Pengusaha Beberkan Produksi Biodiesel Mepet Untuk B30

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

CNNIndonesia.com | Kamis, 17 Desember 2020

Pengusaha Beberkan Produksi Biodiesel Mepet Untuk B30

Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) membeberkan bahwa produksi biodiesel di Indonesia sangat terbatas untuk memenuhi target program B30 pemerintah. Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan pada Oktober 2020 produksi biodiesel sebesar 722.627 kiloliter (kl). Padahal, konsumsi domestik mencapai 688.835 kl atau setara 95,32 persen dari produksinya. Secara total Januari-Oktober, produksi biodiesel tercatat sebesar 7,19 juta kl, sedangkan konsumsi domestiknya sebesar 7,01 jut kl. Sementara, tahun ini pemerintah mematok target implementasi B30 sebanyak 9,6 juta kl. “Dengan B3, maka kapasitas produksi kami mepet betul, kalau memang 9,6 juta kl itu dijalankan full, itu kapasitas kami praktis habis untuk dalam negeri. Jadi ini menjadi salah satu catatan tidak mungkin ekspor karena kami harus utamakan dalam negeri,” katanya. Bahkan, ia mengungkapkan sejumlah produsen menerima pesanan biodiesel dari PT Pertamina (Persero) yang melebihi kapasitasnya. Kondisi ini, lanjutnya, diperkirakan terus berlangsung sampai tahun depan. “Ada kasus anggota kami mendapatkan PO dari Pertamina itu melebihi kapasitas bulanannya, misalnya pesanan 40 ribu kl, sedangkan kapasitas bulanannya hanya 29 ribu kl, mereka kelabakan beli dari yang lain. Jadi, tidak selalu berhasil dan kami kesulitan,” tuturnya. Untuk diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan uji coba pendistribusian bahan bakar B30 sejak akhir 2019 lalu. Distribusi B30 melibatkan badan usaha bahan bakar nabati (BUBBN) dan badan usaha bahan bakar minyak (BUBBM). Berdasarkan data Pertamina, implementasi program B20 dan B30 telah menghemat devisa negara sebesar Rp43,8 triliun pada 2019. Lalu, tahun ini, Pertamina menargetkan penghematan devisa sebesar Rp63,4 triliun dari program B30.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201217141649-85-583419/pengusaha-beberkan-produksi-biodiesel-mepet-untuk-b30

CNNIndonesia.com | Kamis, 17 Desember 2020

DEN Ungkap Kebutuhan Biofuel Demi Tekan Impor BBM Hingga 2040

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkapkan Indonesia membutuhkan produksi biofuel dalam jumlah besar untuk menekan impor bahan bakar minyak (BBM) saat konsumsi dalam negeri meningkat hingga 2040. Berdasarkan perhitungan DEN, Indonesia perlu memproduksi biofuel 159 ribu barel per hari (bph) selama 2020-2025. Selanjutnya, pada periode 2025-2030, dibutuhkan produksi sebesar 210 ribu bph. Sementara, pada kurun 2025-2030, jumlahnya produksi yang dibutuhkan meningkat menjadi 238 ribu bph. Setelah itu, dalam kurun 2030-2040, dibutuhkan produksi biodiesel sebanyak 257 ribu barel per hari. “Jadi itu kita nilai sudah cukup untuk mengurangi impor dari BBM kita khususnya bensin maupun menjaga agar kita tidak impor diesel,” ucapnya dalam diskusi virtual bertajuk masa depan biodiesel Indonesia, Rabu (16/12). Djoko mengatakan hitung-hitungan tersebut rencananya akan menjadi dasar untuk menetapkan target produksi biofuel dalam rancangan strategi industri nasional. “Besok saya paparan bahan ini juga di depan Wamen BUMN dan Direksi PT Pertamina dan PLN kemudian Bapak menteri akan presentasi ini di hadapan presiden. Jadi ini kebijakan biofuel kita sampai paling tidak 2040,” terangnya. Dalam kesempatan yang sama, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan proyeksi kebutuhan tersebut harus segera ditetapkan dalam cetak biru pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Tujuannya, untuk memberikan kepastian bagi investor yang mau masuk dalam bisnis tersebut. Termasuk, kata dia, soal kepastian sampai kapan program mandatori biodiesel akan dilanjutkan dan ditingkatkan. “Perlu ada sinyal tegas kebijakan ini akan seperti apa sebab sampai hari ini banyak yang mau investasi di biodiesel,” tutur Paulus. Menurut Paulus, investor selama ini cenderung mengamati posisi neraca perdagangan migas Indonesia untuk mengambil keputusan dalam bisnis biofuel. Jika impor BBM bukan lagi jadi masalah, ada kekhawatiran investasi mereka di bidang biofuel akan berujung pada kerugian. “Mungkin saat ini belum bisa ada ketegasan saya bisa mengerti tapi itu penting untuk dunia usaha,” tandasnya.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201216193757-85-583120/den-ungkap-kebutuhan-biofuel-demi-tekan-impor-bbm-hingga-2040

Kontan.co.id | Kamis, 17 Desember 2020

Industri sawit bertahan, BPDPKS berharap program mandatori biodiesel lanjut di 2021

Dampak pandemi Covid-19 telah mengganggu stabilitas perekonomian global dan membuat sebagian besar negara di dunia mengalami resesi. Namun demikian kondisi dalam negeri, industri sawit mampu menunjukkan kekuatannya untuk mampu bertahan. Hal ini lantaran selama pandemi Covid-19, kegiatan operasional di perkebunan kelapa sawit tetap berjalan normal. Ada sekitar 16 juta petani dan tenaga kerja di sektor sawit masih memiliki sumber pendapatan di tengah kelesuan ekonomi sepanjang tahun ini.  Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman mengatakan industri sawit dapat menahan perlambatan ekonomi nasional yang terkontraksi. Pada kuartal III-2020 ekonomi Indonesia masih tumbuh negatif yakni -3,49%.  Sementara itu, berdasarkan proyeksi dari Bank Dunia pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 ini akan berada pada kisaran -2,0% sampai -1,6%.  “Sepanjang tahun 2020, industri sawit sempat dihantam oleh semakin melebarnya gap antara harga Crude Palm Oil (CPO) dan harga minyak dunia. Kondisi tersebut mendorong peningkatan yang sangat signifikan terhadap kebutuhan dana insentif biodiesel di tahun 2020 dan proyeksi kebutuhan dana biodiesel di tahun 2021,” jelas Eddy dalam media gathering secara online, Kamis (17/12).  Eddy menyebutkan, di tahun 2020 BPDPKS bersama pemerintah maupun pelaku industri sawit telah berusaha mengatasi tantangan tersebut dengan mensimulasikan berbagai skenario serta merumuskan alternatif kebijakan untuk menjaga kecukupan dana yang dikelola oleh BPDPKS. Kebijakan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 191 /PMK.05/2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Dalam PMK tersebut diatur untuk menyesuaikan kebutuhan dana bagi pendanaan program-program sawit berkelanjutan, sekaligus meyakinkan seluruh pemangku kepentingan mengenai keberlanjutan program mandatori biodiesel B30.  “Program mandatori biodiesel ini tidak hanya penting untuk kedaulatan dan kemandirian energi nasional tetapi juga manjaga kestabilan harga sawit,” jelasnya.  Eddy mengatakan program insentif Biodiesel melalui pendanaan dari BPDPKS sejak Agustus tahun 2015 dan terlaksana sampai November 2020, telah menyerap biodiesel dari sawit sekitar 23,49 Juta KL setara dengan pengurangan Greenhouse Gas Emissions (GHG) sebesar 34,68 juta ton CO2 ekuivalen dan menyumbang sekitar Rp 4,83 triliun Pajak yang dibayarkan kepada negara. Dengan program yang berjalan sejak tahun 2015 hingga 2020, BPDPKS telah memberikan total dukungan pendanaan riset sebesar Rp 326,2 miliar dengan melibatkan 43 lembaga litbang, 667 peneliti, 346 mahasiswa dan telah menghasilkan output sebanyak 192 publikasi jurnal internasional dan nasional, 5 buku, serta 40 paten. Adapun, dukungan program BPDPKS terhadap sektor hulu dan hilir sering kali masih menjadi bahan perdebatan. Misalnya saja prioritas program hulu seperti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang disandingkan dengan program hilir seperti dukungan insentif biodiesel.  “Peniadaan program mandatori biodiesel akan berpengaruh kepada stabilisasi harga CPO dan stok menumpuk yang akan mengakibatkan keseimbangan industri sawit dapat terganggu. Begitu juga sebaliknya, tanpa dukungan program PSR program biodiesel juga akan terancam keberlanjutannya,” tegasnya.  Ia berharap tahun 2021 program mandatori biodiesel dapat terus dilanjutkan seiring dengan faktor pergerakan harga minyak dunia yang aman memberikan tantangan tersendiri bagi kebutuhan dana insentif biodiesel.

https://industri.kontan.co.id/news/industri-sawit-bertahan-bpdpks-berharap-program-mandatori-biodiesel-lanjut-di-2021

BERITA BIOFUEL

Pikiran-Rakyat.com | Kamis, 17 Desember 2020

Pakar Sebut Pengembangan Biodisel di Indonesia Menjanjikan

Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia menyatakan pengembangan biodisel di tanah air sangat menjanjikan karena bahan mentah semuanya telah tersedia di dalam negeri. Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia, Tatang Hernas Soerawidjaja mengungkapkan di sisi lain, Indonesia kekurangan bahan baku BBM sehingga inovasi biofuel sangat dibutuhkan untuk mengatasi defisit pasokan minyak bumi. “Biodisel ini bakar terbarukan dan memanfaatkan bahan mentah lokal,” ujar Tatang di Jakarta, Kamis 17 Desember 2020 sebagaimana diberitakan wartapontianak.pikiran-rakyat.com dikutip dari Antara. Menurut dia, bahan baku biodisel tidak mesti bertumpu dari sawit melainkan dari bahan baku tanaman lain seperti pongan, nyamplung, dan kelor. Oleh karena itu Tatang menilai masa depan biodisel masih cerah asalkan mutunya makin ideal. “Kecuali bangsa Indonesianya tidak inovatif, dengan mengatakan biodiesel tidak ada masa depannya,” ujar dia. Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyatakan pemerintah akan menjamin kualitas biodisel dari mulai proses, pencampuran di lapangan hingga ke tangan konsumen terjaga dengan baik. “Kementerian ESDM akan mulai mengintroduksi prinsip keberlanjutan,” katanya dalam Dialog Webinar bertemakan “Masa Depan Biodiesel Indonesia: Bincang Pakar Multi Perspektif”. Menuriut dia Program mandatori biodisel telah berjalan sesuai target sehingga dapat berkontribusi positif bagi perekonomian, sosial, dan lingkungan.

Dalam jangka panjang, program biodiesel akan terus berlanjut sesuai road map pemerintah. “Pemanfaatan produk dan limbah kelapa sawit sebagai sumber energi berkontribusi bagi pencapaian target bauran energi terbarukan. Selain itu, dapat meningkatkan ketahanan energi berbasiskan sumber daya alam di dalam negeri,” katanya. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkapkan indeks ketahanan energi Indonesia mencapai 6,57 atau dikategorikan baik karena pasokan energi terbarukan cukup melimpah salah satunya dari biodisel. Program mandatori biodisel mengurangi konsumsi solar sekitar sekitar 7,2 juta KL pada 2019 serta menghemat devisa sebesar 2 miliar dolarcAS atau Rp28 triliun. “Tahun ini program B30 diproyeksikan menghemat devisa sebesar 8 miliar dolar AS,” ujarnya. Peneliti INDEF Fadhil Hasan, menambahkan program mandatori biodiesel telah membawa manfaat bagi perekonomian nasional dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Untuk itu, tambahnya, penyesuaian tarif pungutan ekspor sangat penting dijalankan (PE). Dikatakannya, dalam menjaga keberlangsungan program B30 pemerintah meningkatkan penerimaan BPDPKS melalui sistem pungutan ekspor progresif. Hal ini perlu diapresiasi karena bisa menambah tambahan penerimaan sekitar Rp28,1 triliun dari total Rp45,52 triliun.

https://wartapontianak.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1171126115/pakar-sebut-pengembangan-biodisel-di-indonesia-menjanjikan

Investor.id | Kamis, 17 Desember 2020

Pemerintah Berkomitmen Lanjutkan Biodiesel Demi Ekonomi-Lingkungan Indonesia

Program mandatori biodiesel telah berjalan sesuai target sehingga dapat berkontribusi positif bagi perekonomian, sosial, dan lingkungan. Dalam jangka panjang, program biodiesel akan terus berlanjut sesuai roadmap pemerintah. “Pemanfaatan produk dan limbah kelapa sawit sebagai sumber energi berkontribusi bagi pencapaian target bauran energi terbarukan. Selain itu, dapat meningkatkan ketahanan energi berbasiskan sumber daya alam di dalam negeri. Dari aspek lingkungan, program B30 bagian dari Paris Agreement  salah satu upaya dari sektor energi untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca,” ujar Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM RI. Hal ini disampaikannya dalam Dialog Webinar  bertemakan “Masa Depan Biodiesel Indonesia: Bincang Pakar Multi Perpspektif” yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, Rabu (16/12/2020). Kegiatan ini menghadirkan empat pembicara yaitu Dr Ir Djoko Siswanto MBA (Sekjen Dewan Energi Nasional), Dr Fadhil Hasan (Peneliti INDEF), Dr Tatang  Hernas (Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia), dan Dr Petrus Gunarso (Dewan Pakar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia). Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa pemerintah tidak hanya memastikan sawit mendukung program biodiesel. Tapi dimanfaatkan kepada sektor energi terbarukan secara luas seperti  pemanfaatan limbah cair menjadi biogas dan sudah diujicoba  sebagai BioCNG. Dalam pandangan Dadan Kusdiana, peningkatan nilai tambah berjalan baik dalam untuk dikombinasikan dengan program bioenergi. Langkah ini merupakan strategi tepat karena menumbuhkan industri penunjang seperti  industri methanol baik itu berbasis gas alam maupun batu bara. Pemerintah juga akan menjamin kualitas biodiesel dari mulai proses, pencampuran di lapangan hingga ke tangan konsumen terjaga dengan baik. “Kementerian ESDM akan mulai mengintroduksi prinsip keberlanjutan,” jelas dia. Selan itu, spesifikasi  biofuel disesuaikan dengan kebutuhan konsumen yang lebih ramah lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan energi harus menekan pengeluaran gas rumah kaca. “Maka energi terbarukan tidak bisa ditolak. Kontribusi EBT (red-Energi Baru Terbarukan) di bauran energi primer pada semester pertama 2020 sebesar 10,90%. Dari jumlah tersebut sekitar 34% dihasilkan dari kontribusi biodiesel (B30),” kata Dadan. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto  mengungkapkan indeks ketahanan energi Indonesia mencapai 6,57 ini dikategorikan baik karena pasokan energi terbarukan cukup melimpah salah satunya dari biodiesel. Program mandatori biodiesel mengurangi konsumsi solar sekitar sekitar 7,2 juta KL pada 2019  serta menghemat devisa sebesar US$ 2 miliar atau Rp28 triliun. “Tahun ini program B30 diproyeksikan menghemat devisa sebesar US$ 8 miliar,” ungkap Djoko.

Menurut dia, tantangan ke depan menyangkut keekonomian pengembangan biodiesel saat ini karena harga CPO lebih tinggi ketimbang harga solar. Alhasil perlu dukungan insentif  untuk menutup selisih harga. Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia, Tatang Hernas Soerawidjaja mengungkapkan masa depan bioesel masih cerah asalkan mutunya makin ideal. “Biodiesel ini bakar terbarukan dan memanfaatkan bahan mentah lokal,” ujar Tatang. Pengembangan biodiesel di Indonesia sangat menjanjikan. Bahan mentah semuanya ada disini. Di sisi lain, Indonesia kekurangan bahan baku BBM. Inovasi biofuel sangat dibutuhkan untuk mengatasi defisit pasokan minyak bumi. Bahan baku biodiesel tidak mesti bertumpu dari sawit melainkan dari bahan baku tanaman lain seperti pangan, nyamplung, dan kelor. “Kecuali bangsa Indonesianya tidak inovatif, dengan mengatakan biodiesel tidak ada masa depannya,” ujar dia. Fadhil Hasan, Peneliti INDEF menambahkan program mandatori biodiesel telah membawa manfaat bagi perekonomian nasional dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Untuk itu, penyesuaian tarif  pungutan ekspor sangat penting dijalankan (PE). Selain itu, keberlanjutan program biodiesel sangat tergantung dari komitmen untuk juga mereview kebijakan harga minyak bumi.  Fadhil menjelaskan, dalam menjaga keberlangsungan program B30 pemerintah meningkatkan penerimaan BPDPKS melalui sistem pungutan ekspor  progresif. Hal ini  perlu diapresi karena bisa menambah tambahan penerimaan sekitar Rp28,1  triliun dari total Rp 45,52 triliun. Berdasarkan tiga skenario yang diuji, pemerintah dapat melakukan skenario dengan menaikan harga HIP Solar sebesar30% dari Rp4385 per liter menjadi Rp6,000 per liter. Selain itu,  perlu dilakukan analisa  dampak dari kenaikan PE terhadap berbagai berbagai pemangku kepentingan dan perhitungan net social benefit untuk menilai manfaat program secara keseluruhan. Di bidang lingkungan dan kehutanan, Petrus Gunarso menegaskan bahwa isu deforestasi di Indonesia  tidak tepat apabila menyalah kepada pembangunan sawit yang relatif cepat (dalam 30 tahun terakhir).   Persoalannya adalah Indonesia malahan melanjutkan kebijakan moratorium  dengan penundaan izin baru, akan tetapi melupakan perbaikan tata kelola hutan. “Telah terjadi kegagalan sustainable forest management. Inilah yang harus diperbaiki. Maka, proses penunjukan hutan yang tidak segera diikuti dengan penetapannya, berakibat  pembiaran masalah yang berkepanjangan,” ujarnya.

https://investor.id/business/pemerintah-berkomitmen-lanjutkan-biodiesel-demi-ekonomilingkungan-indonesia

Wartaekonomi.co.id | Kamis, 17 Desember 2020

Ada Pandemi, Ini Kabar Program Biodiesel Sawit

Setelah diimplementasikan sejak Januari 2020 lalu, program mandatori B30 akan ditingkatkan menjadi B40 dan direncanakan pada Juni 2021 mendatang. Namun, masih masifnya pandemi Covid-19 di Indonesia, mengakibatkan peningkatan program mandatori B30 menjadi B40 tersebut terpaksa diundur. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengatakan, “ini yang memang ke depan kita akan coba lihat kapan akan masuk ke B40, walaupun dari Presiden harapannya dari smester II-2020 bisa naik ke B40 dan 2021 naik ke B50.” Lebih lanjut Feby mengakui, dampak pandemi Covid-19 membuat rencana pengembangan B40 menemui sejumlah kendala, di antaranya berkurangnya demand, penurunan harga minyak mentah, serta harga CPO yang terjaga dengan baik. Hal ini menyebabkan terjadinya disparitas harga antara solar dan biodiesel. “Memang kita saat ini agak kewalahan di insentif sehingga 2021 ini tetap dengan B30,” kata Feby. Kendati demikian, Feby memastikan, saat ini pihaknya tetap melakukan kajian untuk pengembangan B40. Kementerian ESDM menargetkan pada akhir 2020 atau awal tahun depan sudah ada kajian teknis dan ekonomi yang dapat diperoleh. Perlu diketahui, sepanjang 2020, serapan B30 yang semula ditargetkan mencapai 9,3 juta kiloliter. Namun, dengan adanya pandemi, terjadi penyesuaian target serapan menjadi sekitar 8,4—8,5 juta kiloliter. Feby menjelaskan, dengan target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025 mendatang, realisasi 2019 baru mencapai 10,9 persen. Dari capaian tersebut, 7,16 persen berasal dari Pembangkit listrik EBT, sementara dari Bahan Bakar Nabati sebesar 3,74 persen.

https://www.wartaekonomi.co.id/read318916/ada-pandemi-ini-kabar-program-biodiesel-sawit

Kontan.co.id | Kamis, 17 Desember 2020

BPDPKS telah salurkan Rp 25,67 triliun untuk insentif biodiesel di 2020

Hingga 15 Desember 2020, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menyalurkan dana sebesar Rp 25,67 triliun untuk program insentif biodiesel. “Sampai 15 Desember tahun 2020 itu kita sudah menyalurkan dana sebesar Rp 25,67 triliun untuk volume penyaluran biodiesel sebesar 7,43 juta kiloliter,” ujar Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman dalam media gathering 2020, Kamis (17/12). Sejak program ini dijalankan sejak 2015, BPDPKS sudah menyalurkan Rp 55,85 triliun untuk membayar selisih antara harga biodiesel dan solar, dengan volume biodiesel sebesar 23,49 juta kiloliter. Eddy juga menyebut adanya insentif biodiesel ini turut memberikan sumbangan kepada penerimaan negara berupa PPN sebesar Rp 4,83 triliun. Seperti diketahui melalui insentif biodiesel ini, BPDPKS membayar selisih antara harga biodiesel dengan harga minyak solar. Artinya, bila harga biodiesel lebih tinggi dari harga solar, maka BPDPKS menalangi selisih harga tersebut. “Tujuannya agar bahan bakar yang nanti disalurkan dalam biosolar, itu masih affordable, masih bisa diserap oleh masyarakat pada umumnya,” ujar Eddy. Adapun, program mandatori biodiesel pun terus meningkat secara bertahap sejak 2015. Pada tahun 2015 terdapat B15 hingga meningkat menjadi B30 di 2020. Menurut Eddy, adanya program mandatori biodiesel itu memberikan manfaat yakni mengurangi greenhouse gas emissions, meningkatkan nilai tambah industri hilir sawit hingga memperbaiki standar deviasi harga CPO.

https://industri.kontan.co.id/news/bpdpks-telah-salurkan-rp-2567-triliun-untuk-insentif-biodiesel-di-2020

Rmco.id | Jum’at, 18 Desember 2020

1,2 Juta Petani Terlibat Dalam Program Mandatori Biodiesel

Kalangan petani mendapatkan manfaat dari implementasi program mandatori biodiesel yang dicanangkan pemerintah. Program ini menjaga stabilisasi harga sawit melalui penyerapan sawit di dalam negeri. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), jumlah petani yang terlibat dalam program mandatori biodiesel  di on farm sekitar 1.198.766 petani dan pada off farm sekitar 9.046 orang pada 2020. “Kementerian berupaya mencari upaya untuk meningkatkan partisipasi petani dalam mandatori,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana. Hal tersebut disampaikannya dalam webinar “Masa Depan Biodiesel Indonesia: Bincang Pakar Multi Perpspektif” yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, Rabu (16/12). Kegiatan ini menghadirkan empat pembicara yaitu Sekjen Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto, peneliti Indef Fadhil Hasan, Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia Tatang Hernas, dan Dewan Pakar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia Petrus Gunarso Menurut Dadan, pemanfaatan produk dan limbah kelapa sawit sebagai sumber energi berkontribusi bagi pencapaian target bauran energi terbarukan. Selain itu, dapat meningkatkan ketahanan energi berbasiskan sumber daya alam di dalam negeri. Dari aspek lingkungan, program B30 bagian dari Paris Agreement. “Ini salah satu upaya dari sektor energi untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca,” ujarnya.

Dadan menambahkan, peningkatan nilai tambah berjalan baik dalam untuk dikombinasikan dengan program bioenergi. Langkah ini merupakan strategi tepat karena menumbuhkan industri penunjang seperti  industri methanol baik itu berbasis gas alam maupun batu bara. Target Mandatori Biodiesel berdasarkan Permen ESDM No. 12/2015. Mulai 1 Januari 2020 diberlakukan Mandatori B30 untuk seluruh sektor. Pemerintah telah menetapkan standar kualitas spesifikasi produk melalui SNI untuk menjaga kualitas dan melindungi konsumen. Sampai tahun ini, kapasitas terpasang produksi biodiesel mencapai 12,6 juta Kl. Terdapat 27 badan usaha yang tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Peneliti Indef, Fadhil Hasan mengatakan, pemerintah berupaya menekan besarnya insentif biodiesel melalui tiga strategis kebijakan. Pertama, Pemerintah mengganti formula perhitungan HIP Biodiesel untuk menurunkan selisih/subsidi biodiesel. Kedua, Dana Pungutan ekspor (levy) Terbaru diterapkan progressif sesuai dengan PMK 191/2020.  Pungutan ekspor diharapkan mampu mempertahankan momentum hilirisasi industri turunan sawit dalam negeri. Kebijakan ketiga adalah program B-40 akan diimplementasikan pada Juli 2021. Di mana sebagai catatan bauran kebijakan ini menjadi sentiment positif keberlangsungan program B-30 di Indonesia. Menurut Fadhil, masa depan program biodiesel sangat dipengaruhi oleh dinamika harga Crude Palm Oil (CPO) dan minyak bumi.  Oleh karena itu selain penyesuaian kebijakan pungutan ekspor, keberlanjutan program biodiesel sangat tergantung dari komitmen untuk juga mereview kebijakan harga minyak bumi. “Program B-30 ini memiliki resiko dan ketidakpastian jika hanya mengandalkan kebijakan dari sisi PE dan industri sawit secara keseluruhan,” paparnya.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto mengungkapkan, indeks ketahanan energi Indonesia mencapai 6,57 ini dikategorikan baik karena pasokan energi terbarukan cukup melimpah salah satunya dari biodiesel. Program mandatori biodiesel mengurangi konsumsi solar sekitar sekitar 7,2 juta KL pada 2019 serta menghemat devisa sebesar 2 miliar dolar AS atau Rp 28 triliun. “Tahun ini program B30 diproyeksikan menghemat devisa sebesar 8 miliar dolar AS,” ungkap Djoko. Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia, Tatang Hernas Soerawidjaja mengungkapkan, masa depan bioesel masih cerah asalkan mutunya makin ideal. “Biodiesel ini bakar terbarukan dan memanfaatkan bahan mentah lokal,” ujar Tatang. Pengembangan biodiesel di Indonesia sangat menjanjikan. Bahan mentah semuanya ada di sini. Di sisi lain, Indonesia kekurangan bahan baku BBM. Inovasi biofuel sangat dibutuhkan untuk mengatasi defisit pasokan minyak bumi. Bahan baku biodiesel tidak mesti bertumpu dari sawit melainkan dari bahan baku tanaman lain seperti pongan, nyamplung, dan kelor.

https://rmco.id/baca-berita/ekonomi-bisnis/57912/12-juta-petani-terlibat-dalam-program-mandatori-biodiesel

Kontan.co.id | Kamis, 17 Desember 2020

Kementerian ESDM: Harga CPO jadi tantangan pengembangan biodiesel

Upaya pengembangan biodiesel di Indonesia kini menemui tantangan harga komoditas Crude Palm Oil (CPO) yang masih meroket. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengungkapkan jika merujuk regulasi yang ada yakni Permen ESDM Nomor 12/2005 maka pengembangan biodiesel hingga 2025 mendatang masih akan berkutat di B30. “Ini yang memang ke depan kita akan coba lihat kapan akan masuk ke B40, walaupun dari Presiden harapannya dari smester 2 2020 bisa naik ke B40 dan 2021 naik ke B50,” ujar Feby dalam diskusi virtual, Rabu (16/12). Feby mengakui dampak pandemi covid-19 membuat rencana pengembangan B40 menemui sejumlah kendala antara lain turunnya demand, penurunan harga minyak serta harga CPO yang terjaga dengan baik. Hal ini diakui membuat terjadinya disparitas harga antara solar dan biodiesel. “Memang kita saat ini agak kewalahan di insentif sehingga 2021 ini tetap dengan B30,” kata Feby. Kendati demikian, ia memastikan saat ini pihaknya tetap melakukan kajian untuk pengembangan B40. Kementerian ESDM menargetkan pada akhir tahun 2020 atau awal tahun depan sudah ada kajian teknis dan ekonomi yang dapat diperoleh. Feby menjelaskan dengan target bauran EBT sebesar 23% pada 2025 mendatang, realisasi 2019 baru mencapai 10,9%. Dari capaian tersebut, 7,16% berasal dari Pembangkit listrik EBT sementara dari Bahan Bakar Nabati sebesar 3,74%.

https://newssetup.kontan.co.id/news/kementerian-esdm-harga-cpo-jadi-tantangan-pengembangan-biodiesel

Akurat.co | Kamis, 17 Desember 2020

Faisal Basri: B30 Bukan Solusi Tekan Defisit Neraca Dagang, Tujuannya Ngirit Jadi Morot!

Ekonom Senior Faisal Basri mengingatkan, jika Indonesia terus mengandalkan energi minyak, gas dan batu bara, maka pada tahun 2040 Indonesia akan mengalami defisit perdagangan sebesar US$80 milliar. Hal ini karena konsumsi energi Indonesia akan meningkat dari tahun ke tahun. Ia mencatat setidaknya laju total pertumbuhan penggunaan energi Indonesia sebesar 8,3 persen pada 2019. “Di mana dari tahun ke tahun ini terus bertambah mengikuti, tren kenaikan penduduk,” katanya dalam Webinar virtual yang digelar The Society of Indonesian Enviromental Journalist (SIEJ), Jakarta, Kamis (17/12/2020). Ditambah lagi, kata Faisal, konsumsi minyak mencapai 1,7 juta barel per hari, sementara produksi 781 ribu barel sehari. Artinya Indonesia memang terus mengalami defisit migas setiap tahunnya karena impor dan tren ini akan terus berlanjut jika tak ada transisi. “Jadi makin tidak mandiri fossil fuel, ini bukan solusi untuk memenuhi ketahan energi, serevolusioner eksplorasi yang dilakukan tetap akan sangat berat, untuk itu selain persoalan lingkungan transisi energi itu harus dipercepat,” katanya. Ia juga memperingatkan bahwa program mandatori biodiesel bukan solusi untuk menekan defisit neraca perdagangan migas yang disebabkan tingginya impor minyak mentah. Menurutnya, jika dilihat dengan perhitungan opportunity cost, yang terjadi justru defisit neraca perdagangan kian melebar setiap tahunnya. “Biodiesel is not the solution, tujuannya ngirit jadi morot. Tidak benar bahwa neraca perdagangan kita terbaru oleh biodiesel kalau pakai konsep opportunity cost,” ucapnya. Untuk itu, Faisal mengaku heran pemerintah tetap ngotot mendorong program B30 yang dinilai tak menguntungkan. Ia mencurigai kebijakan tersebut hanya menjamin keberlangsungan beberapa pemain sawit yang berkepentingan. “Yang diuntungkan hanya segelintir orang pemilik pabrik biodiesel,” katanya.

https://akurat.co/ekonomi/id-1249855-read-faisal-basri-b30-bukan-solusi-tekan-defisit-neraca-dagang-tujuannya-ngirit-jadi-morot

Bisnis.com | Kamis, 17 Desember 2020

Industri Alat Berat dan Otomotif Minta Kepastian Regulasi Program B40

Pelaku industri alat berat dan otomotif meminta kepastian pemerintah terkait dengan program biodiesel 40 persen atau B40. Peta jalan yang jelas dinantikan industri tersebut agar bisa menyesuaikan pengembangan spesifikasi yang sesuai. Sekretaris Gabungan Kepala Kompartemen Teknik Lingkungan dan Gabungan Industri Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Abdul Rochim mengusulkan kepada pemerintah segera menetapkan peta jalan atau roadmap pengembangan B40.  “Usulan kami penetapan peraturan atau roadmap B40-B50 itu terlebih dahulu harus ditetapkan agar kami semua ada kepastian bagi industri untuk mempersiapkannya termasuk speknya kapan mulainya,” katanya dalam webinar yang digelar pada Rabu (16/12/2020). Di samping itu, Abdul menambahkan tahapan studi dan evaluasi B40 sebaiknya mengikuti program pengembangan biodiesel sebelumya dan dikonfirmasi melalui tes jalan atau road test. Menurutnya, implementasi peraturan sebaiknya diberikan waktu yang cukup untuk industri. “Industri melakukan penyesuaian karena ada komponen yang berdampak langsung dengan bahan bakar at least berdasarkan roadmap sebelumnya minimal 3 tahun setelah ditetapkan regulasi itu baru kita bisa implementasi,” ungkapnya.  Senada, Komisi Teknis Himpunan Industri Alat Berat Indonesia Fahmi meminta pemerintah untuk memberikan roadmap yang jelas agar memiliki waktu untuk penyesuaian produk. Selain itu, pihaknya meminta pemerintah untuk memberikan kejelasan campuran yang digunakan dalam B40 nantinya. Dia mengusulkan campuran yang digunakan memiliki tingkat kestabilan yang tinggi atau setara dengan B30. “Ketika ditetapkan sampai waktu implmentasi mungkin butuh waktu 2 tahun untuk penyesuaian produk,” ungkapnya.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20201217/44/1332085/industri-alat-berat-dan-otomotif-minta-kepastian-regulasi-program-b40

Bisnis.com | Kamis, 17 Desember 2020

Indonesia Berpotensi Kebanjiran Produk BBM Jenis Solar, kok Bisa?

Indonesia mendorong penggunaan energi fosil yang lebih ramah lingkungan sebagai langkah untuk transisi energi. Berbagai program konversi dari BBM ke gas tengah dijalankan pemerintah. Pemerintah terus mendorong penggunaan gas untuk menggantikan bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar mulai dari kendaraan hingga ke pembangkit listrik. Di sisi lain, pemerintah juga terus menggenjot program biodiesel. Sejak 2019, Indonesia sudah tidak lagi mengimpor Solar. Sementara itu, rencana pengembangan biodiesel diproyeksikan hingga 2025 bisa mencapai 10,5 juta kiloliter (kl) dan 13 juta kl pada 2035. Sekretaris Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto mengatakan bahwa pada 2030 akan terdapat 440.000 kendaraan dan 266 unit kapal laut yang akan berbahan bakar gas. Di samping itu, masih terdapat kendaraan bermotor listrik (KBL) dengan total 2 juta mobil dan 14 juta motor. Pada periode tersebut, akan terdapat kilang tambahan yang merupakan 1 unit kilang baru dan 4 unit pengembangan. Djoko mengatakan bahwa produksi Solar dari kilang tersebut nantinya disesuaikan dengan kebutuhan. Pasalnya, DEN memproyeksikan pada 2030 akan terjadi surplus diesel sebesar 41.000 barel setara minyak per hari. “Untuk kapal dan kereta, problemnya kalau diganti gas kita kelebihan Solar, jadi gas itu kita utamakan untuk elektrik seperti pembangkit listrik,” katanya dalam sebuah webinar Kamis (17/12/2020). Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengamini proyeksi kelebihan pasokan Solar nantinya. Menurutnya, pada dasarnya dengan produksi saat ini kebutuhan Solar Indonesia telah tercukupi. Andriah menilai pengembangan green gasoline lebih diperlukan Indonesia saat ini mengingat kebutuhan dalam negeri yang masih sangat besar untuk produk-produk bensi (gasoline). Kementerian ESDM mencatat pada 2019 konsumsi bensin dalam negeri sebesar 35,55 juta kl. Pada periode tersebut Indonesia masih mengimpor bensin sebesar 19,18 juta kl untuk mencukupi kekurangan yang diproduksi. “Memang ini menjadi satu tantangan juga buat kita karena kalau kita melihat neracanya harusnya kita memang gasoline yang kita dorong, tetapi memang saat ini saat ini malah diesel, tetapi dengan green diesel kita bisa mengekspor karena di luar sudah banyak menggunakan green diesel,” ungkapnya.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20201217/44/1332292/indonesia-berpotensi-kebanjiran-produk-bbm-jenis-solar-kok-bisa

CNBCIndonesia.com | Kamis, 17 Desember 2020

Kurangi Impor BBM, RI Targetkan 2 Juta Mobil Listrik di 2030

Pemerintah terus menggencarkan penggunaan kendaraan bermotor listrik sebagai salah satu upaya untuk melakukan transisi energi dan mengurangi pemakaian energi fosil. Bahkan, pada 2030 penggunaan kendaraan bermotor listrik ditargetkan mencapai 2 juta unit untuk mobil dan 14 juta unit untuk motor. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto dalam webinar ‘Transisi Energi Indonesia Sampai di Mana?’ pada Kamis (17/12/2020). Menurutnya, penggunaan kendaraan listrik ini juga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan angka impor bahan bakar minyak (BBM) terutama jenis bensin. “Kendaraan listrik di 2030 ditargetkan bisa setara pengurangan minyak sebanyak 77 ribu barel setara minyak per hari (boepd) atau kira-kira 2 juta mobil dan 14 juta motor listrik,” tuturnya dalam webinar tersebut. Berdasarkan data pemaparannya, pada 2030 kebutuhan BBM diperkirakan mencapai 1,55 juta boepd. Dari total kebutuhan tersebut, diperkirakan bisa dipasok dari kilang BBM yang telah ada saat ini sebanyak 641 ribu boepd, tambahan produksi dari kilang baru maupun ekspansi 532 ribu boepd, biofuel 238 ribu boepd, bahan bakar gas (BBG) 105 ribu boepd, kendaraan listrik 77 ribu boepd, dan masih ada surplus diesel sebanyak 41 ribu boepd. Dengan demikian, pada 2030 ditargetkan tidak ada lagi impor bensin. Adapun substitusi penggunaan bensin tersebut menurutnya secara rinci dapat dilakukan melalui hal berikut ini:

– Biofuel, dengan meneruskan program B30, green diesel.

– BBG, ditargetkan bisa dikonsumsi oleh 440 ribu kendaraan, 296 unit kapal.

– Kendaraan bermotor listrik, ditargetkan bisa mencapai 2 juta mobil listrik dan 14 juta motor listrik

– Kilang tambahan, dengan asumsi satu tambahan kilang baru dan empat kilang pengembangan (Refinery Development Master Plan/ RDMP) di mana produksi solar disesuaikan dengan kebutuhan.

“Untuk meningkatkan penggunaan kendaraan listrik, nanti sore kami akan launching KBLBB (Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai),” ungkapnya. Berdasarkan datanya tersebut, kebutuhan BBM pada tahun 2020 ini diperkirakan hanya 1,13 juta boepd, lalu meningkat menjadi 1,36 juta boepd pada 2025. Sementara impor bensin tahun ini diperkirakan mencapai 381 ribu boepd, namun pada 2025 diperkirakan menurun menjadi 190 ribu boepd karena adanya tambahan produksi BBM dari kilang baru atau ekspansi, peningkatan biofuel, BBG, dan juga kendaraan listrik.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20201217132743-4-209765/kurangi-impor-bbm-ri-targetkan-2-juta-mobil-listrik-di-2030

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *