Pengembangan Industri Metanol Pangkas Impor Petrokimia

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Investor Daily Indonesia | Rabu, 23 September 2020

Pengembangan Industri Metanol Pangkas Impor Petrokimia

Indonesia perlu mengembangkan industri petrokimia berbasis methanol selaku pemasok bahan baku untuk berbagai sektor industri lainnya. Hal ini bisa mengurangi impor produk petrokimia. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perindustrian Johnny Darmawan mengatakan, pengembangan industri kimia berbasis metanol sudah sangat mendesak. Hal ini bertujuan mendukung kemandirian industri dan daya saing industri nasional, menopang pembangunan industri berkelanjutan sekaligus memangkas defisit neraca perdagangan akibat ketergantungan impor yang tinggi. Menurut dia, investasi petrokimia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir masih tergolong minim. Alhasil, ketergantungan impor petrokimia sangat tinggi. “Kapasitas produksi dalam negeri untuk bahan baku petrokimia baru mencapai 2,45 juta ton, sedangkan kebutuhan dalam negeri 5,6 juta ton pertahun. Dengan kata lain, produksi dalam negeri baru memenuhi kebutuhan domestik, sedangkan 53% dipenuhi melalui impor,” ujar Johnny di Jakarta, Selasa (22/9). Dia mengatakan, kebutuhan metanol semakin meningkat dan Indonesia baru memiliki satu produsen berkapasitas 660 ribu ton per tahun. Alhasil, nilai impor produk ini tinggi, US$ 12 miliar atau setara Rp 174 triliun per tahun.

Dia menegaskan, metanol merupakan senyawa antara yang menjadi bahan baku berbagai industri, antara lain industri asam asetat, formalde-hid, methyl tertier buthyl eter (MTBE), polyvinyl, poliester, karet, resin sintetis, farmasi, dimethyl ether (DME), dan produk lain. “Kita tahu biodiesel dan DME adalah bahan bakar alternatif. Dengan demikian, impor minyak yang selama ini membebani neraca dagang Indonesia bisa dikurangi melalui pengembangan industri metanol. Apalagi, industri metanolakan mendukung program pemerintah, yakni pengalihan dari bahan bakar minyak ke biodiesel,” papar dia. Sebaliknya, johny mengatakan bila pengembangan industri metanol ditunda, sedangkan biodiesel sebagai bahan bakar semakin berkembang, ketergantung impor akan semakin tinggi. Sejalan dengan itu, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) mulai mengoperasikan pabrik MTBE dan BI pertama di Indonesia sekaligus mendukung target pemerintah untuk mensubstitusi impor melalui program peningkatan penggunaan produk dalam Negeri (PSDN) yang diusung oleh Kementerian Perindustrian. Konstruksi kedua pabrik berhasil diselesaikan sesuai jadwal walaupun di tengah masa pandemi. Presiden Direktur Chandra Asri Erwin Ciputra mengatakan, prioritas utama perseroan adalah mendukung pemerintah dan industri dalam negeri dalam mengurangi ketergantungan impor. Dengan beroperasinya pabrik baru ini, perseroan berharap tujuan pemerintah mengurangi impor hingga 35% pada 2022 tercapai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *