Pemerintah tetapkan HIP bioetanol untuk Agustus Rp 14.779 per liter

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Kontan.co.id | Rabu, 29 Juli 2020

Pemerintah tetapkan HIP bioetanol untuk Agustus Rp 14.779 per liter

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Indeks Pasar (HIP) untuk jenis bahan bakar nabati (BBN) bioetanol pada Agustus 2020 sebesar Rp 14.779 per liter. HIP bioetanol di bulan Agustus 2020 naik Rp 1.020 per liter dibandingkan HIP di bulan Juli lalu yang sebesar Rp 13.759 per liter. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menyampaikan, penentuan HIP bioetanol sesuai dengan pelaksanaan ketentuan Diktum Kelima Keputusan Menteri ESDM No.6034K/12/MEM/2016 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati (Biofuel) yang dicampurkan ke dalam jenis Bahan Bakar Minyak (BBM). “Harga tersebut berlaku pada bahan bakar nabati jenis bioetanol yang dicampurkan ke dalam bahan bakar minyak yang efektif berlaku per 1 Agustus 2020,” kata dia dalam siaran pers di situs Kementerian ESDM, Selasa (28/7). Sebagai informasi, perhitungan HIP BBN jenis bioetanol menggunakan harga tetes tebu rata-rata KPB periode 3 bulan dikalikan 4,125 kg/L (faktor satuan dari kg ke L) ditambah 0,25 USD/L yang merupakan nilai konversi bahan baku menjadi bioetanol. Konversi nilai kurs menggunakan rata-rata kurs tengah Bank Indonesia di periode 15 Juni sampai dengan 14 juli 2020 sebesar Rp 14.348 per dolar AS.

https://industri.kontan.co.id/news/pemerintah-tetapkan-hip-bioetanol-untuk-agustus-rp-14779-per-liter

Bisnis.com | Selasa, 28 Juli 2020

Pengembangan BBM dari Sawit Bakal Terlambat

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan pengembangan bahan bakar minyak (BBM) dari campuran sawit bakal terlambat dari target. Direktur Jenderal Energi Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, FX Sujiastoto menjelaskan, untuk program pengembangan biodiesel pada dasarnya telah berjalan dengan baik. Pengembangan biodiesel 30 persen (B30) yang semula ditargetkan pada awal 2020, berhasil diselesaikan lebih cepat dari target yakni akhir 2019. Kendati demikian, dengan adanya pandemi Covid-19, pengembangan program biodiesel turut terdampak. “Ke depan idealnya kita meningkatkan B30 dan seterusnya. Ini ke depan tetap kita upayakan tetap kita dorong hanya akan terlambat. Tahun depan ekonomi kita pulih kembali, sehingga kita bisa kembali, karena kita ingin membangun. Jadi pemerintah tetap mempunyai komitmen untuk fuel berbasis sawit,” katanya dalam paparannya kepada media, Selasa (28/7/2020). Lebih lanjut, Sujiastoto menyatakan pemerintah mengapresiasi langkah PT Pertamina (Persero) yang telah membuat kemajuan dalam pengembangan biodiesel 100 persen (B100). Dia optismistis dengan kemajuan tersebut, Pertamina bisa menyelesaikan proses co-processing yang didukung oleh Katalis Merah Putih buatan dalam negeri. “Ini kita dorong bisa mencapai B100 baik co-processing atau investasi yang didorong investor,” jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan pihaknya bakal memulai uji coba produksi avtur yang diolah dari 100 persen kelapa sawit pada akhir 2020. Pertamina bakal melakukan ujicoba produksi green avtur yang pertama dengan co-processing injeksi 3 persen minyak kelapa sawit atau CPO yang telah diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil / RBDPO) di fasilitas existing Kilang Cilacap. Selain itu, Pertamina telah berhasil menguji coba green gasoline di fasilitas Kilang Plaju dan Cilacap sejak 2019 dan 2020 dengan kemampuan mengolah bahan baku minyak sawit hingga sebesar 20 persen injeksi. “Uji coba green avtur ini merupakan bagian dari roadmap pengembangan biorefinery Pertamina dalam rangka mewujudkan green energi di Indonesia. Selain Kilang Dumai yang sudah berhasil mengolah 100 persen minyak sawit menjadi Green Diesel D100, Pertamina juga akan membangun 2 (dua) Standalone Biorefinery lainnya yaitu di Cilacap dan Plaju,” kata Nicke. Standalone Biorefinery di Cilacap nantinya dapat memproduksi green energy berkapasitas 6.000 barel per hari, sedangkan standalone biorefinery di Plaju dengan kapasitas 20.000 barel per hari. Kedua standalone Biorefinery ini nantinya mampu memproduksi Green Diesel maupun Green Avtur dengan berbahan baku 100 persen minyak nabati.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20200728/44/1272212/pengembangan-bbm-dari-sawit-bakal-terlambat

Kabaroto.com | Selasa, 28 Juli 2020

Pertamina Lubricants Siap Hadirkan Pelumas Untuk D-100

Pertamina sudah membuat bahan bakar 100 persan nabati bernama D-100. Bahan bakar untuk kendaraan ini dibuat dari bahan minyak kelapa sawit (CPO). Pertamina sudah melakukan uji coba melalui uji jalan, mereka mencampurkan D-100 sebanyak 20% dan Dexlite sebanyak 50%, serta FAME sebanyak 30%. Hasilnya sangat baik, mobil MPV buatan tahun 2017 yang digunakan untuk uji coba tidak mengalami kendala. Untuk mendukung kinerja mesin bio solar, Pertamina Lubricants sudah melakukan riset menghadirkan pelumas dengan kualitas terbaik. Sinung Wikantoro selaku Coordinator of Product Development Specialist PT Pertamina Lubricants mengatakan, saat ini pemerintah punya aturan untuk meningkatkan penggunaan minyak nabati untuk biodiesel. “Kami prioritaskan untuk research pelumas biodiesel,” terang Sinung akhir pecan kemarin. Dalam kesempatan yang sama, Fathona Shorea Nawawi Product Development Specialist Automotive Gear Oil PT Pertamina Lubricants, mengatakan, research yang dilakukan mereka untuk bahan bakar minyak jenis Biosolar 100 persen minyak sawit memiliki tantangan. “Bagaimana kami membuat pelumas agar bisa bertahan dengan kondisi bahan bakar yang mulai berubah jadi 100% nabati,” terangnya saat ngobrol virtual dengan media, pekan lalu. Selain mengembangkan pelumas untuuk 100 nabati, Fathona sudah siap dengan standar emisi gas buang, yang akan diterapkan Indonesia. Karena, mereka sudah memasuki pasar dunia, yang sudah memenui standar Euro4 bahkan sudah sampai Euro5 dan Euro6. “Kami sudah siap dengan produk Euro4 sampai Euro6, sudah dipasarkan ke luar negeri,” terangnya. Pertamina Lubricants, saat ini sudah menjual produknya ke-17 negara. Produk-produk mereka kualitasnya sudah terbukti di ajang balap GT3 dan Super Trofeo Championship. Pelumas ini digunakan pada supercar Lamborghini.

https://kabaroto.com/post/read/pertamina-lubricants-siap-hadirkan-pelumas-untuk-d-100

Medcom.id | Selasa, 28 Juli 2020

Hingga Akhir Tahun, Serapan B30 Diramal tak Capai Target

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan serapan penggunaan fatty acid methyl ester (FAME) untuk program biodiesel 30 persen (B30) hingga akhir tahun akan di bawah target. Dirjen EBTKE FX Sutijastoto mengatakan tidak terserapnya target tersebut lantaran konsumsi BBM yang juga mengalami penurunan akibat pandemi covid-19. Akibatnya, campuran FAME pun ikut berkurang atau tidak terserap optimal seperti target. “Target 9,6 juta kiloliter (KL) kita kurangi 8,3 juta KL, dengan pertimbangan penurunan dari penyerapan BBM, laporan dari Pertamina,” kata Toto dalam konferensi pers, Selasa, 28 Juli 2020. Dirinya menjabarkan penurunan serapan telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Pada Maret, dari kuota yang ditentukan di bulan tersebut realisasinya sebesar 95 persen. Sedangkan pada April, realisasi dari kuota atau target di bulan tersebut hanya mencapai 94 persen. Penurunan berlanjut pada Mei yang hanya terserap 92 persen dari kuota bulan tersebut. Namun meningkat kembali pada Juni menjadi 94 persen. “Dengan ekonomi mulai terbuka, transportasi berkembang, ini yang B30 mulai berkembang lagi kalau dibandingkan dengan Malaysia B20 masih tunda, kita tetep jalan,” jelas Toto.
https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/gNQGplvk-hingga-akhir-tahun-serapan-b30-diramal-tak-capai-target

CNBCIndonesia.com | Selasa, 28 Juli 2020

ESDM ‘Ramal’ Serapan FAME untuk B30 di 2020 Cuma 8,3 Juta KL

Pandemi Covid-19 turut berdampak kepada program B30 yang digencarkan oleh pemerintah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan serapan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) demi program B30 hanya 8,3 juta kiloliter, lebih rendah dibandingkan proyeksi 9,6 juta kiloliter pada tahun ini. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM F.X. Sutijastoto mengungkapkan ada penurunan penyerapan FAME untuk program B30. Perinciannya 95%, Maret 95%, April 94%, dan Juli 87%. Penurunan perkiraan serapan ini karena laporan kebutuhan BBM dari Pertamina mengalami penurunan. “Namun di kepmen (keputusan menteri ESDM) masih gunakan itu. In case ada perubahan mendasar secara aturan sudah berubah 8,3 juta KL,” ujar Sutijastoto dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (28/07/2020). Lebih lanjut, Ia mengklaim, konsumsi B30 sudah mulai menunjukkan perbaikan. Hal itu sejalan dengan pembukaan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah. “Dengan ekonomi mulai terbuka, transportasi berkembang, ini yang B30 mulai berkembang lagi kalau dibandinkan dengan Malaysia B20 masih tunda, kita tetep jalan,” kata Sutijastoto.

B30 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan impor minyak. Presiden Joko Widodo bahkan mendorong agar Pertamina selaku perusahaan pelat merah di bidang migas memulai program B50. “Usaha menekan impor solar dilakukan serius. Kalkulasinya, apabila konsisten menerapkan B30, maka devisa yang dihemat Rp 63 triliun. Jumlah yang sangat besar sekali,” ujarnya menghadiri peresmian implementasi program B30 di SPBU milik Pertamina di Jalan MT Haryono, Jakarta, Senin (23/12/2019). Terpisah, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan Pertamina tidak mengalami kendala yang berarti dalam mengimplementasikan biodiesel. Yang perlu dilakukan, menurut Nicke, adalah uji coba, bagaimana performa B40 terhadap mesin, yang akan diujicobakan awal tahun 2020. “Kita dengan B20 berhasil, sebetulnya masalah pencampuran itu tidak ada masalah. Jadi walaupun B30 baru saja diimplementasikan, kita akan lakukan uji coba B40,” katanya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200728142517-4-175976/esdm-ramal-serapan-fame-untuk-b30-di-2020-cuma-83-juta-kl

Kontan.co.id | Selasa, 28 Juli 2020

Avtur dari 100% sawit bakal diproduksi Pertamina, Kilang Cilacap jadi pusatnya

Setelah sukses melakukan ujicoba produksi Green Diesel D100 di Kilang Dumai sebesar 1000 barel per hari, Pertamina kini menyiapkan Kilang Cilacap untuk bisa uji coba memproduksi green avtur pada akhir tahun 2020. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan pada akhir 2020, Pertamina akan melakukan ujicoba produksi Green Avtur yang pertama dengan Co-Processing  injeksi 3% minyak kelapa sawit atau CPO yang telah diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) di fasilitas existing Kilang Cilacap. “Uji coba green avtur ini merupakan bagian dari roadmap pengembangan biorefinery Pertamina dalam rangka mewujudkan green energi di Indonesia. Selain Kilang Dumai yang sudah berhasil mengolah 100% minyak sawit menjadi Green Diesel D100, Pertamina juga akan membangun 2 (dua) Standalone Biorefinery lainnya yaitu di Cilacap dan Plaju,” ujar Nicke di sela-sela kunjungannya pada proyek pembangunan Standalone Biorefinery Cilacap, Selasa (21/7). Standalone Biorefinery di Cilacap nantinya dapat memproduksi green energy berkapasitas 6.000 barel per hari, sedangkan Standalone Biorefinery di Plaju dengan kapasitas 20.000 barel per hari. Kedua standalone Biorefinery ini kelak akan mampu memproduksi Green Diesel maupun Green Avtur dengan berbahan baku 100% minyak nabati. “Pertamina terus melangkah sejalan dengan trend penyediaan energi dunia dengan mengupayakan hadirnya green energy. Selain Green Diesel dan Green Avtur yang akan diujicoba, Pertamina juga telah melakukan ujicoba Green Gasoline. Beberapa perusahaan dunia sudah dapat mengolah minyak sawit menjadi green diesel dan green avtur, namun namun untuk green gasoline Pertamina merupakan yang pertama di dunia”imbuhnya.

Green gasoline tersebut telah berhasil diujicobakan di fasilitas Kilang Plaju dan Cilacap sejak 2019 dan 2020 dimana Pertamina mampu mengolah bahan baku minyak sawit hingga sebesar 20% injeksi. Menurut Nicke, ikhtiar Pertamina tersebut diwujudkan sesuai dengan arahan presiden untuk mengoptimalkan sumber daya dalam negeri untuk membangun ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional. Nicke juga menambahkan, green energy akan memanfaatkan minyak sawit yang melimpah di dalam negeri sebagai bahan baku utama sehingga produk Green Energi memiliki TKDN yang sangat tinggi. Langkah ini juga positif karena akan untuk mengurangi defisit transaksi negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sebelumnya pada pekan lalu, Pertamina menyampaikan keberhasilan ujicoba produksi Green Diesel D-100 mencapai 1.000 barel per hari di fasilitas existing Kilang Dumai. D100 diproses dari 100% RBDPO dengan bantuan katalis yang dibuat oleh Research & Technology Center Pertamina dan ITB. Dalam uji coba performa melalui road test 200 km, D100 ini dijadikan bahan bakar yang dicampur dengan Solar serta FAME dan terbukti menghasilkan bahan bakar diesel yang lebih berkualitas dengan angka cetane number yang lebih tinggi, lebih ramah lingkungan dengan angka emisi gas buang yang lebih rendah, serta lebih hemat penggunaan bahan bakarnya. “Terima kasih kepada Pemerintah dan seluruh pihak terkait atas dukungan penuhnya kepada Pertamina. Dari uji coba ini menunjukkan bahwa dari sisi teknis produksi Pertamina sudah siap, selanjutnya kita perlu memikirkan agar sisi keekonomiannya juga dapat tercapai,”pungkas Nicke

https://industri.kontan.co.id/news/avtur-dari-100-sawit-bakal-diproduksi-pertamina-kilang-cilacap-jadi-pusatnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *