Program bahan bakar D100 berjalan, apa dampaknya ke emiten CPO?

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Kontan.co.id | Senin, 3 Agustus 2020

Program bahan bakar D100 berjalan, apa dampaknya ke emiten CPO?

Belum lama ini, PT Pertamina (Persero) berhasil memproduksi bahan bakar diesel dengan 100% sawit atau yang disebut Green Diesel (D-100). Produk ini merupakan hasil olahan dari crude palm oil (CPO) yang diproses lagi menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau yang dikenal dengan biodiesel. Saat ini, Pertamina baru bisa memproduksi D100 di Kilang Dumai dengan kapasitas 1.000 barel per hari (bph). Akan tetapi, Pertamina berencana terus meningkatkannya secara bertahap menjadi 6.000 bph, kemudian 20.000 bph pada tahun 2023. Analis NH Korindo Sekuritas Meilki Darmawan menilai, jika rencana tersebut terimplementasi, maka program ini dapat meningkatkan permintaan CPO domestik yang lebih besar. Berdasarkan perhitungannya, bakal ada tambahan konsumsi CPO domestik sekitar 8-10 juta ton per tahun jika program D100 sudah berjalan. Meskipun begitu, ia melihat, masih terlalu dini untuk realisasi D100 akan diterapkan pada 2020. Menurut dia, pada tahun ini, D100 masih dalam tahapan produksi untuk percobaan sambil menunggu perhitungan harga dan proses penerapannya yang akan disusun oleh pemerintah. “Jadi, saya lebih melihat program D100 akan menjadi pendorong bagi permintaan CPO untuk jangka panjang setidaknya mulai dari 2021,” ucap Meilki saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (2/8).

Seiring dengan direalisasikannya program D100 ini pada masa mendatang, Meilki optimistis Indonesia  bisa menjadi penentu harga jual CPO dunia. Per 2019, Indonesia sebagai kontributor terbesar bagi total pasokan CPO global, yakni sekitar 30%. Nah, dengan penambahan konsumsi domestik sekitar 8-10 juta ton per tahun dan himbauan pemerintah agar produksi CPO Indonesia mendahulukan konsumsi domestik, level ekspor CPO Indonesia berpotensi menurun dari 70% menjadi sekitar 55%. “Efek penurunan ekspor tersebut tentunya akan memperkecil pasokan CPO dunia sehingga ada potensi kenaikan harga CPO di jangka panjang yang ditentukan oleh level produksi dan konsumsi CPO di Indonesia,” ungkap dia. Terkait dengan emiten-emiten yang belum bakal masuk dalam bisnis ini dalam waktu dekat, menurut Meilki, untuk mengembangkan bisnis biodiesel, perlu ada perhitungan secara komersial dari tiap internal perusahaan. Mengingat, emiten memiliki kondisi keuangan dan model bisnis yang berbeda-beda. Meskipun begitu, ia yakin, tanpa adanya ekspansi bisnis biodiesel, emiten CPO tetap akan diuntungkan melalui naiknya permintaan dan harga jual CPO. Pasalnya, hal tersebut akan meningkatkan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) dari tiap emiten CPO.

https://investasi.kontan.co.id/news/program-bahan-bakar-d100-berjalan-apa-dampaknya-ke-emiten-cpo?page=all

Kontan.co.id | Senin, 3 Agustus 2020

Harapkan DMO sawit, Pertamina lakukan kajian hitung keekonomian

PT Pertamina masih melakukan kajian guna mendukung program green diesel (D-100) yang nantinya 100% bahan bakar kendaraan menggunakan sawit. VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menerangkan, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sawit diperlukan guna memastikan ketersediaan pasokan dengan harga yang disepakati serta terjangkau agar masuk hitungan keekonomian. Ia pun memastikan hal tersebut telah dikomunikasikan dengan kementerian terkait. Kendati demikian ia belum mau merinci detail DMO sawit yang diharapkan Pertamina. “Masih dalam tahapan kajian internal, masih harus duduk bersama dan bicarakan dengan stakeholder terkait,” ungkap Fajriyah kepada Kontan.co.id, Senin (3/8). Fajriyah menambahkan, kebutuhan DMO memang diperlukan terlebih Pertamina juga telah melaksanakan ujicoba serta membuktikan pelaksanaan program D-100 dapat dijalankan. Selain dukungan kebijakan DMO sawit, Fajriyah menilai butuh dukungan dari regulator serta industri otomotif dan masyarakat dalam rangka pelaksanaan program D-100. Dalam catatan Kontan.co.id, Nicke Widyawati Direktur Utama Pertamina mengungkapkan, untuk menyukseskan program bahan bakar 100% sawit atau D100 agar terus berkelanjutan maka diperlukan kepastian pasokan sawit sebagai bahan baku energi. “Harus ada DMO dan harga khusus (price cap) sawit,” ujarnya kepada KONTAN, Rabu (15/7). Nicke memastikan bahwa Pertamina saat ini sudah siap untuk melakukan produksi BBS sehingga ketersediaan pasokan menjadi penting. “Kalau kami tugasnya secara teknis dan kapasitas produksi sudah siap denhgan kilang-kilang kami yang dimodifikasi,” imbuh dia.

https://industri.kontan.co.id/news/harapkan-dmo-sawit-pertamina-lakukan-kajian-hitung-keekonomian

Wartaekonomi.co.id | Senin, 3 Agustus 2020

Berikut Harga BBM Nonsubsidi Bulan Agustus di Sejumlah SPBU

Pemerintah sudah memutuskan menghapus bahan bakar tidak ramah lingkungan untuk jenis research octane number (RON) 88 atau bensin dan RON 90 atau bensin jenis pertalite. Keputusan tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2017 yang mengatur soal baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru untuk kendaraan bermotor roda empat atau lebih. Dalam beleid itu, pemerintah menetapkan BBM tipe euro 4 atau setara BBM oktan 91 ke atas mulai tahun 2019 secara bertahap hingga 2021. Adapun yang kadar oktannya di bawah 91 atau masuk standar euro 2 saat ini adalah premium dan pertalite. Kalau melihat beleid tersebut, hingga saat ini BBM yang tidak ramah lingkungan masih tersedia di sejumlah SPBU. Misalnya, untuk SPBU Pertamina ada pertalite (Ron 90) dan premium. Begitu juga dengan SPBU lainnya, seperti Shell masih tersedia Reguler atau Total dengan Performance 90. Khusus untuk BBM berjenis RON 90, seperti Pertalite dan sejenisnya, ketentuan harga jual mengikuti harga jual BBM Nonsubsidi. Artinya, setiap waktu bisa terjadi perubahan harga BBM nonsubsidi. Terakhir kali, Pertamina memperbaharui harga BBM nonsubsidi terjadi pada bulan Februari 2020 lalu. Sejauh ini, memang belum ada pengumuman terbaru terkait perubahan harga BBM nonsubsidi.

Sementara itu, implementasi Biosolar 30% atau B30 sudah mulai akselerasi sejak Desember 2019. Saat ini, masyarakat sudah bisa menikmati bahan bakar campuran nabati olahan kelapa sawit di jaringan SPBU Pertamina. “Karena produk ini masih subdisi, kriteria kendaraannya disesuaikan dengan perpres 191 tahun 2014. Harganya pun sama di seluruh SPBU dan harga langsung ditentukan oleh Pemerintah,” ucap VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fajriyah Usman, beberapa waktu lalu. Selain itu, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, dirinya berterima kasih kepada  Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama yang telah berhasil menaikan harga eceran Biosolar. “Terima kasih Ahok sebagai komisaris utama Pertamina telah berhasil menaikkan harga eceran Biosolar dari Rp5.150 per liter menjadi Rp9. 400 per liter,” ujar Usman, Sabtu (1/8/2020). Usman memaparkan, selisih harga jual Rp100 per liter dari Dexlite tentu membuat konsumen lebih memilih menggunakan Dexlite ketimbang Biosolar yang oktan lebih rendah dan konsumen harus sering mencuci filter karena kandungan air di dalam FAME. “Harga eceran Biosolar mendadak naik meroket sekitar 82,5% oleh Pertamina kemungkinan akibat pemerintah tak punya duit untukk melakukan subsidi tetap Rp2000 per liter untuk Biosolar,” ujar Usman. Usman menambahkan, jikalau Pertamina serius memproduksi D100 atau green diesel secara komersial yang berasal dari bahan baku RBDPO yang harga jualnya mencapai Rp12.000/kg, harga D100 Pertamina bisa menyentuh Rp18.000/liter di SPBU. “Karena harus ditambah biaya beli katalis merah putih, biaya pengolahan, pajak BBN, dan biaya distribusi serta margin usaha,” tambah Usman. Terakhir kali, Pertamina memperbaharui harga BBM nonsubdisi terjadi pada bulan Februari 2020 lalu. Sejauh ini, memang belum ada pengumuman terbaru terkait perubahan harga BBM nonsubsidi.

https://www.wartaekonomi.co.id/read297630/berikut-harga-bbm-nonsubsidi-bulan-agustus-di-sejumlah-spbu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *