Program Biodiesel B40 di 2021, Pemerintah Udah Siap?

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

CNBCIndonesia.com | Senin, 14 Desember 2020

Program Biodiesel B40 di 2021, Pemerintah Udah Siap?

Pemerintah merencanakan pengembangan program biodiesel menjadi B40 pada tahun depan dari saat ini masih B30. Namun dengan kondisi pandemi saat ini, apakah pemerintah sudah siap untuk menjalankan program B40 tersebut pada tahun depan? Bagaimana kesiapannya hingga saat ini? Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengatakan, pihaknya kini tengah melakukan persiapan pelaksanaan mandatori B40 sebagaimana arahan Presiden. Namun dia mengakui, sejauh ini masih ada beberapa tantangan dalam upaya pengembangan tersebut. “Kita saat ini sedang melakukan persiapan. Berdasarkan arahan dari Presiden, diharapkan di tahun 2021 sudah B40, jadi kita sudah melakukan persiapan dari tahun 2020. Kita akui, ada beberapa tantangan yang dihadapi yang datangnya dari aspek teknologi, teknis, finansial, feedstock (bahan baku), dan infrastruktur pendukung,” tutur Feby seperti dikutip dari keterangan resmi Direktorat Jenderal EBTKE, yang dikutip CNBC Indonesia, Senin (14/12/2020). Menurutnya, berbagai upaya yang perlu dilakukan untuk penerapan B40 dan B50 antara lain meningkatkan kapasitas produksi Badan Usaha (BU) BBN, memperbaiki spesifikasi biodiesel, memperhatikan ketersediaan dana insentif, meningkatkan sarana dan prasarana BU BBM dan melaksanakan uji jalan untuk seluruh sektor pengguna. Lebih lanjut, Feby menjelaskan beberapa upaya persiapan yang telah dilaksanakan menuju implementasi program B40 tersebut, antara lain melakukan kajian teknis dan keekonomian di mana dari hasil kajian tersebut akan dilakukan revisi SNI biodiesel untuk spesifikasi yang akan digunakan untuk B40 ataupun B50, serta penyusunan SNI green fuel karena petani saat ini sudah dapat menghasilkan green fuel D100 dan dapat menjadi opsi untuk campuran B40 ataupun B50. Selain itu, lanjutnya, Ditjen EBTKE juga telah menyiapkan kebijakan pendukung untuk memastikan pelaksanaan program berjalan dengan baik seperti kebijakan insentif. Berikutnya, akan dilakukan kajian terkait perlu tidaknya tes jalan (road test) dan memastikan kesiapan BU BBN, khususnya dari sisi kapasitas produksi maupun dari sisi spesifikasi produk yang dihasilkan ketika digunakan untuk pencampuran. “B30 ke B40 artinya semakin besar volume dari biodiesel yang akan dikirimkan kemudian juga distribusinya dan bagaimana untuk lingkungannya, ini juga harus disiapkan dari sekarang,” ungkapnya. Untuk proyek biorefinery yang dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional, menurutnya pihaknya juga mendorong proyek ini agar bisa berjalan dengan baik. “Upaya yang lain, akan ada sosialisasi secara masif, sehingga program ini benar-benar menjadi program kita bersama dan diterima oleh seluruh masyarakat,” tandasnya. Peran Bahan Bakar Nabati atau dalam hal ini biodiesel cukup besar dalam pencapaian EBT, di mana berkontribusi sebesar 2% terhadap capaian bauran energi baru terbarukan. Dengan pencampuran B30, maka kontribusi dari biodiesel terhadap bauran energi nasional ini akan menjadi lebih besar lagi, apalagi jika bisa sampai B40 dan seterusnya. Manfaat yang didapat dari program BBN menurutnya cukup besar berdampak pada penghematan devisa dengan mengurangi impor BBM.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20201214154249-4-208962/program-biodiesel-b40-di-2021-pemerintah-udah-siap

Bisnis.com | Senin, 14 Desember 2020

2021, Peluang Pemulihan Sektor Pelayaran Kian Tinggi

Asosiasi Pemilik Kapal Nasional atau Indonesia National Shipowners Association (INSA) mengungkapkan pada 2021 terdapat sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan untuk pemulihan industri pelayaran pasca pandemi Covid-19. Dalam proyeksi INSA, pelayaran nasional masih memiliki sejumlah peluang makro yang bisa ditangkap dan mengoptimalkan kinerja perusahaan pelayaran. Setidaknya terdapat 5 peluang utama yakni kebijakan beyond cabotage, angkutan fame setelah pemerintah menetapkan B40, wisata bahari, pemindahan Ibu Kota negara, serta pengiriman material mentah dan BBM. Wakil Ketua I DPP INSA Darmansyah Tanamas menuturkan, sejumlah peluang tersebut perlu untuk ditangkap para pengusaha pelayaran nasional. Tren pemulihan dipastikan terjadi pada 2021 dan terdapat sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan. “Peluang dari beyond cabotage, ini peluang karena masih terbuka, beyond cabotage ini yakni pemerintah memberdayakan pelayaran untuk angkutan ekspor, guna mengurangi defisit transaksi jasa. Ini masih terbuka berdasarkan Permendag No.65/2020 saat ini diwajibkan ekspor menggunakan pelayaran nasional dengan kapasitas angkutan 10.000 DT,” katanya, Senin (14/12/2020). Dia menjelaskan, angka tersebut masih dapat berkembang bergantung kesiapan perusahaan pelayaran, kemauan pemilik kargo, dan keseriusan pemerintah dalam program pemberdayaan pelayaran. Wakil Ketua V DPP INSA Buddy Rakhmadi menambahkan kebijakan beyond cabotage ini sudah dari jauh-jauh hari sebelum pandemi dan mengharapkan adanya kesetaraan level dengan pelayaran internasional agar pengusaha nasional dapat berdaya dalam aktivitas pengiriman ocean going. “Ada hal-hal yang krusial di sisi pembiayaan, kami harus bisa mendapatkan insentif perbankan nasional apalagi kondisi saat ini bisa dapat investasi lebih menarik dan jangka panjang,” ujarnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua II DPP INSA Darmadi Go menuturkan selain peluang angkutan internasional, peluang lainnya datang dari pengangkutan fatty acid methyl ester (FAME) yang menjadi bahan campuran dari kelapa sawit untuk membuat biosolar. Pemerintah baru saya menetapkan kewajiban B30 (campuran biodiesel 30 persen FAME dan 70 persen solar) menjadi B40. “Dari segi angkutan pelayaran nasional bagus, berarti sawit yang diproduksi dalam negeri, otomatis dapat angkutannya, dari pemilik sawit biasa ekspor, sebagian fame dimasukkan, porsi impor solar pun berkurang, ini bisa buka peluang angkutan meningkat,” urainya. Peluang lainnya datang dari pelayaran wisata bahari yang menjadi salah satu faktor kunci percepatan pemulihan yang jadi andalan pemerintah yakni pariwisata. “Seiring hasil vaksinasi lihat perkembangan daripada kebijakan pemerintah kegiatan wisata dan yang dibatasi saat ini. Selain kondisi Covid-19 sebenarnya peluang ini ada tantangan pengembangan daerah wisata harus diikuti kondisi daratannya,” katanya. Pemerintah pun pada 2021 akan melanjutkan rencana pemindahan Ibu Kota, sehingga menjadi peluang bagi pelayaran dalam angkutan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur dan suprastruktur Ibu Kota negara baru. Terakhir, peluang pengangkutan material mentah dan BBM tetap menjadi hal yang menarik pada 2021. Apalagi, pemerintah sudah menetapkan sejumlah smelter baru yang mulai dibangun.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20201214/98/1330854/2021-peluang-pemulihan-sektor-pelayaran-kian-tinggi

Republika.co.id | Senin, 14 Desember 2020

ESDM: Pemerintah Komitmen Laksanakan BBM Ramah Lingkungan

Kementerian ESDM berkomitmen mewujudkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang ramah lingkungan. Sejumlah langkah telah dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan BBM ramah lingkungan yang berdampak besar mengurangi emisi gas rumah kaca serta mendukung kesehatan masyarakat tersebut. Pelaksana Tugas Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Mustafid Gunawan menjelaskan progres komitmen Pemerintah mewujudkan BBM ramah lingkungan, antara lain melalui kilang Pertamina di Plaju dan Cilacap yang sedang dalam tahap penelitian untuk memproduksi green gasoline yaitu bensin yang dihasilkan dari campuran crude oil dan minyak kelapa sawit (85:15) sebagai bahan bakunya. Pertamina juga sedang melakukan uji coba membuat Green Diesel dari 100 persen tanpa fosil fuel. BBM ini menggunakan bahan baku kelapa sawit dengan spesifikasi setara solar yang bersumber dari fosil, bahkan dengan kualitas yang lebih baik yakni cetane number yang lebih tinggi dan sulfur yang jauh lebih rendah. Inovasi ini menggunakan katalis merah putih, yaitu katalis inovasi para ahli katalis Indonesia yang diproduksi sendiri di Indonesia. Kilang Plaju ditargetkan beroperasi pada tahun 2025 dan Dumai pada tahun 2026. “Selanjutnya, program mandatori pencampuran 30 persen biodiesel (FAME) ke BBM solar yang telah dimulai sejak Januari 2020. Program ini merupakan kelanjutan dari Program B20 yang telah diterapkan sebelumnya dalam rangka menghemat devisa negara, memberdayakan para petani kelapa sawit dalam negeri dan mengurangi penggunaan BBM jenis solar yang berasal dari fosil,” papar Mustafid, Senin (14/12). Progres lainnya adalah potensi penggunaan B40 pada tahun 2021 sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo. “Saat ini masih dalam tahap penelitian dan kajian baik dari aspek teknis, lingkungan dan keekonomian,” tambahnya. Terakhir, program pencampuran bioethanol sebesar 2 persen ke BBM jenis bensin dalam rangka peningkatan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT). Namun saat ini masih ada beberapa kendala tertutama dari aspek keekonomian. Dalam rangka mendukung implementasi BBM ramah lingkungan, untuk solar CN 51, Kementerian ESDM telah menerbitkan SK Dirjen Migas No. 0234.K Tahun 2019 di mana untuk kandungan sulfur CN 51 telah sesuai dengan ketentuan Permen LHK No. 20 Tahun 2017 yakni kandungan sulfur maksimal 50 ppm pada April 2021. Sedangkan untuk CN 48, rencananya akan diterbitkan SK Dirjen untuk menurunkan batasan kandungan maksimal sulfur dari 2500 menjadi 2000 ppm pada tahun 2021 dan dari 2000 menjadi 500 ppm pada 2024 dan 500 ppm menjadi 50 ppm pada 2026. Dalam kesempatan tersebut Mustafid mengingatkan, kebijakan mengenai BBM bukan hanya urusan Kementerian ESDM semata, melainkan keputusan bersama. Hingga saat ini, RON dengan nilai oktan rendah memang masih beredar di masyarakat, ini tentunya dengan berbagai pertimbangan.”Kami sangat mengapresiasi dan mengajak masyarakat yang berkemampuan untuk beralih menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan di kendaraannya,” ujar Mustafid.

Bisnis.com | Senin, 14 Desember 2020

Dua Kilang Hijau Pertamina Bakal Serap CPO dalam Jumlah Banyak

PT Pertamina (Persero) tengah membangun dua kilang hijau atau green refinery seiring dengan tuntutan energi yang rebih ramah lingkungan. Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Refinery and Petrochemical Sub Holding Pertamina Ignatius Tallulembang mengatakan bahwa rencana tersebut sejalan dengan alur pemerintah dalam mengembangkan bioenergi di Indonesia. “Saat ini Pertamina tengah mengembangkan kilang hijau di Plaju dan di Kilang Cilacap,” katanya dalam acara Energy Corner, CNBC TV Indonesia, Senin (14/12/2020). Dia menjelaskan bahwa kilang Plaju nantinya memiliki kapasitas produksi biofuel sebesar 20.000 barel per hari atau setara dengan 1 juta ton CPO per tahun. Sementara itu, kilang Cilacap Fase 1 akan memproduksi sebesar 3.000 barel per hari dan akan meningkat menjadi 6.000 barel per hari atau 300.000 ton CPO per tahun per hari pada fase 2. Di samping itu, Ignatius menambahkan bahwa Pertamina telah berhasil menguji coba produksi green diesel atau D100 dengan kapasitas 1.000 barel per hari di kilang Dumai. Proses uji coba tersebut dilakukan pada Juli 2020. “Produksi D100 ini menggunakan 100 persen minyak sawit.” Sebelumnya, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan bahwa produk D100 dan green gasoline/green avtur diolah dari bahan dasar kelapa sawit. Produk ini pun direaksikan menggunakan katalis Merah Putih yang diproduksi Research & Technology Center (RTC) Pertamina bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). “Setelah uji coba produk Green Diesel D100 di kilang Dumai berikut green fuel atau green avtur di Kilang Cilacap, Pertamina juga bersinergi dengan BUMN lain dan juga juga Perguruan Tinggi akan membangun pabrik katalis yang akan mendorong TKDN di industri migas dan kimia sehingga akan mengurangi defisit transaksi negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20201214/44/1330602/dua-kilang-hijau-pertamina-bakal-serap-cpo-dalam-jumlah-banyak

Infosawit.com | Selasa, 15 Desember 2020

Cargill Hasilkan Minyak Sawit Berkelanjutan

Sebagai salah satu pemain bisnis minyak nabati, komitmen Cargill akan keberlanjutan sudah sejak lama dilakukan. Melalui keberadaan bisnisnya, yang beroperasi di banyak negara, Cargill memiliki operasi bisnis yang selalu mengutamakan keberlanjutan sebagai komitmen utama bisnisnya. “Di Cargill, keberlanjutan tertanam dalam cara kami beroperasi karena hal ini penting untuk masa depan bisnis kami. Seperti yang Anda ketahui, kami bergerak dalam bisnis penyediaan makanan, produk-produk pertanian, keuangan dan produk-produk serta layanan bagi industri, dan hal ini artinya kami harus memiliki rantai pasokan yang berkelanjutan. Perubahan iklim, penggunaan lahan, air, kesehatan tanah dan kemakmuran petani secara khusus dapat berdampak signifikan pada rantai pasokan kami – apakah itu volatilitas harga karena cuaca atau minat petani untuk terus bertani,” ujar Direktur Sustainability, Cargill Agricultural Supply Chain, Asia Pasifik, Alexandra Experton, kepada InfoSAWIT via Email, belum lama ini. Grup Cargill juga memiliki komitmen akan keberlanjutan petani kelapa sawit. Sebagai pemain bisnis perkebunan kelapa sawit, Grup Cargill juga memiliki perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia. Sebab itu, Grup Cargill juga konsen akan meningkatkan kesejahteraan petani merupakan salah satu prioritas Cargill. “Kami memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang berbagai tantangan dan bagaimana mereka dapat mengatasi tantangan ini. Hal ini juga berarti berkolaborasi dengan industri dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengidentifikasi solusi yang tepat dan bermanfaat bagi petani plasma untuk mencegah deforestasi sekaligus memastikan mereka terus menjadi pelaku bisnis yang sukses,” tandasnya, lebih lanjut, ”Perhatian terbesar saya adalah, bagaimana kita dapat mencapai keseimbangan yang baik antara konservasi dan mendukung mata pencaharian petani plasma karena hal ini membutuhkan kerja sama”.

Komitmen utama Cargill akan berkelanjutan di dunia, juga dilakukan di Indonesia. Dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit, Grup Cargill terus memperkokoh komitmen Perusahaan  terhadap keberlanjutan. Sejak 6 tahun lalu, dengan menerbitkan kebijakan dan rencana aksi “No Deforestation, No Peat and No Exploitation” (NDPE), untuk membangun rantai pasokan minyak sawit yang berkelanjutan dan dapat ditelusuri. Ini adalah hasil dari ekspektasi pemangku kepentingan yang berkembang tentang apa arti ‘keberlanjutan’ dalam praktiknya, terutama yang terkait dengan penggunaan lahan dan hak asasi manusia. Kolaborasi adalah kunci untuk mencapai hal ini, dan  merupakan hal penting dalam kemajuan yang dibuat hingga saat ini. Selain itu, kami juga menyadari pentingnya investasi berkelanjutan untuk memastikan kami memiliki sistem dan proses yang kokoh yang memberikan konsistensi dan transparansi dalam cara kami bekerja untuk mencapai tujuan tersebut. Cargill berupaya mengeliminasi deforestasi di seluruh konsesi kelapa sawit komersial dalam rantai pasokan pihak ketiga perusahaan pada akhir tahun 2020. Kami melakukan berbagai inisiatif untuk mencapai hal ini, termasuk mengumpulkan data ketertelusuran, membangun kapasitas pemasok, memantau, dan memanfaatkan proses pengaduan kami jika deforestasi  teridentifikasi. “Kami telah mencapai 100% ketertelusuran ke pabrik dan 50% ketertelusuran ke perkebunan. Kami percaya bahwa transparansi dan kemampu telusuran sangat penting untuk rantai pasokan kami, tidak hanya untuk mengidentifikasi tantangan yang memerlukan solusi, tetapi juga untuk benar-benar memverifikasi kepatuhan pemasok dan mitra kami,” jelas Alex.

https://www.infosawit.com/news/10463/cargill-hasilkan-minyak-sawit-berkelanjutan

CNBCIndonesia.com | Senin, 14 Desember 2020

Produksi Bakal Kurang, Harga CPO Melesat Lagi ke RM 3.436/ton

Harga komoditas minyak sawit mentah (CPO) Malaysia tetap kokoh di level RM 3.400 per ton. Mengawali perdagangan pekan ini harga CPO mengalami apresiasi. Senin (14/12/2020) harga kontrak futures CPO untuk pengiriman Februari 2021 di Bursa Malaysia Derivatif Exchange naik 0,76% dari posisi penutupan pekan lalu. Pada 10.40 WIB, harga CPO tembus level RM 3.436/ton. Secara umum, tren harga CPO memang mengarah pada penguatan, yang dipicu oleh ekspektasi kenaikan permintaan ekspor di tengah ancaman penurunan panen akibat fenomena perubahan iklim La Nina yang melanda di kawasan tropis pasifik. Minggu lalu,  Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) mengatakan produksi pada November turun 13,51% dari Oktober menjadi 1,49 juta ton. Volume produksi tersebut merupakan yang terendah sejak Maret. Pasar memperkirakan produksi pada Desember akan tetap tertekan karena cuaca hujan yang disebabkan oleh La Nina. Fenomena iklim La Nina diperkirakan akan berlanjut hingga kuartal pertama tahun depan. La Nina memicu curah hujan tinggi hingga 40% di atas curah hujan normal. Berkaca pada kejadian sebelumnya, La Nina selalu dibarengi dengan bencana hidrometeorologis seperti banjir dan tanah longsor yang membuat aktivitas panen menjadi terganggu dan menekan stok. Stok minyak sawit di Malaysia dilaporkan tertekan, meski ekspor mengalami pelemahan. Penurunan stok tersebut dipicu oleh turunnya produksi di tengah merebaknya pandemi Covid-19 yang mengganggu proses produksi dan cuaca yang tak mendukung. Stok minyak sawit Malaysia per November menyentuh level terendah dalam lebih dari 3 tahun ke 1,56 juta ton. Data surveyor kargo menunjukkan bahwa ekspor minyak nabati mereka pada 1-10 Desember drop 6% sampai 11% dengan ekspor ke China turun setengahnya dari bulan lalu. Semakin maraknya program vaksinasi membuat prospek ekonomi menjadi cerah. Harga-harga komoditas tak terkecuali minyak pun terdongkrak. Untuk pertama kalinya dalam sembilan bulan terakhir harga kontrak Brent menyentuh level US$ 50 per barel. Harga minyak yang naik positif untuk harga CPO. Pasalnya CPO merupakan salah satu bahan baku pembuatan biodisel sebagai bahan bakar alternatif minyak. Anjloknya harga minyak membuat penggunaan biodisel dari minyak nabati terutama sawit menjadi kurang ekonomis.

https://www.cnbcindonesia.com/market/20201214103843-17-208847/produksi-bakal-kurang-harga-cpo-melesat-lagi-ke-rm-3436-ton

Infosawit.com | Senin, 14 Desember 2020

Impor Minyak Sawit India Diprediksi Melorot Menjadi 7,5 juta Ton di 2020

Selama pandemi Covid-19 melanda, India telah menerapkan kebijakan lockdown semenjak 25 Maret 2020 lalu, pada kondisi ini dikatakan Senior editor dan Pengamat Kebijakan The Hindu Business Line, G. Chandrashekhar, banyak masyarakat India yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan, migrasi terjadi diatas 100 juta orang, pada masa ini rantai pasokan terganggu: pemrosesan, transportasi, tenaga kerja; serta terjadi panic buying oleh konsumen retail. Harga eceran dari hampir semua produk makanan yang didapat dari impor meningkat 10-20% (minyak nabati, kacang-kacangan, rempah-rempah, buah-buahan kering), ini terjadi karena gangguan pasokan pada bulan April. Permintaan terus menurun semenjak Maret dan memburuk pada April dan Mei. Untuk bisnis Horeka (Hotel, Retail dan Kafe) paling terkena dampaknya “Memang, India menghadapi tantangan sisi pasokan dan permintaan. Dan pasokan mulai membaik setelah ada kebijakan pelonggaran lockdown,” katanya dalam webinar yang diadakan Majalah Oil and Fats International, belum lama ini. Kata Chandrashekhar, diperkirakan impor minyak nabati India akan menurun menjadi 13,5 juta ton (2019/2020), lebih rendah dibandingkan impor pada periode 2018/2019 yang mampu mencapai 15 juta ton. Lantas untuk impor minyak sawit juga akan tercatat menurun menjadi 7,5 juta ton (2019/2020), lebih rendah dibandingkan impor minyak sawit pada periode 2018/2019 yang mencapai 9,2 juta ton. Kondisi penurunan ini juga terjadi pada impor kedelai yang hanya mencapai 3,3 juta ton, minyak bunga matahari sekitar 2,6 juta ton dan minyak nabati lainnya hanya mencapai 0,1 juta ton. “Perlu menjadi catatan bahwa, pemerintah India ingin mengurangi ketergantungan pada impor, sebab itu berupaya meningkatkan budidaya perkebunan dan menjaga harga minyak nabati di dalam negeri,” kata dia.

https://www.infosawit.com/news/10464/impor-minyak-sawit-india-diprediksi-melorot-menjadi-7-5-juta-ton-di-2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *