OPTIMISME KEBERLANJUTAN ENERGI TERBARUKAN

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Koran Tempo | Kamis, 28 Mei 2020

(ANJLOKNYA HARGA MINYAK DUNIA TIDAK BOLEH MENYURUTKAN UPAYA MENERAPKAN SUMBER ENERGI PENGGANTI BAHAN BAKAR FOSIL)

Harga minyak dunia yang merosot tajam ke level terendah dalam 19 tahun, turut berdampak pada sektor minyak dan gas nasional. Terutama mempengaruhi kelangsungan implementasi bauran solar dan minyak Kelapa Sawit 30 persen atau biodiesel 30 (B30). Di lain sisi, implementasi B30 ini menjadi salah satu langkah tepat untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, meningkatkan kesejahteraan petani, menekan impor migas, dan menjadi tonggak pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah menargetkan pada 2025 porsi EBT dalam bauran energi nasional di Indonesia mencapai 23 persen. Melalui mandatori B30 yang digulirkan sejak 1 Januari 2020 silam, pemerintah memproyeksikan B30 dapat menyerap kebutuhan biodiesel sebanyak 9,59 juta kiloliter pada tahun ini. Ketua Umum Asosiasi Produsen biofuel Indonesia (APROBI), Master Parulian Tumanggor, mengatakan penurunan harga minyak global memang berdampak negatif bagi harga komoditas lainnya, tak terkecuali harga minyak Kelapa Sawit atau crude Palm Oil (CPO). Jika harga minyak dunia terus turun, maka selisih harga acuan atau Mean of Platts Singapore (MOPS) dengan harga CPO semakin besar. Kendati demikian, hal itu bukan alasan penghentian implementasi B30.

“Fluktuasi harga minyak dunia sifatnya sementara karena Covid-19, sehingga harga minyak dunia sempat minus meskipun secara teori itu tidak ada. Dari sisi konsumen tentu mau energi murah, tapi apakah kita mengesampingkan dampak lingkungan? Dengan green energy kesehatan masyarakat bisa lebih baik, kehidupan petani sawit kita juga akan lebih baik. Kualitas B30 sudah lulus uji dan selalu kita perhatikan,” ujarnya dalam Dialog Industri “Untung-Rugi Minyak Murah\’\’ di YouTube Tempodotco, Rabu, 20 Mei 2020. Tumanggor menambahkan, pihaknya optimistis masyarakat transportasi akan semakin melirik penggunaan B30. Hasil pengujian atau uji jalan atas B30 sepanjang 2019 menunjukkan nilai positif. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)\’ memastikan bahwa bahan bakar campuran nabati B30 aman bagi mesin kendaraan. Sekaligus tidak terjadi dampak yang signifikan dari penggunaan B20 dan B30. Keberhasilan ini turut mendorong percepatan implementasi B40 dan B50 agar Indonesia bisa terus mengurangi impor minyak. Menyikapi besarnya selisih harga indeks pasar bahan bakar nabati (HIP BBN) dengan HIP Solar, Fajar Wahyudi, Kepala Divisi Unit Penyaluran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), mengatakan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber

Daya Mineral. Saat ini selisih antara HIP BBN dan HIP Solar berada pada kisaran Rp 5.000 per liter, sedangkan pada Januari 2020 selisihnya hanya Rp 2.000 per liter. Insentif untuk program biodiesel diberikan meski tidak s secara penuh. “Komite pengarah memutuskan bahwa selisih harga yang akan dibayar BPDP Rp 3.250 per liter itu termasuk ongkos angkut dan PPN,” katanya. Meskipun demikian, upaya tersebut membantu keberlangsungan program B30. Montty Girianna, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha BUMN Riset dan Inovasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengatakan pemerintah berkomitmen program B30 tetap berjalan setidaknya hingga akhir tahun.