel yang diusung pemerintah, pada praktiknya, masih terjadi ketimpangan keuntungan. Menurut Peneliti Sawit Watch, Achmad Surambo, Masalah itu terjadi saat dana yang diberikan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) didominasi oleh subsidi harga BBN, bukan replanting. “Proporsi antara subsidi BBN ke perusahaan dan replanting ke petani itu kaya langit dan bumi,” Kata Rambo kepada Tirto (16/11/2020). Sebagai gambaran, total penerimaan BPDPKS dari pungutan ekspor pada Desember 2019 mencapai Rp47,23 triliun dengan realisasi penyaluran dana mencapai Rp33,6 triliun. Program peremajaan sawit atau replanting yang diterima petani hanya Rp2,3 triliun. Sementara itu, subsidi biodiesel yang diterima perusahaan dianggarkan hingga Rp29,2 triliun. Alokasi lainnya sebesar Rp246 miliar untuk riset, Rp121,3 triliun untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dan Rp171,3 miliar untuk promosi. Pada tahun ini, pemerintah telah menganggarkan dana subsidi sebesar Rp2,78 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana tersebut masuk ke dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Menurut Rambo, anggaran ini hanya akan sampai ke perusahaan besar. “Subsidi itu akan Kalau sekelompok pihak saja, ya perusahaan-perusahaan besar. Harusnya dibuat mekanisme untuk petani swadaya agar porsi lebih dalam biodiesel ini. Kalau dilanjutkan ini hanya akan menghasilkan oligarki lagi di bidang sawit,” Ungkap Rambo.

https://tirto.id/menakar-untung-rugi-pengembangan-biodiesel-di-indonesia-f7t5

BERITA BIOFUEL

Medcom.id | Jum’at, 27 November 2020

Mahalnya Tarif Hambat Penggunaan BBM Ramah Lingkungan

Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto menyebut penggunaan energi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ramah lingkungan terhalang oleh persoalan tarif. Padahal jenis BBM tersebut akan mengurangi penggunaan energi fosil dan menciptakan lingkungan sehat. Tarif BBM ramah lingkungan inipun kemudian dikaitkan dengan wacana penghapusan BBM premium dengan Research Octane Number (RON) 88. Jika mengacu standar Euro, RON yang paling baik digunakan ialah BBM dengan RON di atas 91. “Jawaban kompromistis adalah kita naik ke penggunaan RON yang lebih tinggi secara bertahap. Karena ada kelompok kepentingan yang masuk ranah politik, istilahnya adalah politik minyak. Ini adalah fakta yang ada di balik ini semua,” ujarnya dikutip dariMediaindonesia.com, Jumat, 27 November 2020. Sugeng menambahkan penggunaan BBM dengan RON tinggi menjadi mutlak untuk diterapkan lantaran Indonesia berkomitmen menerapkan Paris Agreement. Sayangnya, upaya pemerintah untuk menggalakkan penggunaan biofuel masih kurang memadai karena BBM yang berasal dari fosil lebih populer dan lebih mudah terjangkau oleh masyarakat. Ia pun menyarankan penghapusan BBM RON di bawah 90 dapat dilakukan dengan memberikan harga murah. “Setidaknya nanti di 2022 pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM akan menghadirkan Perta Shop di 50 persen desa yang ada di Indonesia. Itu nanti hanya akan menyediakan BBM dengan RON tinggi,” terang Sugeng. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan diperlukan konsistensi pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan penggunaan energi ramah lingkungan. Itu termasuk penggunaan BBM dengan RON di bawah 91. Merujuk data Pertamina, penggunaan BBM RON di bawah 91 masih mendominasi di Tanah Air. Hingga November 2020 misalnya, pertalite RON 90 dikonsumsi hingga 63 persen, diikuti premium RON 88 sebesar 23 persen, pertamax 13 persen dan pertamax turbo satu persen. “Kita memerlukan konsistensi kebijakan dari pemerintah dalam hal ini adalah kementerian ESDM. Tingkat keberadaban kita diuji di sini karena kita masih berkutat pada RON 88,” ujar Tulus.

https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/ybDVzyvK-mahalnya-tarif-hambat-penggunaan-bbm-ramah-lingkungan

Beritasatu.com | Sabtu, 28 November 2020

Barata Gandeng Kemtan Kembangkan Reaktor Biodiesel B100

PT Barata Indonesia (Persero) dan Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegaran (Balittri) Kementerian Pertanian (Kemtan) akan melakukan pengembangan bisnis bersama dengan melahirkan produk industri mobile refinery untuk menghasilkan produk hilir yang bernilai tinggi yang diharapkan dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Pengembangan bisnis bersama itu sebagai tindak lanjut dari perjanjian Barata Indonesia dengan Balitri Kementan tentang alih teknologi Reaktor Biodiesel Hybrid untuk bahan bakar nabati (BBN) yang telah ditandatangani di Balai Penelitian Tanaman Hias, Cianjur, beberapa waktu lalu oleh Direktur Operasi Barata Indonesia, Bobby Sumardiat Atmosudirjo dengan Kepala Balitri, Tri Joko Santoso dan disaksikan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Direktur Operasi Barata, Bobby Sumardiat Atmosudirjo, mengatakan kerja sama ini tersebut merupakan upaya perseroan dalam rangka mengindustrialisasi sebuah inovasi mendukung program pemerintah untuk memenuhi kebutuhan energi alternatif dalam negeri yang ramah lingkungan. “Biodesel B100 adalah energi masa depan Indonesia. Ini adalah peluang besar bagi Barata sebagai BUMN manufaktur dan EPC untuk menciptakan nilai tambah melalui hilirisasi sawit dengan produk akhir yang mampu memperkuat ketahanan energi nasional,” kata Bobby, Sabtu (28/11/2020). Bobby menyatakan, perseroan selama ini telah memiliki pengalaman serta kompetensi dalam pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit. Kompetensi ini akan dikembangkan dalam rangka hilirisasi industri CPO yang lebih efisien dan bernilai tinggi. Hingga kini sawit Indonesia masih menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar.

Namun, jika hanya mengekspor dalam bentuk mentah, harga jualnya lebih rendah bila dibandingkan bentuk produk turunan. “Merespon hal tersebut, Barata Indonesia melakukan pengembangan bisnis bersama Balitri Kemtan dengan melahirkan produk industri mobile refinery untuk menghasilkan produk hilir yang bernilai tinggi yang diharapkan dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya. Lebih lanjut, Bobby menjelaskan, pengembangan biodiesel B100 juga memiliki banyak dampak positif terhadap pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) bagi masyarakat yang lebih efisien dan ekonomis. Berdasarkan data Balitri pada tahap uji coba membuktikan, bahwa satu liter B100 mampu menempuh jarak 13,1km atau 26,7 persen, lebih efisien dari bahan bakar solar fosil dengan jumlah yang sama. Pengembangan ini juga diharapkan dapat mendorong penciptaan nilai kesejahteraan ekonomi bagi para pekerja di sektor sawit yang terlibat. Untuk itu perseroan berharap dukungan kebijakan dari pemerintah agar proyek kerjasama ini dapat berkelanjutan sehingga dapat memberikan multiplier effect bagi seluruh pihak. “Ini bukan pertama kali Barata Indonesia berpatisipasi dalam keberlangsungan energi bersih. Beberapa proyek yang Barata Indonesia kerjakan juga turut dalam mendukung terciptanya energi yang ramah lingkungan. Seperti Pembangkit Listrik Mini Hydro (PLTM) dengan kapasitas hingga 5 megawatt. Peluang bisnis ini akan terus dikembangkan sebagai komitmen perseroan dalam mendukung terciptanya industri kelistrikan ramah lingkungan dan mendorong kemandirian energi nasional,” imbuh Bobby.

https://www.beritasatu.com/feri-awan-hidayat/ekonomi/703767/barata-gandeng-kemtan-kembangkan-reaktor-biodiesel-b100

Katadata.co.id | Sabtu, 28 November 2020

3 Skenario Kalkulasi Dampak Ekonomi dan Lingkungan Program Biodiesel

Program biodiesel di Indonesia semakin serius dikembangkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan impor solar. Namun, mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh, Greenpeace melihat program biodiesel tidak sejalan dengan ekonomi hijau. Kajian LPEM FEB UI menunjukkan, semakin agresif implementasi biodiesel maka kebutuhan CPO akan semakin besar. Hal ini akan mendorong kekurangan pasokan CPO yang akan terus terakumulasi setiap tahunnya. Jika penerapan B50 dilakukan (pada tahun 2021) defisit akan mencapai 108,6 juta ton CPO pada tahun 2025. Adapun LPEM FEB UI membuat tiga skenario perhitungan dampak. Skenario pertama, penerapan B20 sampai tahun 2025; skenario kedua, penerapan B30 sampai tahun 2025; dan, skenario 3 penerapan B30 sampai 2020, dilanjutkan B50 untuk tahun 2021-2025. Berdasarkan tiga skenario tersebut, hasil simulasi juga menunjukkan adanya ekspansi lahan akibat kebutuhan sawit yang meningkat. Skenario paling agresif (skenario 3) berpotensi menimbulkan kebutuhan lahan sawit baru sampai 9,3 juta ha pada 2025. Angka ini setara dengan 70 persen luas lahan sawit tahun 2019. Sementara itu dampak program terhadap neraca berjalan sangat bergantung dengan harga CPO dan solar. Tahun 2020, pemerintah memperkirakan penghematan neraca berjalan mencapai Rp 112,8 triliun, sementara hasil proyeksi dari studi ini menunjukan bahwa penghematan hanya Rp 44 triliun. Sedangkan untuk dampak terhadap subsidi energi, dengan asumsi subsidi FAME lebih besar ketimbang subsidi solar (seperti tahun 2018) sebagai kondisi yang lebih mungkin terjadi, penghematan tidak terjadi. Total subsidi yang lebih besar dari Rp 750 triliun pada tiap skenario membuat selisih antara subsidi solar murni (Rp 679 triliun) dengan subsidi biodiesel berturut-turut Rp 70 triliun (skenario 1), Rp 106 triliun (skenario 2), dan Rp 168 triliun (skenario 3).

https://katadata.co.id/ariemega/infografik/5fc1d45dee968/3-skenario-kalkulasi-dampak-ekonomi-dan-lingkungan-program-biodiesel

Beritasatu.com | Minggu, 29 November 2020

METI Dorong Pemerintah Percepat Bauran Energi Terbarukan

Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menyampaikan, untuk mencapai target energi terbarukan dalam bauran energi sebesar 23% pada 2025, harus ada landasan untuk membuat terobosan dan kebijakan yang lebih pasti, sehingga target menjadi lebih jelas. Saat ini bauran EBT baru mencapai sekitar 14%. Surya menyampaikan, Indonesia masih bergantung pada energi berbasis fosil yang semakin lama cadangannya semakin berkurang, sehingga terpaksa harus melakukan impor untuk memenuhi sebagian kebutuhan energi dalam negeri. Padahal di Indonesia memiliki potensi energi terbarukan cukup besar yang belum dimanfaatkan dengan maksimal. “Target bauran energi di 23% untuk tahun 2025 waktunya sudah cukup singkat. Pada tahun 2006 saat pertama kali target ini dicanangkan hingga saat ini 15 tahun sudah berlalu, namun posisi pengembangan energi terbarukan di Indonesia belum banyak bergerak. Oleh karena itu, untuk membantu percepatan pemanfaatan energi terbarukan, harus ada landasan untuk membuat terobosan dan kebijakan yang lebih pasti sehingga target menjadi lebih jelas,” kata Surya Darma dalam keterangan resminya, Minggu (29/11/2020). Melalui gelaran konferensi dan pameran Indonesia EBTKE Virtual Conference and Exhibition 2020 yang telah berakhir pada 28 November 2020, METI juga telah menghimpun beberapa rekomendasi kepada pemerintah untuk mempercepat pemanfaatan energi terbarukan. Beberapa rekomendasinya antara lain, DPR dan Pemerintah diharapkan dapat segera menuntaskan pembahasan RUU Energi Terbarukan, sehingga akan ada payung hukum untuk pemanfaatan energi terbarukan dalam jangka panjang. RUU ini selayaknya hanya membahas tentang energi terbarukan, sedangkan pembahasan tentang energi baru, terutama tentang nuklir, dapat dilakukan melalui revisi UU yang telah ada “Pemerintah juga perlu segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang harga energi terbarukan yang saat ini sedang dalam tahap finalisasi. Peraturan Presiden tersebut harus mengatur agar tersedia harga yang menarik untuk investor berdasarkan keekonomian, tersedia insentif fiskal apabila harga keekonomian belum dapat dicapai, misalnya pemberian tax holiday sedikitnya untuk jangka waktu 10 tahun tanpa mempertimbangkan besaran investasi, pembebasan PPN untuk pengadaan jasa dan barang dalam negeri, tax allowance, pembebasan bea masuk impor. Peraturan Presiden juga perlu mengatur tentang bankability, agar lembaga pendanaan dapat menyediakan dana yang dibutuhkan untuk investasi energi terbarukan,” papar Surya.

Rekomendasi selanjutnya, pemerintah perlu segera menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi agar ada landasan hukum untuk upaya pemenuhan target intensitas energi, serta perlu segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang implementasi instrumen carbon pricing yang akan dapat menyediakan persaingan yang seimbang antara energi terbarukan dan energi fosil. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam acara EBTKE Virtual Conference and Exhibition 2020 juga telah menyampaikan, beberapa program pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBT KE) yang telah disiapkan pemerintah antara lain penciptaan pasar baru untuk energi terbarukan melalui program Renewable Energy-Based Industry Development dan Renewable Energy Based on Economic Development. Upaya lainnya adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dalam skala besar untuk menciptakan pasar yang menarik bagi investor dan mengembangkan industri lokal, memaksimalkan penerapan bioenergi melalui percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 12 kota, program B30, serta program pembangunan green refinery. Selanjutnya adalah pembangunan panas bumi berbasis wilayah melalui program Flores Geothermal Island, sinergitas pengembangan EBT dengan pengembangan klaster ekonomi, serta melakukan modernisasi infrastruktur ketenagalistrikan melalui smart green, fasilitas pendanaan berbiaya rendah untuk investasi energi terbarukan, serta memanfaatkan waduk untuk PLTS terapung.

https://www.beritasatu.com/faisal-maliki-baskoro/ekonomi/703875/meti-dorong-pemerintah-percepat-bauran-energi-terbarukan

Suara Pembaruan | Sabtu, 28 November 2020

Jokowi: Kita Ingin Kembangkan Green Economy

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau Pusat Sumber Benih dan Persemaian Rumpin di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar), Jumat (27/11). Presiden berharap pusat perbenihan tersebut akan menanam tanaman-tanaman yang memiliki fungsi ekonomi. Ditegaskan, pemerintah berencana mengembangkan konsep green economy. “Tadi saya berpesan untuk pembibitan di Rumpin, Bogor, ini agar ditanam tanaman-tanaman yang punya fungsi ekologi maupun fungsi ekonomi. Karena ke depan kita ingin mengembangkan green economy” katanya. Dia menyatakan pusat perbenihan merupakan sebuah lokasi pembibitan. Bibit-bibit yang diproduksi nantinya didistribusikan ke lokasi atau wilayah yang sering mengalami bencana banjir dan tanah longsor. “Kita harapkan nanti tahun depan, 2021, sudah selesai dan sudah berproduksi. Dari sini akan bisa diproduksi kurang lebih 16 juta bibit,” ucapnya. Pusat perbenihan tersebut akan berdiri di atas lahan seluas 159,58 hektare yang terdiri atas zona perbenihan, zona kelola masyarakat, zona pendidikan dan pelatihan, dan zona koridor pengembangan usaha. Pembangunan di areal tersebut akan menjadi permulaan dan percontohan bagi pengembangan serupa yang akan dilakukan di sejumlah lokasi lain seperti Danau Toba (Sumatera Utara), Mandalika (NTB), Labuan Bajo (NTT), dan Likupang (Sulawesi Utara). Hal itu belum termasuk pembangunan lokasi pembibitan yang diperuntukkan bagi perbaikan hutan mangrove. “Kita sudah merencanakan akan kita kerjakan kurang lebih 630 ribu hektare mangrove, sehingga itu juga butuh lokasi pembibitan yang juga akan kita siapkan,” ucap Presiden. Pada kesempatan itu, Kepala Negara turut melakukan peninjauan laboratorium kultur jaringan yang ada di lokasi tersebut serta meninjau kebun pangkas, shading house, dan propagation house. Tidak jauh dari Pusat Sumber Benih dan Persemaian Rumpin, Presiden kemudian meninjau lokasi rencana pembangunan Pusat Perbenihan dan Riset Hutan Tropika Internasional. Hadir mendampingi Presiden dalam acara peninjauan tersebut yakni Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, dan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan Hudoyo.

Ekonomi Tangguh

Indonesia terus bekerja keras membangun ekonomi yang inklusif dan membangun hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan, serta mampu beradaptasi dan siap menghadapi krisis. Hal itu disampaikan Presiden dalam pidatonya pada World Economic Forum (WEF) Special Virtual on Indonesia melalui video konferensi dari Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, belum lama ini. Presiden pun mengungkap pengesahan Undang-Undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi langkah besar pemerintah untuk mempermudah izin usaha dan memberikan kepastian hukum. Selain itu juga memberikan insentif untuk menarik investasi, terutama untuk industri padat karya dan ekonomi digital. Tidak hanya itu, Presiden, Indonesia terus berkomitmen untuk menuju ekonomi lebih hijau dan berkelanjutan. Menurutnya, geliat pemulihan ekonomi tidak boleh lagi mengabaikan perlindungan terhadap lingkungan. “Perlindungan bagi hutan tropis tetap menjadi prioritas kami sebagai benteng pertahanan terhadap perubahan iklim,” tegasnya. Indonesia telah melakukan beberapa terobosan, antara lain memanfaatkan biodiesel B-30, mengembangkan green diesel D100 dari bahan Kelapa Sawit yang menyerap 1 juta ton sawit produksi petani, memasang ratusan ribu Pembangkit Listrik Tenaga Surya di atap rumah tangga, serta mengolah biji nikel menjadi baterai litium yang dapat digunakan di ponsel dan mobil listrik. “Semua upaya tersebut akan menciptakan puluhan ribu lapangan kerja baru yang sekaligus berkontribusi pada pengembangan energi masa depan,” kata Presiden. Pada 2021 akan menjadi tahun yang penuh peluang bagi Indonesia untuk berpartisipasi dalam kebangkitan perekonomian dunia. Indonesia mendukung dunia dengan membangun ekosistem investasi yang jauh lebih baik dengan melakukan perbaikan ekosistem regulasi dan birokrasi secara besar-besaran. “Saya mengundang masyarakat dunia untuk bergabung dan menanamkan investasi di Indonesia, untuk membangun ekonomi dunia yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan resilient,” imbuh Presiden.

Media Indonesia | Sabtu, 28 November 2020

BBM Bersih Setengah Hati

Upaya pemerintah menggalakkan penggunaan biofuel masih kurang memadai karena BBM yang berasal dari fosil lebih populer dan lebih mudah terjangkau. DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti masih mahalnya tarif bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan. Kemauan politik pemerintah untuk mendorong masyarakat menggunakan BBM bersih juga masih setengah hati. “Jawaban kompromistis ialah kita naik ke penggunaan RON yang lebih tinggi secara bertahap. Karena ada kelompok kepentingan yang masuk ranah politik, istilahnya ialah politik minyak. Ini merupakan fakta yang ada di balik ini semua,” kata Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto dalam bedah hasil survei Persepsi Masyarakat terhadap Produk BBM yang digelar Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), kemarin. Padahal, sambung Sugeng, konstitusi telah mengamanatkan penggunaan BBM di Tanah Air harus memiliki research octane number (RON) di atas 91. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 20/2017 yang mengharuskan Indonesia mengadopsi BBM kendaraan berstandar Euro 4. Indonesia, lanjutnya, harusnya berkomitmen menerapkan Paris Agreement yang memuat kesepakatan penggunaan BBM kendaraan dengan RON tinggi. Tujuan utamanya ialah masifnya penggunaan energi bersih dan terbarukan yang tidak berdampak merusak lingkungan. Namun, faktanya, ujar politikus Partai Nas-Dem itu, upaya pemerintah menggalakkan penggunaan biofuel masih kurang memadai karena BBM yang berasal dari fosil lebih populer dan lebih mudah terjangkau oleh masyarakat. Karena itu, keterjangkauan dan skema tertentu dalam mengenalkan BBM kendaraan RON tinggi perlu dilakukan. “Setidaknya nanti di 2022 pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, akan menghadirkan perta shop di 50% desa yang ada di Indonesia. Itu nanti hanya akan menyediakan BBM dengan RON tinggi,” terang Sugeng.

Negara kelas IV

Untuk menyikapi itu, Kepala Seksi Pengaturan Ketersediaan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Kasim He-hanussa mengakui Indonesia merupakan satu dari tujuh negara yang masih mengonsumsi BBM dengan RON rendah, seperti premium. Hal itu merupakan sebuah kemunduran. “Apalagi hanya ada tujuh negara yang saat ini masih menggunakan BBM RON 88 dan itu ialah negara-negara kelas IV. Masak Indonesia masuk ke negara kelas IV?” kata dia. Kasim menyatakan bahwa pihaknya mendukung penggunaan BBM bersih yang ramah lingkungan. Namun, dia meminta pula kepada pengambil kebijakan agar ada jalan keluar bagi masyarakat bila BBM premium akan dihapuskan nantinya. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menambahkan, diperlukan konsistensi pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan penggunaan energi ramah lingkungan. Dengan merujuk data Pertamina, konsumsi BBM RON di bawah 91 masih mendominasi di Tanah Air. Hingga November 2020 misalnya, pertalite RON 90 dikonsumsi hingga 63%, diikuti premium RON 88 sebesar 23%, pertamax 13%, dan pertamax turbo 1%. “Kita memerlukan konsistensi kebijakan dari pemerintah, dalam hal ini ialah Kementerian ESDM. Tingkat keberadaban kita diuji di sini karena kita masih berkutat pada RON 88,” ujar Tulus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *