Penundaan Program B40 Tidak Berdampak pada Industri Biodiesel

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Investor.id | Minggu, 7 Februari 2021

Penundaan Program B40 Tidak Berdampak pada Industri Biodiesel

Pemerintah menunda implementasi program B40 karena alasan kestabilan perekonomian dan masih perlu dikaji lebih dalam lagi. Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Suwandi Winardi mengatakan penundaan program B40 tidak terlalu berdampak signifikan terhadap industri biodiesel dan pihaknya justru mendukung keputusan pemerintah tersebut. Dengan ditundanya program B40 maka pemerintah lebih fokus dan bisa menyempurnakan program B30, berdasarkan laporan dari anggota Aprobi, penundaan program B40 tidak memberikan dampak dan semua perusahaan tidak ada yang keberatan. Pada tahun 2021 ini, pemerintah menargetkan alokasi biodiesel sebesar 9,2 juta kiloliter dan diharapkan bisa tercapai. “Pprogram B40 perlu kajian yang lebih mendalam lagi dan perlu pertimbangan tidak mungkin dijalankan tanpa adanya kajian,” ujar dia di Jakarta, belum lama ini. Selama tahun 2020, total produksi biodiesel anggota Aprobi mencapai 8,59 juta kiloliter dengan rincian domestik mencapai 8,4 juta kiloliter dan ekspor mencapai mencapai 27 ribu kiloliter. Sementara itu, Industri sawit nasional diperkirakan membaik secara perlahan pada tahun 2021 karena sudah ada vaksin, meskipun pengaruh Covid-19 belum berakhir tetapi ada harapan perbaikan dan titik terang.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono mengatakan Produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 2021 diproyeksikan naik signifikan karena pemeliharaan kebun yan lebih baik, cuaca yang mendukung dan harga yang semakin menarik dimana produksi CPO diproyeksikan mencapai 49 juta ton dan untuk produksi PKO mencapai 4,65 juta ton. Dengan komitmen pemerintah untuk melanjutkan program B30, maka konsumsi Biodiesel diperkirakan sebesar 9,2 juta kiloliter yang setara dengan 8 juta ton minyak sawit. Penggunaan sawit untuk oleokimia pada tahun 2021 diproyeksikan sekitar 2 juta ton untuk domestik dan sekitar 4,5 juta ton untuk ekspor. Sedangkan untuk ekspor sawit sangat tergantung pada vaksin apakah bisa menyebar di sebagian besar wilayah tujuan ekspor atau tidak dan permintaan ekspor sawit pada tahun 2021 sangat tergantung pada keberhasilan program vaksinasi. Jika vaksinasi cepat dilakukan maka pasar akan recovery, meskipun belum tinggi seperti dua tahun sebelumnya namun pada tahun 2021 ini, pasar ekspor sudah ada titik cerah.Banyak negara yang karena alasan ekonomi kembali membuka wilayahnya, jadi Gapki memperkirakan volume ekspor tahun 2021 mencapai 37 juta ton. “Tahun 2021 merupakan langkah awal kebangkitan dan pemulihan ekonomi dan itu terjadi juga terhadap industri sawit dan berharap semua sektor akan kembali tumbuh positif,” ujar dia. Beberapa isu penting dan menjadi fokus kegiatan Gapki tahun 2021 adalah penerapan dan pengawalan implementasi Undang Undang Cipta Kerja dan Peraturan Perundangan turunannya.Kemudian ada penguatan penerapan Sustainability melalui percepatan dan penyelesaian sertifikat ISPO bagi anggota Gapki dan penguatan kemitraan untuk peningkatan percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). 

https://investor.id/business/penundaan-program-b40-tidak-berdampak-pada-industri-biodiesel

Investor Daily Indonesia | Senin, 8 Februari 2021

Sawit Setor Devisa US$ 25,6 Miliar

Industri sawit nasional sepanjang 2020 menghasilkan devisa US$ 25,60 miliar, terbesar yang pernah dihasilkan industri sawit nasional dalam 20 tahun terakhir. Dengan devisa sebesar itu, industri sawit telah membuat neraca perdagangan Indonesia mencatatkan rekor baru yakni mengalami surplus sebesar US$ 21,70 miliar pada 2020. Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung mengatakan, meski dihadang pandemi Covid-19, industri sawit Indonesia bukan hanya mampu bertahan dari sengatan virus tersebut tapi juga mampu mengukir prestasi terbaik. “Industri sawit Indonesia pada 2020 mencatat rekor baru dengan perolehan devisa US$ 25,60 miliar, ini yang terbesar dalam 20 tahun terakhir,” kata Tungkot di Jakarta, Sabtu (6/2). Dia menjelaskan, devisa tersebut berasal dari dua sumber. Pertama, devisa dari hasil ekspor minyak sawit sepanjang 2020 sebesar US$ 23 miliar. Devisa tersebut merupakan penyumbang terbesar dalam surplus neraca perdagangan nonmigas 2020, yakni dari US$ 27,70 miliar net ekspor nonmigas sekitar 83% di antaranya disumbang devisa sawit. Kedua, penghematan devisa impor dari kebijakan mandatori biodiesel B30. Volume biodiesel yang terserap untuk program B30 mencapai 8,46 juta kiloliter (kl) yang setara penghematan devisa impor solar fosil US$ 2,60 miliar. Penghematan devisa impor sebesar US$ 2,60 miliar itu membuat defisit neraca perdagangan migas mengecil menjadi US$ 5,90 miliar, bila tidak ada B30 maka defisit migas naik menjadi US$ 8,50 miliar. Dengan kondisi tersebut, berarti devisa sawit dari ekspor sawit membuat surplus besar pada neraca nonmigas, sementara kebijakan B30 membuat defisit migas makin kecil. Akibatnya, neraca perdagangan Indonesia pada 2020 surplus US$ 21,70 miliar. “Ini adalah rekor baru surplus neraca perdagangan yang pernah dicapai Indonesia. Tidak hanya sekadar mencatat rekor baru devisa, industri sawit juga telah membawa neraca perdagangan Indonesia mencatat rekor baru,” jelas dia. Industri sawit nasional secara konsisten telah memberikan sumbangsihnya pada penyehatan neraca perdagangan Indonesia dan tTidak banyak sektor ekonomi nasional yang mampu berperan seperti industri sawit.

Devisa sawit selain besar juga lebih berkualitas dilihat dari sudut pembangunan. Alasannya, lanjut Tungkot, pertama adalah devisa sawit itu sekitar 80% berasal dari ekspor produk olahan, sedangkan kontribusi ekspor bahan mentah (crude palm oil/CPO) hanya 20%, artinya devisa sawit tersebut merupakan keberhasilan hilirisasi sawit di dalam negeri. Kedua, devisa sawit tersebut dihasilkan dari pemanfaatan sumber daya domestik melalui perkebunan sawit yang tersebar pada 200 lebih kabupaten, yang berarti terjadi penciptaan pendapatan (income generating) pada sentra-sentra kebun sawit tersebut. Ketiga, hasil sinergi korporasi dengan 3 juta usaha kecil menengah (UKM) petani sawit dan melibatkan sekitar 16 juta tenaga kerja langsung dan tak langsung. Keempat, dalam menghasilkan devisa sawit tersebut industri sawit tidak membebani anggaran pemerintah, sebaliknya malah menciptakan pendapatan negara berupa berbagai jenis pajak. Karena itulah, Tungkot Sipayung berharap pada masa yang akan datang, industri sawit kembali mencatat rekor baru yang lebih baik untuk bangsa dan negara. Perpaduan kebijakan dan inovasi peningkatan produktivitas kebun dan hilirisasi, baik untuk promosi ekspor dan subsitusi impor yang berkelanjutan, akan melahirkan lompatan prestasi baru pada industri sawit nasional. Pada bagian lain, terkait penundaaan implementasi program B40 oleh pemerintah dengan alasan kestabilan perekonomian dan masih perlu dikaji lebih dalam lagi, Wakil Sekjen Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Suwandi Winardi mengatakan, penundaan program tersebut tidak terlalu berdampak signifikan terhadap industri biodiesel dan Aprobi mendukung keputusan tersebut. “Dengan ditundanya program B40 maka pemerintah lebih fokus dan bisa menyempurnakan program B30. Dari laporan anggota Aprobi, penundaan program B40 tidak memberikan dampak dan semua perusahaan tidak ada yang keberatan,” jelas dia. Selama 2020, total produksi biodiesel anggota Aprobi mencapai 8,59 juta kl, untuk domestik 8,40 juta kl dan ekspor 27 ribu kl.

YOUTUBE (RakyatMerdeka TV)

Ketua Umum Aprobi Doakan RMid Makin Asyik, Seru, Dan Enak Dibaca: Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), M.P. Tumanggor mengucapkan, selamat dan sukses atas transformasi RMco.id menjadi RM.id. Semoga dengan nama baru dan tampilan baru, RM.id semakin asyik, seru, enak dibaca, memberikan informasi yang aktual, terpercaya, dan 100 persen anti hoaks. Serta bermanfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat sawit Indonesia

BERITA BIOFUEL

Sindonews.com | Sabtu, 6 Februari 2021

Airlangga: Target Penyaluran B30 di 2021 Sebesar 9,2 juta Kiloliter

arget pemerintah terhadap pengembangan biodiesel melalui skema program mandatori B30 pada 2021 cukup agresif. Alokasi penyalurannya diproyeksi mencapai 9,2 juta kiloliter (KL). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, target realisasi B30 pada 2021 adalah komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas harga CPO. Dengan begitu, target bauran energi yang berasal dari energi baru terbarukan (EBT) pada 2025 yang ditetapkan dalam kebijakan energi nasional akan dapat tercapai. “Pemerintah berkomitmen mendukung program B30 di 2021 dengan target alokasi penyaluran sebesar 9,2 juta kiloliter. Komitmen ini bertujuan menjaga stabilitas harga CPO dengan tujuan (agar) target bauran energi yang berasal dari energi baru terbarukan pada 2025 sebagaimana yang ditetapkan dalam kebijakan energi nasional akan dapat tercapai,” kata dia Sabtu (6/2/2021). Program B30 dinilai menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) untuk sekitar 23,3 juta ton karbon dioksida di tahun 2020. Karena itu program ini akan terus dijalankan. Program biodiesel diluncurkan pemerintah pada Januari 2020 untuk mendorong penggunaan bahan bakar nabati (BBN) melalui program biodiesel. Saat ini, pemerintah mengandalkan crude palm oil (CPO) sebagai bahan baku pembuatan biodiesel untuk menghasilkan B30 sebagai bahan bakar pengganti solar. Manajer Riset Traction Energy Asia Ricky Amukti mengatakan, keberlanjutan program B30 bukan tanpa risiko. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan, program B30 berpotensi menyebabkan defisit pasokan CPO pada 2023 karena meningkatnya permintaan CPO untuk memenuhi permintaan dari sektor biodiesel. Status defisit pasokan CPO akan tiba lebih cepat jika produksi bauran biodiesel semakin tinggi. Potensi defisit ini mengancam kawasan hutan karena ekspansi lahan perkebunan sawit untuk memenuhi permintaan pasokan bahan baku biodiesel. “Maka itu yang kami tawarkan adalah menggunakan minyak jelantah sebagai komplementer program biodiesel. Tidak untuk menggantikan CPO tetapi untuk melengkapi. Hal ini selain baik untuk lingkungan, baik juga untuk kesehatan dan ekonomi di masyarakat,” ujarnya. Lebih jauh, konsumsi minyak goreng Indonesia tahun 2019 sebesar 13 juta ton atau 16,2 juta KL, dan berpotensi menjadi biodiesel sebesar 3,24 juta KL. Sementara minyak jelantah yang dikumpulkan di Indonesia tahun 2019 sebesar 3 juta KL, dari rumah tangga dan perkotaan sebesar 1,6 juta KL. Dari sekitar 3 juta KL minyak jelantah, hanya kurang dari 570.000 KL yang dimanfaatkan sebagai biodiesel maupun untuk kebutuhan lainnya. Sebagian besar digunakan untuk minyak goreng daur ulang dan ekspor.

https://ekbis.sindonews.com/read/326918/34/airlangga-target-penyaluran-b30-di-2021-sebesar-92-juta-kiloliter-1612616554

Beritasatu.com | Sabtu, 6 Februari 2021

Airlangga: Program B30 Jaga Stabilitas Harga CPO

Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah saat ini terus mengembangkan kebijakan domestik demand dari produk kelapa sawit, antara lain pengembangan Biodiesel B30 sebagai salah satu alternatif BBM untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil. Selain itu, kata Airlangga, kebijakan ini juga merupakan bagian dari upaya pemerintah mengurangi emisi karbon, serta mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan rendah karbon. “Program B30 telah berkontribusi dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) untuk sekitar 23,3 juta ton karbon dioksida di tahun 2020. Selain itu, Indonesia juga memiliki luas kebun sawit sekitar 16,3 juta hektare yang menyerap sekitar 2,2 miliar ton CO2 dari udara setiap tahun,” kata Airlangga dalam webinar “Peran Kelapa Sawit Terhadap Pembangunan Ekonomi Nasional” Sabtu (6/2/2021). Airlangga menegaskan, pemerintah juga tetap berkomitmen untuk mendukung program biodiesel (B30) pada tahun 2021 dengan target alokasi penyaluran sebesar 9,2 juta KL. Komitmen pemerintah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas harga CPO (Crude Palm Oil). “Dengan kebijakan tersebut, target 23 persen bauran energi berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) pada tahun 2025 sebagaimana ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) diharapkan dapat tercapai,” ujarnya. Airlangga juga menyampaikan, Indonesia saat ini merupakan produsen minyak sawit utama dan menguasai 55 persen pangsa pasar dunia, dan komoditas ini berkontribusi sekitar 3,5 persen terhadap PDB nasional. Sawit juga berkontribusi besar terhadap ekspor non migas yang mencapai 13 persen. “Industri kelapa sawit telah berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja bagi sekitar 16 juta pekerja. Sehingga industri sawit merupakan sektor strategis yang perlu dikawal oleh seluruh komponen masyarakat,” kata Airlangga.

https://www.beritasatu.com/ekonomi/729335/airlangga-program-b30-jaga-stabilitas-harga-cpo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *